Mohon tunggu...
Briliant A. Prabowo
Briliant A. Prabowo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Postdoctoral fellow - INL - International Iberian Nanotechnology Laboratory, Portugal

Ph.D.., Department of Electronics Engineering, Chang Gung University, Taiwan. Master of Engineering, Semiconductor Technology Program, Asia University, Taiwan. Bachelor of Engineering, Soegijapranata Catholic University, Semarang, Indonesia. Working Experiences: 2019 – Present, Nanodevices group, Department of Nanoelectronics Engineering, INL – International Iberian Nanotechnology Laboratory. 2018, Post-Doctoral Fellow, Chang Gung University, Taiwan. 2017 – 2019, Research Center for Electronics and Telecommunications, Indonesian Institute of Sciences. 2008-2017, Research Center for Informatics, Indonesian Institute of Sciences. 2006-2008, Trans TV, Transmission Department.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa yang Kita Harapkan dengan Kuliah Pasca-sarjana?

11 Mei 2012   07:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:27 5692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jika Anda merasa tidak siap dengan tanggung jawab untuk belajar pada pundak Anda, serta tidak tertarik dengan topik yang Anda pilih, maka janganlah menyia-nyiakan waktu dan uang Anda.”
James Intriligator, Bangor University, UK.

Apakah yang orang harapkan dengan mengenyang pendidikan pascasarjana (Master)? Kalau di Indonesia sering disebut dengan Magister atau strata 2 (S2). Apakah karir akademis? Apakah mencari peluang kesempatan kerja? Mencari kepuasan ilmu? Pembuktian diri? Mengisi waktu? Mencari ijazah untuk keperluan naik golongan/jabatan? Setiap orang tentu memiliki motivasi yang berbeda-beda, dan itu menjadi privasi masing-masing graduate student. Namun lepas dari motivasi apa yang melatar-belakangi tentu semua orang berharap "sesuatu" yang berguna dari pendidikan atau gelar yang mereka perjuangkan. Gelar master (jago dibidangnya eng.) memang akan membantu nilai tambah seseorang dalam mengembangkan karir di manapun, namun bukan berarti gelar pascasarjana akan menjadi bypass tiket untuk mencari kerja misalnya. Bisa jadi, kegagalan membuktikan kemampuan/keahlian bahwa calon karyawan tersebut memang di atas sarjana biasa, justru menjadi nilai kurang. Bukan tidak mungkin, bagi pemberi kerja akan berpikir, "Kalau kemampuan seorang master sama dengan kemampuan sarjana, dan dia meminta standar gaji yang lebih tinggi, lebih baik saya mempekerjakan yang sarjana." Secara ekonomis dan efektifitas tentu keputusan pemberi kerja tersebut lebih realistis. Seperti ilustrasi foto nyata di atas, yang saya kutip dari blognya Pak L.T Handoko, seorang peneliti yang semangatnya banyak menginspirasi saya secara pribadi. Seorang dengan kapasitas semacam itu saja, harus berjuang untuk mencari makan. Meskipun di Indonesia mungkin belum sampai seperti itu persaingannya, namun bukan mustahil banyaknya lulusan pasca sarjana akan mengarah ke sana. Lalu bagaimana mensiasati hal tersebut? Selalu terngiang jelas, sebuah kisah yang sering diceritakan seorang Professor dalam selingan kuliahnya. Dikisahkan di MIT (Massachusetts Institute of Technology), salah satu institut engineering terbaik di dunia, salah seorang profesoornya terkenal "pelit" memberikan nilai bagus kepada mahasiswanya. suatu ketika seorang mahasiswanya protes kepada professor tersebut,

"Professor, dalam setiap ujian yang anda berikan, kami menjawab dengan benar, seperti anda tahu, kami juga berasal dari universitas-universitas terbaik di dunia dan berkumpul di sini. tapi mengapa anda memberikan score yang kurang kepada kami." Sang professor menjawab, "Kalau kalian menjawab setiap soal sekedar benar, apa bedanya kalian dengan graduate student di universitas biasa lainnya? kalian MIT students kalian harus mampu memberikan jawaban yang berbeda dan bukan sekedar benar. Kalian harus bisa membuat saya surprissed dengan jawaban kalian."

Terkait dengan pendidikan pascasarjana, setiap kali merenungkan kisah tersebut saya pun berpikir, memang benar juga, jika semua orang hanya memegang gelar master, hanya memenuhi syarat kredit dan thesis, lalu differentiation apa yang bisa ditawarkan dari pemegang gelar tersebut? Ibarat disebuah taman, ratusan bunga berwarna merah dan terselip satu bunga berwarna putih kemudian mereka semua "bersaing" untuk dipetik pemilik taman sebagai penghias rumah, tentu bunga warna putih tersebut akan menjadi perhatian yang luar biasa dari pemilik taman. Lalu apa saja yang bisa menjadikan seorang graduate student berbeda dari mahasiswa kebanyakan? Banyak sekali sebenarnya yang bisa membuat berbeda. Hal yang pertama dan terutama tentu saja ATTITUDE. Mengutip quotation dari Whinston Churcill,

"Attitude is a little thing that makes a big difference".

Tentu saja banyak aspek yang terkait masalah attitude, seperti datang ke kelas tepat waktu, belajar mandiri, tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, inovasi belajar, inisiatif, disiplin dan banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Hal lain yang dapat dioptimalkan adalah sikap yang tidak mudah puas (dalam arti positif). di sini bukan berarti sikap yang tidak mudah puas sama dengan ambisius, bukan seperti itu maksudnya. Sebagai ilustrasi sebagai berikut, banyak syarat kelulusan Master salah satunya di bidang engineering mewajibkan sebelum lulus mahasiswa tersebut harus memiliki makalah ilmiah international. Misal dalam tahun pertama seorang student berhasil mempublikasikan karya ilmiah dari bahan yang dia pelajari selama di kampus, maka lanjutkanlah lagi penelitiannya untuk makalah ilmiah kedua, ketiga, sampai waktu kelulusan menjemput. Syukur-syukur bisa di terbitkan di konferensi yang memiliki impact factor yang baik. Selain makalah ilmiah, hal lain yang bisa dioptimalkan adalah, hak patent, Intelectual Property, join research, internship/kerja part-time profesional, dsb. Nilai tambah serta kepuasan yang didapatkan dari semua itu tidak akan terbeli oleh uang. Hal-hal tersebut tentunya sangat bermanfaat, untuk menggali kemampuan diri, karena jika sekedar memenuhi kredit kelulusan, dan membuat thesis dan oral defense di akhir study, bukankah mahasiswa sarjana S1 juga melakukan hal yang sama? Selamat menata masa depan, Taichung, 11 Mei 2012 Briliant A. Prabowo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun