Mohon tunggu...
Brigidta PermataJaya
Brigidta PermataJaya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Haii, kenalinaku brigid. Jangan lupa membaca blog aku yaa!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sengketa Masa Lalu Tak Kunjung Usai, Dendam pun Lekat Tertanam

19 Oktober 2022   18:27 Diperbarui: 19 Oktober 2022   18:31 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang terbentang dari Sabang hingga Merauke dengan masyarakat yang majemuk karena terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras, dan budaya. Negara ini terdiri dari 17.000 pulau yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan data yang dikeluarkan oleh pemerintah hingga tahun 2021 dan tercatat ada sebanyak 275 juta penduduk hingga tahun 2022. Dengan kata lain, Indonesia dipenuhi oleh sejumlah keberagaman di setiap aspek, seperti pola pikir, pola hidup, keturunan, etnis, budaya, suku, agama, dan ras. Tidak dipungkiri, toleransi di negara ini masih kurang dijunjung tinggi karena banyaknya kasus dan masalah yang mendasari rasa diskriminatif dan rasisme. 

Rasisme dan diskriminasi didasari oleh adanya identitas nasional yang berlandaskan di dalam diri setiap orang. Identitas nasional merupakan karakteristik yang tertanam dalam diri setiap masyarakat di Indonesia demi menghasilkan eksistensi bersama. Karakteristik ini yang menjadi tameng setiap orang dalam menjalankan hidupnya di lingkungan tempat mereka tinggal. Indonesia dilandasi oleh Pancasila yang menjadi rujukan membangan identitas warga negara menuju identitas nasional, sehingga setiap orang memiliki dua identitas, yaitu identitas primer dan identitas sekunder. Identitas primer atau etnis adalah identitas yang secara alamiah berada dalam diri seseorang atau karena keturunan, genetik, dan natural. Identitas ini merupakan identitas diri secara individu yang sangat penting sebagai penentu identitas nasional. Kebalikannya, identitas sekunder adalah identitas yang ada karena didasari adanya kesepakatan bersama.

Keberagaman yang ada menimbulkan sejumlah konflik rasisme dan diskriminasi dari beberapa pihak atau kelompok kepada pihak atau kelompok lain. Sikap rasisme atau intoleransi ini akan selalu ditemui di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya manusia yang tumbuh dan berkembang dengan beragamnya cara hidup dan cara berpikir yang tidak akan sama satu dengan yang lainnya. Rasisme sendiri merupakan pandangan psikososial terhadap identitas primer dan tindakan kecenderungan yang memojokan, merundungi, atau mengasingkan suatu kelompok tertentu karena identitas ras. Adanya rasisme menimbulkan adanya sifat mendiskriminasi, menindas, menghina, dan menjatuhkan.

Timbulnya insiden asrama mahasiswa Papua di Kota Surabaya merupakan salah satu contoh kasus rasisme yang terjadi di negara ini. Insiden ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 2019 di asrama mahasiswa Papua yang terletak di Surabaya karena permasalahan bendera merah putih yang tidak dipasang di depan asrama menjelang hari kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tanggal 17 Agustus 2019. Mahasiswa Papua yang tinggal di asrama menolak untuk memasang bendera merah putih sehingga bendera tersebut dipasang secara paksa oleh warga di depan halaman asrama, tetapi keesokan harinya warga menemukan tiang bendera sudah patah dan bendera tersebut sudah berada di dalam selokan/got.

Hal ini sangat memicu emosi dan kemarahan massa terhadap seluruh mahasiswa yang berada di dalam, sehingga terjadilah aksi demonstrasi yang berujung melenceng terhadap rasisme karena terdengarnya teriakan dengan kata-kata yang memojokan dan mengucilkan, bahkan rasial kepada mahasiswa Papua. Akhirnya polisi pun turun tangan dan langsung mendatangi TKP, tetapi hasilnya adalah zonk, melainkan tidak ada satu pun mahasiswa yang mau keluar untuk dikonfirmasi oleh polisi. Polisi akhirnya menembakan gas air mata dan membawa sebanyak 43 mahasiswa Papua ke kantor Polsek Wonokromo untuk dimintai keterangan dan setelah selesai, mereka dipulangkan. Pada malam harinya, ada 2 orang yang masuk ke dalam asrama dan dimintai keterangan polisi.

