Implementasi filsafat pragmatisme dalam pendidikan bertujuan untuk membuat pembelajaran lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari. Filsafat ini menekankan bahwa pengetahuan seharusnya tidak hanya dipelajari untuk kepentingan teori saja, tetapi juga harus bisa diterapkan dalam menyelesaikan masalah yang nyata. Dalam pembelajaran pragmatisme, guru lebih menekankan pengalaman langsung dan praktik daripada hanya menjelaskan teori. Siswa didorong untuk terlibat aktif melalui diskusi, proyek, atau eksperimen yang berhubungan dengan masalah-masalah yang terjadi di dunia saat ini. Pembelajaran ini mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, dan keterampilan sosial yang penting. Dengan cara ini, siswa belajar untuk menghubungkan pengetahuan yang mereka pelajari dengan situasi nyata, sehingga apa yang mereka pelajari terasa lebih berguna dalam kehidupan mereka. Selain itu, metode ini membuat siswa merasa lebih termotivasi karena mereka merasa memiliki kontrol lebih besar atas proses pembelajaran mereka. Dengan pendekatan pragmatis, pembelajaran menjadi lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk masa depan. Siswa tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga dari pengalaman langsung, yang membantu mereka menjadi pembelajar yang aktif dan siap menghadapi tantangan hidup.
      Implementasi Pragmatisme atau pendidikan bergambar menganggap bahwa pengalaman berikut dan reasansement pengetahuan sangat penting. John Dewey kepala pendiri aliran ini mengemukakan pengertian bahwa pendidikan sebaigunakan laiknya pengalaman secara langsung yang diterapkan dalam kehidupan nyata. Mengikuti pemahaman Dewey, informasi yang diberikan di sekolah tidak sebaiknya hanya berupa informasi teoritik secara individu yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari namun harus memberikan dampak yang dapat ditimkan oleh siswa pada masalah-masalah sehari-hari. Di dunia pembelajaran sejarah, pendekatan pragmatisme memanfredalkan siswa untuk mengerjakan secara khusus dan tidak hanya untuk menghafal fakta sejarah tetapi untuk mempelajari sejarah dengan memahami bagaimana fakta sejarah terkait dengan politik sosial-budaya kontemporary. Dengan cara seperti itu, sejarah menjadi dapat diterapkan dalam kehidupan siswa, memungkinkan mereka untuk berpikir dan menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dengan isu-isu saat ini. Pendidikan sejarah yang di pakai tipe pragmatisme ini menekankan diri pada pengujien afinitas keterampilan pemikiran kritis dan analitis yang mempelajari siswa mengenai konsep dari suatu peristiwa sejarah dengan mengevaluasi dampaknya dalam mengenai kondisi suatu masyarakat saat ini. Pengalaman yang berkaitan dengan studi sejarah membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman yang lebih dalam dan praktis tentang dunia tempat mereka tinggal.
      Adapun metode-metode yang dapat dilakukan untuk melaksanakan pragmatisme dalam pembelajaran sejarah di antaranya adalah pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis permasalahan, penggunaan sumber sejarah asli, dan kegiatan lapangan. Implementasi pembelajaran berbasis proyek memungkinkan siswa untuk melakukan penelitian tentang jenis sejarah tertentu dan mendapatkan hasil nyata dalam bentuk presentasi atau pertunjukan. Hal ini memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam mencari informasi dan mampu mengolahnya secara kritis. Contohnya, siswa dapat membuat proyek tentang peristiwa sejarah Indonesia dan dampak dari peristiwa tertentu seperti Hari Kemerdekaan atau reformasi 1998, baik secara sosial maupun sekarang. Proyek semacam ini juga melatih kepekaan kritis dan analitis siswa, dan memungkinkan mereka membangun kepekaan kreatif, kolaborasi, yang termasuk mendengarkan rekan-rekan seperjuangan dan bekerja menuju solusi yang telah disepakati.Dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa diperkenalkan pada masalah nyata yang terkait dengan sejarah. Mereka bisa memeriksa dampak suatu peristiwa sejarah terhadap kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat saat ini, misalnya. Dengan diskusi dan penelitian, siswa belajar berpikir kritis dan menemukan solusi dari fakta-fakta sejarah. Penggunaan sumber sejarah otentik, seperti dokumen asli, foto, atau artefak, juga dapat memberikan pengalaman langsung yang memajukan pemahaman lebih dalam mengenai konteks dan makna suatu peristiwa sejarah. Selain itu, kegiatan lapangan, seperti mengunjungi situs sejarah atau museum, memberi pengalaman konkret yang membuat pembelajaran lebih hidup dan bermakna. Implementasi filsafat pragmatisme dalam pembelajaran sejarah menawarkan banyak manfaat yang mendalam bagi siswa. Salah satunya adalah memberikan pengetahuan yang lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan menghubungkan materi sejarah dengan isu-isu yang terjadi saat ini, siswa bisa melihat bagaimana pelajaran sejarah berhubungan langsung dengan dunia nyata. Ini membuat informasi yang mereka pelajari terasa lebih berguna dan bermanfaat. Selain itu, pembelajaran pragmatisme juga mendorong siswa untuk berpikir kritis. Dalam analisis sumber dan diskusi kelompok, siswa dilatih untuk tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi juga untuk mengajukan pertanyaan dan mempertanyakan kebenarannya. Ini membantu mereka menjadi pemikir yang lebih kritis dan terbuka terhadap berbagai perspektif.
      Metode pembelajaran berbasis pengalaman adalah salah satu cara untuk menerapkan pragmatisme dalam sejarah. Melalui proyek, studi lapangan, atau eksperimen sosial, siswa belajar langsung dari pengalaman, bukan hanya dari buku teks. Hal ini membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar karena mereka merasa lebih bertanggung jawab terhadap pembelajaran mereka sendiri. Dengan cara ini, mereka tidak hanya menerima pengetahuan dari guru, tetapi juga aktif mencari dan memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis pengalaman ini juga membantu siswa mengembangkan keterampilan belajar mandiri, serta kemampuan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan teman-teman mereka. Namun, meskipun banyak manfaatnya, penerapan pragmatisme juga memiliki tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan waktu. Kurikulum yang padat seringkali membatasi waktu yang bisa digunakan untuk metode pembelajaran berbasis pengalaman, yang memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan metode tradisional. Selain itu, tidak semua guru memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengelola pembelajaran dengan pendekatan pragmatis ini. Pengalaman dan pelatihan yang memadai sangat penting agar metode ini bisa diterapkan dengan efektif. Selain itu, keterbatasan sumber daya di beberapa sekolah juga bisa menghambat penerapan pembelajaran pragmatis. Akses terhadap materi, fasilitas, atau teknologi yang mendukung pembelajaran berbasis pengalaman sering kali terbatas. Terakhir, penilaian hasil belajar dalam pendekatan ini juga bisa menjadi tantangan. Pembelajaran yang lebih berbasis pengalaman dan subjektif sulit dinilai dengan cara konvensional. Menilai kemampuan berpikir kritis atau kerja sama dalam tim membutuhkan metode evaluasi yang lebih fleksibel dan menyeluruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H