Jogja Never Ending Asia. Begitulah city branding Jogja yang selama ini dikenal. Namun sebentar lagi city branding tersebut akan diganti, begitu kabar yang tersiar di media-media lokal mulai kemarin. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyikapi perkembangan yang ada menyangkut penetapan keistimewaan DIY, Renaissance Jogja dan Sabdatama Sultan Jogja memandang perlu untuk mengganti city branding yang sudah dikenal luas masyarakat.
Tetapi perlukah mengganti city branding Jogja? Saya tidak ingin berpolemik tentang hal itu dan saya memiliki prasangka yang baik terhadap upaya Gubernur DIY tersebut. Tentu Ngersa Dalem memiliki niat dan upaya untuk memajukan dan menyejahterakan Jogja. Saya sangat berharap city branding yang baru lebih mencerminkan keistimewaan Jogja dengan dinamikanya yang membuat Jogja lebih dikenal, disayang dan dikangeni banyak orang yang dapat memberi nilai tambah sektor ekonomi, sosial dan kebudayaan bagi masyarakat Jogja. Karena pada dasarnya city branding merupakan strategi dari suatu kota atau wilayah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak masyarakat sehingga kota tersebut dapat dikenal secara luas baik regional ataupun global.
Namun ada satu hal yang mengganjal di benak saya perihal rencana penggantian city branding Jogja saat ini. Menurut Gubernur DIY untuk mengganti city branding pihaknya menggandeng konsultan pemasaran MarkPlus.Inc milik Hermawan Kartajaya. Saya tidak meragukan kemampuan, kredibilitas dan profesionalisme MarkPlus.Inc sebagai konsultan pemasaran yang sudah terkenal dengan prestasi yang mengglobal. Tetapi tidak adakah elemen masyarakat Jogja yang mampu untuk membuat dengan segala tinjauan aspek ilmiahnya city branding yang baru?
Jogja memiliki cendekiawan, budayawan, seniman, professional, disainer grafis dan civitas akademika yang berlimpah. Saya sangat yakin “manusia Jogja” mampu untuk membuat city branding yang baru dan mereka semua lebih memiliki roh ke-Jogja-an karena mereka semua adalah bagian integral entitas Jogja. Selain itu, saya yakin mereka akan tulus hati untuk gotong royong mencurahkan segala kemampuan hanya untuk “sekedar” membuat city branding. Mengapa potensi yang besar itu harus disia-siakan? Sudahkah Ngersa Dalem lupa bagaimana dasyatnya gotong-royong, kebersamaan, keiklasan dan kepedulian masyarakat Jogja saat merebut keistimewaan Jogja?
Terus terang saya tidak tahu apa alasan Ngersa Dalem menunjuk MarkPlus.Inc sebagai pihak yang merancang dan membuat city branding baru Jogja. Saya pun tidak tahu apakah penunjukan itu harus mengeluarkan biaya yang dikucurkan APBD DIY. Atau mungkin MarkPlus.Inc dulu jugalah yang membuat city branding “Jogja Never Ending Asia” yang banyak dikritik oleh seniman Jogja karena tidak menyentuh roh sejatinya Jogja. Sayang kalau “sekedar” membuat merek untuk Jogja justru Jogja kehilangan keistimewaannya karena harus “impor” ide dengan mengabaikan segenap potensi kreatif masyarakat Jogja. Bukankah Jogja terkenal karena kreatifitasnya? Contoh yang paling sederhana mari kita bandingkan “merek” Jogja Never Ending Asia dengan Dagadu, terkenal mana? Saya yakin orang lebih kenal Dagadu. Itu membuktikan “manusia Jogja” lebih kreatif dibanding MarkPlus.Inc.
Lewat tulisan ini, saya cuma bisa berharap momentum penggantian city branding Jogja yang baru justru bisa dijadikan momentum untuk terus menghidupkan roh keistimewaan Jogja dengan mengedepankan kebersamaan, gotong royong dan golong gilig segenap potensi masyarakat Jogja, bukan hanya karena pertimbangan bisnis semata. Namun bagaimana pun juga, bagi saya Jogja Never Ending Asyiknya.
Sumber Foto : http://www.fotoblur.com/images/275948
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H