Mohon tunggu...
Bryan Pasek Mahararta
Bryan Pasek Mahararta Mohon Tunggu... Freelancer - Youth Society

Youth Empowerment | Diversity Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2024, Pertaruhan Demokrasi Konstitusional

14 Februari 2024   04:04 Diperbarui: 14 Februari 2024   09:34 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak hal yang bisa kita pelajari saat ini. Tentunya, kemudahan akses informasi dalam menyambut bonus demografi. Tahun 2024 ini kita mengalami transisi kepemimpinan nasional. Pemilihan umum untuk pertama kalinya akan dilaksanakan secara serentak.

Mulai dari Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada bulan Februari, selanjutnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di bulan November. Semestinya proses demokrasi ini menjadi surplus regenerasi kepemimpinan bangsa. Faktanya, isu kecurangan Pemilu justru ditampilkan secara terang-benderang oleh penguasa.

Wacana menuju Indonesia Emas 2045 yang selalu digembar-gemborkan runtuh seiring memudarnya sikap kenegarawanan pejabat kita. Saat ini, kita tidak bisa lagi mengandalkan pola lama untuk memperkaya wawasan ditengah perubahan peradaban yang sedang terjadi.

Sayangnya, kita tidak pernah belajar dari sejarah secara runut. Mengingat tingkat literasi kita yang stagnan di posisi menengah ke bawah, menjadikan pragmatisme berbalut politik gimik sebuah kenormalan.

Mimpi besar reformasi

Sebanyak 60% pemilih adalah anak muda. Mereka terpisah dari dua generasi, milenial dan Gen-Z. Tak banyak yang tahu seperti apa potret buram gelombang massa yang memperjuangkan reformasi. Begitu kelam era orde baru (orba) sampai jelang lengsernya kekuasaan Pak Harto yang dipaksa mundur. Tuntutan aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil pro demokrasi mencatatkan sejarah awal mula reformasi.

Gagalnya antisipasi strategi Pak Harto mengendalikan stabilitas politik nasional, mulai terasa ketika 14 Menteri perekonomian di Kabinet Pembangunan VII memilih untuk mengundurkan diri. Krisis moneter di kawasan Asia pun berdampak luas sampai meruntuhkan Repelita Orba. Kepercayaan publik mulai goyah. Manakala Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) kian memuncak, pejuang reformasi ambil alih menentukan nasib pemerintahan.

Kerusuhan yang terjadi antara massa dan militer tak bisa dihindarkan. Aksi represif aparat dan intimidasi gaya Orba seperti tak ada habisnya. Tragedi penembakan 4 (empat) demonstran mahasiswa Trisakti tak bisa dihindarkan. Puncaknya, 21 Mei 1998 Pak Harto pun memilih untuk mundur dari jabatannya setelah 32 tahun berkuasa lamanya.

Kemenangan aktivis pro demokrasi memang tak sebanding dengan penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh rejim. Meski begitu, BJ Habibie berhasil mengantarkan proses pemulihan politik dan ekonomi nasional melalui Pemilu 1999. Habibie cenderung lebih demokratis. Ia tidak lagi menunjukkan wajah otoritarian rejim orba meskipun bisa saja dilakukannya dengan berbagai cara.

Reformasi pun punya harapan besar. Abad milenium, menjadi penawar masa gelap akhir periode orde baru. Pemilu 1999 cukup sukses dengan sistem multipartai pasca orba. Partai politik tumbuh subur mengawal demokrasi masa ini. Amien Rais, Gus Dur dan Megawati yang merupakan simbol dari perjuangan reformasi berhasil mendapatkan posisi terbaiknya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun