Musrembang Desa Aekraja (Taput, Sumut) yang berlangsung kemarin, diwarnai perdebatan sengit karena aparat Desa yang bekerja di bawah kepemimpinan Kepala Desa periode sebelumnya sama sekali tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dan berbagai program desa yang tak berjalan.Â
Faysarlin Manalu memulai rankain kritik kepada pimpinan rapat yang langsung mengajukan Musrembang sementara berbagai program desa yang telah ditetapkan belum dijalankan dan berbagai proyek sedang terbangkalai tanpa ada pertanggjawaban.
Dari rapat tersebut sangat jelas, lebih dari 10 proyek pembangunan telah ditetapkan. Tapi hanya 4 proyek kecil yang terealisasi. Beberapa proyek lain terbengkalai tanpa jelas kelanjutnnya.Â
Sama sekali tidak ada transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran2021. Ini yang membuat hati miris karena uang tersebut sejatinya milik semua warga desa sebagaimana tertuang dalam tujuan pengelolaan dana desa di  UU No. 6 tahun 2014, tetapi diperlakukan seperti uang keluarga.
Kebetulan Kasi Keuangan atau lazim disebut bendahara desa dijabat oleh menantu kepala desa periode lalu. Demikian  juga dengan posisi-posisi penting lainnya seperti sekretaris juga dijabat menantunya yang lain, koordinator desa dijabat oleh putri kandung dan posisi-posisi lain yang dijabat orang-orang dari lingkup keluarga. Bagaimanapun praktek seperti ini menyalahi berbagai anturan good governance bahkan UU Desa sendiri.Â
Tapi masyarakat sesungguhnya sudah memaklumi keadaan ini karena tidak dapat berbuat banyak untuk mengubahnya. Maka perhatian warga lebih tertuju pada pertanggungjawaban anggaran dan kinerja mereka. Faktanya, ketika anggaran telah habis, sementara proyek pembangunan masih jauh dari kategori selesai dan berbagai program belum dijalankan, aparat desa seakan lepas tanggungjawab begitu saja.
Rapat di balai desa kemarin adalah Musrembang pertama bagi kepada desa baru. Tetapi dia langsung berhadapan dengan beban besar akibat kinerja buruk aparat lama. Keadaan ini diperparah oleh fakta bahwa kepala desa sebelumnya telah meninggal dunia sehingga jajaran di bawahnya terkesan membebankan semua masalah kepada almarhum.
Warga desa yang semakin kritis tentu tidak menerima pembelaan diri para aparat lama. Hujan interupsi berlangsung sepanjang rapat. Penulis mengingatkan Kasi Keuangan (Bendahara Desa), Raiber Manik, tentang tanggjawab akuntabilitas yang mesti diembannya dalam penggunaan anggaran sesuai amanat Permendagri No.113 Tahun 2014 dan No. 20 Tahun 2018.
Mengacu pada aturan tersebut, Manik tidak semestinya membebankan bagitu saja penggunaan anggaran kepada almarhum. Dia memiliki tanggungjawab untuk menunjukkan bukti-bukti pengeluaran uang berupa kwitansi dan juga disposisi pencairan uang oleh pemegang kuasa anggaran. Bukti-bukti itu tidak sanggup ditunjukkan Manik sehingga kemudian terkesan meminta belas kasihan setelah mendapat berbagai pertanyaan dari warga.Â