Kondisi sosial-ekonomi inilah yang berujung pada aksi protes ratusan pemuda pada tanggal 8 Februari 2022 lalu di sekitar Sirkuit Mandalika. Para pemuda menyayangkan mereka tidak dilibatkan dalam ajang MotoGP Mandalika. Memang, pada tahun pertama penyelenggaraan MotoGP, agaknya cukup sulit untuk mengakomodasi semua kepentingan. Apalagi, hingga beberapa pekan menjelang penyelenggaraan, masih banyak area di sekitar sirkuit yang belum termanfaatkan secara optimal.
“Sport Megaevent MotoGP Mandalika 2022 sama dengan trade off pertumbuhan antara sosial budaya dan ekonomi”
Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus memang perlu dipikirkan untuk menjadi potensi pemasukan secara nasional dengan pengembangan investasi dan peningkatan pengunjung untuk meningkatkan devisa negara. Perhelatan motor GP Mandalika dijadikan sebagai momentum kebangkitan kembali pariwisata Indonesia dan pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor kreatif dan UMKM, karena berhasil menggaet sebanyak 3000 wisatawan dengan total pemasukan sebesar 500 miliar rupiah (Kemenparekraf.go.id). Selain itu gelaran MotoGP di Mandalika bisa menjadi branding pariwisata Indonesia dengan menonjolkan keindahan alam dan keragaman budayanya. Namun, gelaran Moto GP mandalika juga tidak lepas dari berbagai permasalahan.
Sering tidak kita sadari bahwa dibalik setiap pembangunan akan dilatar belakangi dengan pertimbangan sebesar apa trade off yang harus dibayar. Terdapat potensi konflik dan penolakan masyarakat lokal, mengingat pembangunan sirkuit Mandalika yang masih menyisakan konflik alih guna lahan dengan masyarakat sekitar. Kemudian perlu juga dipertanyakan seberapa besar keterlibatan masyarakat lokal didalam proyek pembangunan ini.
Apakah keuntungan yang dihasilakan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal secara signifikan? Pada akhirnya sport megaevent ini dapat mengundang banyak investor lokal maupun international yang membuat posisi masyarakat lokal semakin terhimpit, karena hanya terlibat pada sektor informal seperti tukang parkir atau pedagang UMKM.
Ketika melihat secara jangka panjang, besarnya potensi yang dimiliki oleh Lombok Tengah tentu dapat menjadi ceruk yang bisa dimanfaatkan segera untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat sekitar. Wisata pantai, Bukit Seger, Desa Wisata Sade, Sirkuit Mandalika, hingga kekayaan alam dan budaya lainnya dapat menjadi magnet yang memancing geliat perekonomian Lombok Tengah dimasa yang akan datang. Tentunya sport megaevent ini dapat dijadikan added value sebagai pendukung sinergi potensi sumber daya lokal, dan menjadi magnet untuk menggerakkan sektor lain yang menjadi andalan, misalnya pertanian atau bahari. Proses perencanaan dan sosialisasilah yang menjadi kunci melalui pembuatan Rencana Strategis (Renstra) dan roadmap pelibatan komunitas lokal agar dapat berkelanjutan dan tidak hanya terjadi sekali saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H