Dari bulan kebangsaan Agustus yang dimulai tepat pada tanggal 1 Agustus dengan pembukaan pameran dari 15 orang seniman baik yang diundang maupun yang menyambut tema kebangsaan dalam rangka 78 tahun Indonesia dan problem-problem internal seperti suku dan budaya yang merupakan ancaman juga, di dalam himpitan internal dan eksternal yang terlihat dan dirasakan. Tampang yang ekspetakuler untuk melihat ke depan, posisi bangsa yang kedepan bakal apa yang tampilan seperti ini dan menjadi penting untuk mengikat ulang untuk merumuskan kita kembali siapa kita yang menjadi panca indra kita untuk saat ini. (Pak Bambang) - Garuda sebagai identitas bangsa dan lambang negara. Pak Bambang dengan karya pak nyoman dengan rasa spektakuler, ternyata orang Indonesia bisa buat karya seperti ini. Apa lagi ada belahan-belahan, dan ini dimiliki oleh kita, representasi Indonesia sesuatu yang besar itu dimulai dari budaya dan konstitusional nya, dan tentu saja dengan kekuatan beliau dan disetujui dengan bapak presiden. Yang merealisasikan, tapi dengan kajian nya Kalimantan Selatan kurang dan dipindahkan ke Kalimantan Timur , 2019 ingin memindahkan ibukota ke Kalimantan menjadi titik pusat ibu kota ini dalam undang-undang ini, dan ini berbicara sebuah negara pemerintah dengan DPR ini membahas tentang undang-undang, untuk mendukung untuk tidak ilegal kita membuat undang-undang untuk merealisasikan. Karena anstrom membuat keputusan jadi politisi karena tidak ada ang politik, and everything is politics. Karena kita tidak sadar anggaran dalam negara itu dari ibu kota ini kemudian dikasih kompensasi itu wajar dalam dunia bisnis. MONARSI (monumen dan arsitektur) Di situ kita syukuri, bahkan kebebasan luar biasa ini dipake buat hal-hal kreatif kan kita menuju zaman yang maju dengan kata lain kerja keras 40% dan 50% itu ga akurat google juga. Â Pesan untuk mahasiswa adalah ada 3 sebenarnya perkara takut, AI dan nasehat. AI yang bikin manusia jadi jangan takut, AI itu goblok kita yang ngasih paling bego itu, komputer itu alat bego paling sedunia. Kedua tentang takut, orang di penjara saja tapi lu tidak bisa penjarakan hati saya tentang pesan kalo mau serius, serius aja di dalam 1 bidang wawasan boleh luas tapi kita harus serius, kita harus serius aja.Â
1. JujurÂ
2. Rendah hati
3. You became human / humanumÂ
Tanggal 1 yang dimulai dengan acara pameran seni,
Tanggal 7 Agustus, dan sekarang akan kita tutup dengan acara seniman seniman. Nah acara ini memperkenalkan konsep seniman nya dan juga hal hal menarik yang perlu diberitahukan kepada semua orang.Â
Nanda Audrey, cerita itu menganggap eveksi. Salah satunya adalah tidak ada pameran ini, maka seni itu lah yang menumbuhkan. Makna yang bagus yang akan dilanjutkan sampai ke peradaban selanjut nya. Misal, itu kan kalian menyulap karena dongeng. Untuk membangun cerita, selanjutnya akan lebih banyak memperkenalkan menjadi poin tertentu ini kesepakatan saya, saya ingin bercerita saya orang bandung masuk ke Jogja kemudian balik ke bandung seperti tuan rumah tanpa halaman seperti tamu, balik lagi ke soal seni saya adalah saya menganggap seni itu adalah fiksi, saya menemukan bahwa seni itu adalah sebuah fiksi yang bisa mengalahkan dunia imajinasi. Boleh dianggap bukan seni, bagi saya itu seni adalah fiksi bukan imajinasi. Karena seni bisa bermain di ruang-ruang, itu lah termasuk seniman. Tanpa itu seni menjadi kosong, atau hanya sekedar memindahkan objek, seni sebagai suatu bentuk objek. Bukan soal menyalin atau menjiplak, maka dia harus mampu mengerti lebih dari itu karena ada 1 frasa yang sulit saya jawab. Yang ingin saya sampaikan adalah kita tahu misal banyak karya seni lahir dari peristiwa-peristiwa besar. Ada 1 setting atau peristiwa besar, pertanyaan itu sempet menjadi salah satu pertanyaan yang menguat tapi tidak bisa terjawab, saya sebagai orang yang mengalami perpindahan dari bandung ke Jogja, sebagai stikma yang angkatan darat sedangkan orang tua saya angkatan udara, akhir nya saya harus keluar. Yang kedua, saya masuk dalam reformasi di mei banyak korban berjatuhan terkadang luar biasa teman-teman tidak bisa merasakan rasa takut setiap hari dari tahun 80an sampai 90an. Pandemi ini menurut saya adalah peringatan atau simbol atau semacam teguran atau mempersingkat nya di suruh pulang, dan itu juga horor. Bagi temen-temen itu mengalami cuma beda kasus, dapat kasus ada orang meninggal, dll bagi saya sejak saya meninggalkan rumah dari tahun 90 tiba-tiba ada pandemi di suruh pulang ke rumah. Ribuan tahun lebih saya tidak ngapa-ngapain. Terus karya apa yang dibuat di situ sampai sekarang tidak ada karya seniman dari peristiwa tersebut. Arti nya dua goncangan tersebut tidak melahirkan apapun, pas pandemi itu saya melahirkan 3 buah pameran yang saya anggap pameran menyempitkan pikiran-pikiran itu lah tentang seni. Tidak menyebabkan kita seniman tidak bisa pameran.Â
