Proses dalam penemuan hokum menjawab beberapa pertanyaan urgen tentang bagaimana mengualifikasi hokum atas peristiwa konkret baik yang diajukan melalui pengadilan maupun diselesaikan di luar pengadilan. Untuk menemukan sesuatu hokum tidaklah mudah dikarenakan secara empiric maupun praktik di Pengadilan masalah-masalah yang muncul adalah karena aturan hokum tertulisnya ada, akan tetapi hokum tertulis tersebut tidak jelas, tidak sepenuhnya lengkap, dan tidak mencakup ataupun mengandung rasa keadilan, gersang dari nilai keadilan, tertinggal dari perubahan dan kemanjuan zaman, bahkan dalam aturan hokum tertulisnya tidak ada sama sekali.
      Dalam peraturan perundang-undangan bukanlah kitab suci, Oleh sebab itu harus diakui bahwa dalam peraturan perundang-undangan tidak ada yang sempurna, pasti didalamnya akan ada kekurangan dan keterbatsan, bahkan pasti akan selalu ketinggalan zaman karena cepatnya perubahan yang terjadi sebagai akibat terlalu cepatnya teknologi dalam berkembang. Aturan perundang-undangan bersifat statis dan kaku, sedangkan dinamika berkembangan masyarakat terus berproses tanpa henti.
      Di dalam peraturan perundang-undangan yang tidak jelas harus dijelaskan terlebih dahulu, sedangkan peraturan perundang-undangan yang tidak lengkap harus dilengkapi terlebih dahulu agar dapat diterapkan dalam peristiwa konkret. Upaya disempurnakannya perundang-undangan yang tidak jelas atau tidak lengkap tersebut dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu dalam jalur politik dengan melakukan amandemen atas peraturan perundang-undangan tersebut, selanjutnya  kedua dapat dilakukan oleh hakim melalui pengembangan metode penemuan hokum yurisprudensi. Suatu peristiwa yang konkret dapat diketemukan hukumnya dengan beberapa metode, misalnya metode kontruksi hokum , dan dengan metode intrepretasi hokum.
      Jika aturan perundang-undangan tersebut kurang atau tidak jelas, maka akan digunakan metode intrepretasi, apabila dalam peraturan perundang-undanganannya itu tidak ada maka akan digunakan metode kontruksi hokum.
Â
BEBEBERAPA METODE PENEMUAN HUKUM DALAM YURISPRUDENSI
      Banyak pakar hokum yang berbeda pandangan dalam menentukan berbagai metode penemuan hokum oleh hakim yaitu menurut yuris yang berasal dari system hokum Eropa Kontinental dan yuris dari Anglo Saxon. Pada umumnya para yuris dari kalangan penganut system hokum Eropa Kontinental tidak memisahkan secara tegas antara metode intropeksi dan metode Kontruksi, Hal ini bisa saja dilihat dalam berbagai paparan buku-buku Karangan Paul Shoelten dan seterusnya.
      Dalam Metode Intreprestasi Hukum dilakukan dalam hal peraturannya ada, akan tetapi belum atau tidak jelas untuk bisa diterapkan pada peristiwa konkret tersebut. Pada Proses Interpretasi terhadap teks peraturannya pun masih akan tetap berbegang pada bunyi teks itu, Sedangkan metode kontruksi hokum dilakukan dalam berbagai dalam hal peraturan memang belum atau tidak ada, jadi terdapat kekosongan hokum atau lebih tepat disebut sebagai kekosongan undang-undang. Untuk itu dalam mengisi kekosongan undang-undang ini , biasanya hakim menggunakan penalran logis yang berupa pemikiran / penalaran analogis metode argumentum, metode pengkongkretan hokum, dan fiksi hokum.
      Melihat pandangan diatas tidak sepenunya benar/tepat , dikarenakan para juris dan system hokum di Eropa Kontinental juga sudah menarik garis pembeda yang tegas antara metode intepretasi hokum dan metode kontruksi hokum sebagaimana dikemukakan oleh para yuris dari system hokum Anglo Saxon Mertokusumo mencontohkan bahwa dalam hal peraturan berundang-undangan tidak jelas/kabur, maka tersedia metode intrepretasi hokum.Adapun dalam hal terhadap kasus konkret peraturan perundang-undangan yang tidak ada, maka di gunakan metode atau eksposisi, yaitu metode penemuan hokum dalam membayangkan serta dalam merumuskan pengertia yang ada dalam hokum rasional dan kultural dengan menggali serta mem follow nilai-nilai hokum yang dihormati dalam kearifan masyarakat local.
      Selanjutnya Sudikno, menjabarkan bahwa intrepretasi merupakan sebuah metode penemuan hokum  yurisprudensi dalam hal peraturan perundang-undangan  ada tetapi kurang jelas atau yidak jelas untuk dapat diterapkan secara baik atau pas pada peristiwa konkret atau fakta hokum yang ditentukan dipersidangan. Dalam hal ini, hakim hakim harus tetap memeriksa dan menggali perkara yang tidak ada peraturan yang secara khusus mengaturnya. Dalam kondisi ini, hakim menghadapi situasi kekosongan dalam suatu hokum yang harus diisi oleh hakim, karena dalam konsteks ini hakim dilrang menolak memeriksa dan mengadiki suatu perkara dengan tidak ada hokum yang kurang lengkap atau kurang terperinci, melainkan hakim harus wajib mencari atau kepo , memfahami,  atau memfollow nilai-nilai hokum yang hidup dan berkembang serta rasa keadilan masyarakat.
      Metode Sudikno sebuah penemuan hokum yurisprudensi dapat dirinci menjadi 3 macam metode, yaitu metode intepretasi hokum (metode hermeneutic), metode argumentasi hokum metode kontruksi hokum. Dalam hal ini metode hermencytika hokum dapat digunakan dalam suatu hal peraturan perundang-undangan akan tetapi dalam hal ini tidak jelas atau kurang jelas, selanjutnya metode argumentasi hokum dapat digunakan dalam hal peraturan perundang-undangan yang kurang lengkap atau tidak lengkap , sedangkan metode kontruksi hokum yaitu suatu metode penemuan hokum terhadap beberapa peristiwa yang tidak ditemui aturan perundan-undangannya,  selanjutnya dikontruksikan hokum konkretnya dengan membentuk pengertian -- pengertian hokum.