Waktu itu, aku sedang mengikuti sebuah acara di kotaku. Acara pembentukan asisten pengajar Al-Quran usia SMA. Pasalnya, Ayahku menjadi salah satu penyelenggaranya. Sebagai anak yang berusaha untuk melancarkan acara tersebut, akhirnya aku mengikutinya.
Aku tidak begitu khusyuk mengikuti acara tersebut. Entahlah, apa yang aku pikirkan, akupun tidak tahu.
Menjelang magrib. Konsumsi dari panitia berupa nasi goreng. Ayah memesan nasi goreng ke sebuah rumah makan yang memang sudah jadi langganan Ayah jika mengadakan acara-acara tertentu yang berhubungan dengan sabilillah.
Tiba-tiba seorang ibu mengajakku pergi ke rumah makan itu. Beliau mengatakan bahwa saat itu sedang tidak sholat, jadi tidak keberatan jika menemaniku mengambil nasi goreng pesanan panitia itu.
Aku pergi mengendarai sepeda motor. Meskipun di jalan raya, aku tidak khawatir walau aku tidak memiliki surat-surat berkendaraan lengkap. Sebab, kebetulan hari sudah menjelang malam. Tidak ada polisi berlalu lalang.
Aku kenal dengan ibu tersebut. Karena masih ada ikatan saudara. Mungkin sepupu jauhnya Ayah. Tapi aku lupa siapa namanya. Aku tidak menanyakan namanya, takut tersinggung.
Singkat cerita. Sampailah kami di rumah makan yang dituju tadi. Kami segera menghampiri ke kasir. Ternyata nasi gorengnya belum selesai. Masih ada beberapa puluh nasi goreng yang belum dibungkus.
Kami pun duduk di kursi makan yang tidak jauh dari kasir. Ibu yang bersamaku mengajakku berbincang-bincang kesana kemari. Membahas hal yang membuat geli. Sehingga aku tidak bisa menahan tawaku lagi.
"Bagaimana sekarang di usiamu yang sudah sepatutnya kamu mempunyai pendamping. Apa kamu sudah ada yang kamu suka?" ucap ibu itu.
Aku hanya tersenyum seraya menganggukan kepala.
"Oh iya, bagaimana dengan lamaran dari yang kemarin? Cocok loh, sama-sama kacamata" tanya ibu itu lagi yang membuat kepalaku agak memanas.