Hal ini akhirnya menimbulkan berita hoax yang tersebar secara kilat di media sosial bahwa telah terjadinya pengusiran mahasiswa Papua di Surabaya, adanya tindakan persekusi dan diskriminasi terhadap mereka, dan penculikan 2 mahasiswa Papua yang harus dibebaskan. Berita-berita hoax yang tersebar membuat banyak sekali warga Papua yang kecewa dan marah hingga menimbulkan aksi-aksi demonstrasi secara kasar dan brutal yang tersebar di beberapa wilayah di Papua, seperti kantor DPRD Papua dan fasilitasnya dirusak, kantor lembaga permasyarakatan di Sorong dibakar, kantor Dewan Adat di Fakfak juga dibakar, kerusakan-kerusakan fasilitas dan barang pribadi seperti mobil, motor, dan masih banyak lagi.

Insiden ini yang merupakan murni pidana, telah berubah menjadi isu politik jika melihat ke belakang. Permasalahan yang terjadi di Surabaya tidak lepas dari aksi demo yang dilaksanakan oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di beberapa daerah di Indonesia dalam rangka memperingati New York Agreement yang disahkan pada 15 Agustus 1962. New York Agreement merupakan perjanjian antara Republik Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang difasilitasi oleh PBB (Sekjen U Thant) yang menunjuk Duta Besar Amerika Serikat, Elsworth Bunker sebagai mediator yang menghasilkan "Agreement between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands concerning West New Guinea (West Irian)". Dari New York Agreement, akhirnya penentuan suara rakyat (Pepera) untuk menentukan pemegang kekuasaan Papua jatuh di tangan Indonesia atau bukan, dilaksanakan secara musyawarah pada bulan Desember 1969 dan menghasilkan bahwa Papua menjadi bagian dari Indonesia.

Sampai saat ini, masih banyak aktivis Papua yang tidak setuju dengan hal ini karena ingin memerdekakan dirinya dari Indonesia dan berdiri secara merdeka di tangan sendiri dengan mendirikan suatu organisisasi bernama "Papua Merdeka", karena pada saat Pepera 1969, hanya ada sebanyak 1.025 penduduk dari 800 ribu penduduk yang mengikuti musyawarah. Organisasi ini merupakan organisasi separatis teroris yang didirikan pada tahun 1963 untuk selalu membuat kekacauan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Setelah melihat sengketa Papua di masa lalu, dapat disimpulkan bahwa insiden di Surabaya merupakan sebuah insiden yang dapat diartikan sebagai alat aktivis kemerdekaan Papua untuk menyuarakan kembali rundungan mereka untuk merdeka dari Indonesia. Di sini terlihat bahwa insiden ini merupakan sebuah insiden yang berawal dari tindak pidana, menjadi sebuah kasus rasisme dan diskriminasi yang selalu ada terhadap orang Papua di Indonesia.

Untuk menyelesaikan isu dan permasalahan ini, pemerintah wajib untuk segera mengambil tindakan dengan membuat strategi baru dalam merespon tuntutan orang asli Papua mengenai kebenaran sejarah Papua karena selama ini pemerintah hanya mendiamkan sengketa ini dan menganggap final yang dianggap kurang bijaksana. Selain itu, penegakan hukum di negeri ini harus dikuatkan lagi untuk menuntaskan tindak pidana atas penghinaan terhadap bendera Merah Putih dan juga pelaku penghinaan oleh para demonstran yang tergabung dalam Ormas Surabaya terhadap seluruh mahasiswa yang dirugikan secara cuma-cuma. Sebagai lembaga legislatif, DPR wajib untuk memberikan pengawasan, penanganan, dan memberikan perhatian secara adil terhadap Papua serta memastikan adanya kesejahteraan masyarakat Papua yang terus berjalan.

Terakhir, kita sebagai masyarakat harus selalu menjaga kesopanan dan santun serta sikap menghargai dan menghormati siapapun yang kita temui semasa hidup karena pada akhirnya manusia merupakan makhluk sosial yang berarti akan saling membutuhkan dan melengkapi untuk bisa berjalan bersama-sama menghadapi situasi dunia. Adanya rasisme dan diskriminasi terhadap perbedaan yang ada, hanya membuat negara ini tidak akan pernah bisa maju untuk menjadi negara yang peduli akan cinta kasih, kekeluargaan yang solid, dan minimnya keutuhan NKRI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun