Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia tengah menghadapi berbagai persoalan dalam desain perkotaan modern, termasuk fenomena yang disebut placelessness. Istilah ini merujuk pada kondisi di mana ruang-ruang kota kehilangan identitas lokal dan karakteristik uniknya, akibat dominasi modernisasi yang seragam. Di Medan, fenomena ini semakin nyata dengan berkembangnya area-area komersial dan kawasan perkotaan baru yang seringkali mengabaikan nilai sejarah dan estetika lokal.
Placelessness di Medan dapat dilihat pada kawasan seperti Kesawan dan daerah sekitarnya, yang sebelumnya kaya dengan bangunan-bangunan bersejarah. Namun, perkembangan modern sering kali mengesampingkan pelestarian sejarah untuk pembangunan gedung-gedung baru yang lebih homogen dan tidak mencerminkan karakter lokal. Ini berdampak pada hilangnya sense of place atau jiwa tempat yang seharusnya bisa menambah keunikan kota dan menciptakan hubungan emosional antara warga dan lingkungannya.
Dampak Negatif Placelessness di Kota Medan
Penghilangan karakteristik lokal akibat desain perkotaan yang seragam berdampak pada beberapa aspek kota. Pertama, Medan kehilangan identitas unik yang membuatnya berbeda dari kota lain. Bangunan bersejarah seperti Istana Maimoon atau kawasan Kesawan yang kaya akan arsitektur kolonial perlahan tergantikan oleh gedung-gedung komersial yang tidak memiliki nilai historis. Selain itu, fenomena ini juga berdampak pada wisata budaya dan sejarah yang dapat mengurangi daya tarik kota bagi wisatawan.
Kritik terhadap desain perkotaan di Medan juga banyak ditujukan pada kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan pelestarian warisan budaya. Contohnya, beberapa bangunan tua di Kesawan dibiarkan terlantar hingga rusak, sementara izin untuk pembangunan baru di lokasi tersebut justru diberikan. Ini menunjukkan kurangnya perencanaan dan perhatian terhadap keberlanjutan arsitektur bersejarah, yang sebenarnya dapat menjadi aset penting bagi kota dalam menarik wisatawan sekaligus mempertahankan karakter kota.
Perlunya Pendekatan Desain Berkelanjutan
Untuk mengatasi masalah placelessness, Medan dapat mengadopsi konsep green city atau kota hijau yang menekankan keberlanjutan dan kenyamanan ruang publik. Dengan mengintegrasikan lebih banyak elemen hijau, kota dapat menjaga kenyamanan lingkungan sekaligus memberikan karakter yang lebih ramah bagi penghuninya. Misalnya, penerapan jalan hijau (green streets) yang tidak hanya menyediakan ruang hijau di tengah kota tetapi juga mengurangi polusi dan memberi kenyamanan bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda.
Selain itu, pemerintah kota seharusnya memperkuat kebijakan untuk mempertahankan dan merestorasi bangunan bersejarah yang masih ada. Kawasan bersejarah seperti Kesawan dapat dioptimalkan sebagai destinasi wisata yang mendukung nilai-nilai lokal dan menjadi ruang edukasi bagi masyarakat mengenai pentingnya pelestarian warisan budaya.
Kritik terhadap fenomena placelessness di Medan menunjukkan bahwa modernisasi tanpa memperhatikan identitas lokal hanya akan menghilangkan karakter dan daya tarik unik kota. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan desain perkotaan yang mengutamakan pelestarian sejarah dan keberlanjutan. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menjaga identitas Medan agar tetap khas, sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan akar budaya dan sejarah yang membentuknya.
Gehl, J. (2010). Kota untuk Rakyat . Island Press.
Lynch, K. (1960). Citra Kota . MIT