HP). HP sering kita gunakan untuk mencari resep masakan, menyelesaikan tugas, hingga bermain sosial media. Harganya yang terjangkau membuat hampir seluruh masyarakat memiliki HP dan bahkan jika kita teliti balita pun sekarang sudah memiliki HP sendiri. Karena kemajuan teknologi pula, melalui HP kita bisa mengakses apapun yang kita inginkan.
Masuknya era 4.0 di Indonesia membawa dampak yang berarti bagi masyarakat karena salah satu fungsi yang ditonjolkan yakni mempermudah pekerjaan di kehidupan sehari-hari. Adapula contohnya yaitu gawai atau yang sering kita sebut handphone (Seperti yang kita ketahui, bahwa balita sedang memasuki fase-fase dimana seorang anak sedang aktif dan tak jarang ibu rumah tangga yang sedang melakukan pekerjaannya dirumah seperti memasak menjadi terganggu. Sehingga mereka memberikan HP agar anak mereka tidak mengganggu pekerjaannya. Mereka sebagai orang tua memberikan keleluasaan anak untuk mengekspresikan ide-ide di usia aktifnya melalui HP, namun tindakan ini tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. Adapun alasannya karena informasi yang beredar di internet sangat beragam dan tidak semua bisa dapat ditonton oleh anak usia dini.
Menurut penelitian, anak balita sedang memasuki critical periode atau masa pertumbuhan dan perkembangan paling pesat pada otak manusia. Pada saat ini, otak sedang terbuka dan sangat peka dalam menerima berbagai pembelajaran baik positif maupun negatif yang ia lihat secara langsung. Kemudahan mengakses informasi apapun melalui internet menjadi salah satu dampak buruk bagi anak balita. Iklan yang muncul secara tiba-tiba biasa berisi tentang hal yang tidak seharusnya dilihat oleh anak balita dapat mempengaruhi rasa keingintahuan yang mereka miliki lalu akan memunculkan keinginan untuk membuka iklan tersebut.
Selain itu, adapula dampak radiasi dari layar HP yang dapat merusak jaringan syaraf mata. Tampilan menu ataupun di aplikasi permainan yang lucu membuat mereka kecanduan bermain hingga daya aktif mereka terhadap lingkungan sekitarnya menurun. Anak pun menjadi bersifat lebih individual dan lebih memilih bermain bersama HP yang dimilikinya dibandingkan bermain bersama teman seumurannya. Kondisi seperti ini bisa digolongkan menjadi kondisi kecanduan atau biasa disebut dengan Screen Dependency Disorder (SDD). Bahkan salah satu riset yang telah dilakukan menggunakan topik ini mengatakan bahwa kuman E.coli paling banyak ditemukan pada HP.
Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk mengatasi keresahan pada kejadian seperti ini. Sebagai orang tua seharusnya bisa mengajarkan anaknya bahwa HP hanyalah sekedar untuk hiburan saja. Sebaiknya orang tua juga mengajarkan kembali sebagaimana fungsi awal HP untuk anak balita, yakni untuk sarana pembelajaran. Visual audio yang terdapat pada permainan harus digunakan sebagaimana mestinya bukan untuk menjadikan ia lupa waktu dan terlalu fokus bermain. Dengan lebih sering mengajak komunikasi secara langsung dapat membantu perkembangan otak di usia emasnya tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H