Sekarang ini gagasan modern tentang pendidikan banyak bermunculan. Contohnya seperti pemberian sangsi kepada anak oleh guru yang lebih mendidik, pembelajaran di SD yang seharusnya tidak berfokus pada kognitif tapi lebih menekankan pada pembinaan karakter, bahkan yang terbaru adalah gagasan tentang tidak diperlukannya pemberian PR kepada siswa, serta yang fenomenal dan kontroversial adalah gagasan full day school oleh Menteri Muhadjir Effendy.
Dari sekian banyak gagasan tersebut saya lebih tertarik membahas tentang pendidikan berbasis minat dan bakat anak. Gagasan ini juga bukan hal baru. Sudah sering kita mendengar bahwa bakat anak berbeda-beda sehingga jangan menjudge anak yang tidak pandai matematika itu, bodoh secara keseluruhan. Bisa saja kemampuannya ada dibidang lain. Namun pentingnya minat dan bakat anak ini sepertinya gaungnya belum terlalu keras. Pengembangan minat dan bakat anak baru sebatas anjuran yang sebaiknya dilakukan orang tua dan guru. Tentu hal itu akan berdampak kurang signifikan. Hanya orang tua dan guru yang menyadarinya saja yang akan melakukannya.Â
Berbeda jika kita bandingkan dengan pendidikan di Finlandia. Sudah bukan hal baru jika negara itu menjadi panutan menjalankan sistem pendidikan yang baik (walaupun sekarang predikat sistem pendidikan terbaik bukan lagi milik Finlandia). Sayangnya, yang lebih sering dibahas kebanyakan orang dari sistem pendidikan di Finlandia adalah tentang tidak adanya PR, tidak adanya ujian nasional, dan waktu belajar yang tidak lama (5 jam).
Padahal satu hal lagi yang luput dari perhatian adalah mutu sekolah di Finlandia semuanya sama. Tidak ada namanya sekolah unggulan atau sekolah favorit. Kalau di Indonesia kan ada sekolah nasional, nasional plus, SSN, dan pernah ada juga RSBI. Hal yang membedakan dari tiap sekolah di Finlandia adalah bahasa asing dan kegiatan olahraganya. Jadi orang tua dapat memilih sekolah yang sesuai dengan bakat olahraga siswa. Pada pembahasan ini kegiatan olahraga tersebut saya asumsikan sebagai kegiatan ekstrakurikuler (ekskul).
Di Indonesia sekarang ini, wadah untuk menyalurkan bakat anak adalah kegiatan ekskul. Dan ekskul itu kadang-kadang dipandang sebelah mata, hanya untuk formalitas. Tak jarang siswa memilih ekskulnya secara asal-asalan
Nah... kini masuk pada inti pembahasan saya. Saya berpikir agar pemerintah mengikuti Finlandia yaitu mengharuskan tiap sekolah memiliki spesialisasi ekskul. Dengan demikian, Orang tua dapat memilih sekolah yang memiliki ekskul unggulan sesuai minat dan bakat anak. Spesialisasi ekskul bukan berarti sekolah itu hanya mengadakan satu ekskul saja. Sekolah juga tetap mengadakan ekskul lainnya, namun ada satu ekskul yang diunggulkan baik dari segi fasilitas, pengajarnya, hingga prestasinya.
Hal ini akan berjalan efektif jika orang tua atau sang anak memang sudah tahu apa minat/bakatnya. Bagaimana bagi mereka yang belum tahu minat/bakatnya ? Untuk masalah itu, maka sekolah wajib melakukan tes bakat. Dari situ, pihak sekolah dapat mengarahkan ekskul yang tepat untuk siswa. Jadi idealnya, setiap siswa wajib mengikuti ekskul.Â
Untuk mendukung ini semua, pemerintah juga harus menyediakan anggaran untuk pengadaan fasilitas ekskul dan honor pengajar ekskul ditiap sekolah. Selain itu pemerintah juga sebaiknya memiliki database tentang SDM yang kompeten dibidangnya yang bisa menjadi rekomendasi sekolah untuk merekrutnya menjadi pengajar ekskul.
Pada akhirnya, ekskul yang diikuti anak bukan lagi sebagai formalitas. Namun juga merupakan hal penting dan hal serius yang dilakukan siswa sebagai bagian dari pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Mengapa pendidikan berbasis minat dan bakat penting ?
Ya... dari tadi saya panjang lebar membahas tentang pendidikan berbasis minat dan bakat. Memang apa pentingnya ?