Erika Ernawan, kalo dalam berkarya saya berangkat dari suatu pertanyaan ini lebih ke soal bagaimana kita memandang soal subjek dan objek, jadi ini di latar belakangi jadi seni rupa tidak jauh dari masa kecil saya namun semakin saya besar, untuk kesenian A itu ada satu prinsip-prinsip yang agak gak srek mungkin dari situ salah satu alasan mengapa Seni saya sulit di kembangkan. Bahwa karya seni itu selesai, kalau karya seni di pajang di dinding maka karya seni selesai, proses pada saat karya itu dan bahkan saat proses karya nya. Apakah kita mampu untuk mengenali atau menilai untuk mengenali sebelumnya. Kita melihat sesuatu itu berdasarkan kita tahu, kita mau dan kita percayai. Itu jadi satu hal yang menjadi bumerang jadi cenderung di tanah atau kategori. Tapi itu menjadi sesuatu berbeda kategori itu jadi banyak ada satu karya yang mengangkat objek perempuan seolah pembaca karir tersebut case. Mungkin kita tidak sadari kita cuma di wilayah. Kemudian hal itu tidak menjadi hal tidak penting lagi bagi saya, sebetulnya dapat mentransfer seperti karya tentang diri sendiri. Tentang masa pandemi tapi pada saat pandemi itu sangat berat bagi saya, kebetulan saat itu juga jadi ketika saat itu jadi saya mengulang kembali, bukan itu yang dibicarakan dalam estetika itu sendiri. Praktek sebagai arsitek, saya suka mengoleksi sampai saya kerja, pada museum Bali saya belajar itu dari titik nol lagi. Secara seni, tapi mengenai teori modern keterampilan mulai dari pensil, cat air, pastel, akrilik dan cat minyak. Kemudian bergabung kelompok.Â
Lena, lulusan seni tari. Kalo konsep dalam berkarya segala sesuatu yang saya lakukan di smtari atau pun yang sekarang baru saya sentuh dari wilayah seni rupa selalu ingin mencoba sesuatu yang baru, saya ingin membuat bagaimana dengan segala keterbatasan. Ingin mencoba untuk mengenali diri sendiri lewat karya, karya menurut saya bagi saya sebuah meditasi bagaimana cara mengenali diri sendiri. Karena, yang berbeda kan media tapi dalam mengungkapkan ekspresi nya apa yang dalam media canvas itu, seperti menari tapi waktu nya tidak berbulan-bulan tidak bermenit-menit. Tapi saya langsung benar-benar menari di canvas istilahnya seperti itu. Jadi kalo seni tari saya mempelajari seni lain, seperti nutrisi supaya lebih terpacu. Ketika semua acara banyak di cancel ketika mau perform banyak masalah, karena udah gak kuat untuk ingin mengekspresikan jadi saya coba-coba langsung cari langsung. Terus ada canvas ya udah jadi saya akhir nya pegang-pegang lah cat ini. Akhir nya saya terus mencari agak tidak sama dengan desain folok, padahal saya menari akhir nya saya pede aja buat begitu. Tahapan yang biasa tapi luar biasa, cara melihat itu menjadi sangat teliti itu lah menyebabkan saya mencari sudut yang lain, apa yang saya bicarakan dapat menambah pemahaman kalian juga. Saya lahir di sebuah kampung dipengaruhi oleh tradisi yang sebenarnya juga oleh kolonial yang masyarakat nya, masyarakat di situ juga bertani. Dan barangkali di situ juga ada semacam ingatan barangkali satu daya yang mengantar saya masuk pada apa yang saya tekuni, di kampung saya satu tahun sekali ada satu perayaan yang menarik karena saya menemukan berbagai seni, ada berbagai macam seni. Kalo kita lihat lagi yang menyebabkan tradisi seperti itu di sekitaran itu disengaja oleh pihak kolonial di satu sisi untuk para petani seluruh masyarakat berpesta pora, orang kota menyebutnya seni. Tetapi saya memulai mengenal seni rupa ketika saya menginjak sekolah menengah pertama, saya melihat sosok yang ganjil saya yang kerjaan nya corat coret baru di bandung saya menemukan bahwa itu Afandi. Â Cara berpikir yang seperti itu upaya-upaya metafora, ini yang barangkali di garis bawahi, seni itu fiksi. Setiap ia berkarya saya merasa bahwa tidak ingin menciptakan yang baru tapi saya ingin merumuskan yang baru yang pernah saya katakan sebelumnya. Â Tentang bagaimana untuk mencari satu medium yang bisa menjadi sarana ekspresif. Biasa nya kan hitungan yang sangat ketat atau teks book dan ukuran-ukuran yang super pasti dan menemukan dan mengalami sebuah yang dikatakan lah kerendahan batin. Sebuah upaya meditasi menjadi eksplorasi dan menari berbagai medium di canvas, mirip folok kalo pak Adianto mulai dengan tradisi sebagai picu seniman. Bahwa yang non pasti berarti gak pasti menjadi suatu misi terus berlangsung sampai sekarang mencapai metafora. Melalui proses bangun, sebenarnya ini hanya perbincangan masih dalam proses ini menjadi semacam sebuah pertanggung jawaban peristiwa ingin merayakan 17-an, kemudian berunding tentang tema. Dan karena popula itu kebangsaan, kemerdekaan itu kebangsaan. Itu 2 peristiwa dan kemudian ternyata di seni ini kemudian masuk bagian menjelang peristiwa 17 agustus, dua seniman pak Afandi menurut Sugiro. Dibalik peristiwa kemerdekaan kita bisa melihat banyak hal, politik itu seni sehingga politik itu sendiri menjadi peristiwa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H