Mohon tunggu...
Bre Dahana
Bre Dahana Mohon Tunggu... -

Member Angkringan Lik Jo & Nonpartisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sipon Tersangka Pembunuh Wiji Thukul

21 April 2014   23:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 2296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar mengejutkan datang dari Mugiyanto, Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), tentang nasib Wiji Thukul yang selama ini “dikira” dihilangkan secara paksa oleh mesin penculik rejim Orde Baru. Menurut pengakuan anak kedua Thukul, Fajar Merah, ternyata Thukul dengan sengaja dibunuh oleh Dyah Sujirah atau Mbak Sipon, istri Thukul sendiri. Motif pembunuhan pun sudah disampaikan oleh Fajar Merah, solusi pinjaman ke bank. Tragis. Tapi itulah kenyataannya.

Kabar ini saya dapatkan ketika semalam saya mengunjungi akun blog Mugiyanto. Diceritakan oleh Fajar Merah lewat akun twitternya pada tanggal 5 Februari 2014 sebagai berikut :

@FajarMerah_: Ibuku membunuh Bapakku agar bisa dapat pinjaman dari Bank untuk modal usaha
@FajarMerah_: Ibukku sedang mengurus surat kematian Bapakku. Padahal Bapakku entah hidup/mati
@FajarMerah_: Karena status "Dihilangkan Negara" tidak membantu cairnya dana pinjaman

Tentu berat bagi Mbak Sipon untuk menghidupi keluarganya setelah Thukul hilang dan tak jelas rimbanya hampir 16 tahun yang lalu. Mbak Sipon harus membesarkan dua anak dari hasil pernikahannya dengan Thukul seorang diri. Fitri Nganti Wani dan Fajar Merah tumbuh tanpa didampingi figur seorang bapak. Saya yang pernah berkunjung ke rumah Thukul sekitar tahun 1992, tahu betul kondisi ekonomi mereka. Di ruang tamu yang merangkap jadi Sanggar Suka Banjir tidak ada kursi tamu atau perabotan, dindingnya hanya dihiasi lukisan anak-anak yang ditempel sembarangan. Kami ngobrol dan diskusi di tikar pandan yang ada di ruang tamu. Sementara di sebelah rumah banyak tumpukan plastik-plastik bekas karena tetangga Thukul banyak yang jadi pemulung.

Mbak Sipon yang sekarang sakit diabetis militus harus menghidupi keluarganya seorang diri, jadi ibu dan bapak sekaligus. Belum lagi trauma dan kecewa yang ditanggungnya akibat kekejaman mesin penculik dan pembunuh yang digunakan Orde Baru. Sekarang Mbak Sipon juga harus berbenturan lagi dengan kejamnya aturan birokrasi dalam urusan kredit bank untuk usaha guna menghidupi keluarganya. Mau tidak mau bank pasti mensyaratkan aturan-aturan baku dalam memberikan kredit kepada debitur. Salah satu syaratnya adalah salinan akte nikah untuk mengetahui apakah harta yang dijaminkan merupakan harta bersama suami-istri (harta gono-gini) atau bukan, sehingga baik istri atau suami debitur dapat dimintai persetujuannya dan turut bertanggung jawab terhadap harta yang dijaminkan ke bank berikut sejumlah hutangnya. Ini syarat yang tidak mungkin dipenuhi Mbak Sipon karena Thukul tidak mungkin dimintai tanda tangan persetujuan karena Thukul hilang.

Satu-satunya pilihan bagi Mbak Sipon agar memenuhi syarat pengajuan kredit adalah mengurus surat kematian Wiji Thukul. Thukul dimatikan, walau sebenarnya masih jadi tanda tanya besar nasib penyair yang karyanya digemari Jokowi tersebut. Ya, Mbak Sipon terpaksa membunuh Thukul karena dipaksa negara yang tidak mengakui status orang yang dihilangkan secara paksa. Kalau saja Presiden SBY melaksanakan rekomendasi DPR tentang Kasus Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, maka Mbak Sipon tidak akan mengalami nasib seperti sekarang ini. Salah satu bunyi rekomendasi tersebut menyebutkan agar Pemerintah merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban penculikan, tentu akan membuat Mbak Sipon tidak perlu mengajukan kredit ke bank untuk modal usaha.

Melalui tulisan pendek ini saya turut mendesak Presiden SBY untuk segera melaksanakan rekomendasi DPR tersebut yang sudah diajukan DPR sejak September 2009 lalu. Saya juga mengharap rekan-rekan aktivis yang dulu berkawan karib dan berjuang bersama Wiji Thukul untuk membantu keluarga Thukul. Ada Andi Arief (Staf Khusus Presiden), Budiman Sudjatmiko (DPR RI dari PDI Perjuangan), Nezar Patria (Anggota Dewan Pers), Soeyanto (Consultant Director Citra Indonesia),Heri Sebayang (Komisaris PTPN III) dan lainnya. Ayo kawan jangan diam melihat derita keluarga Thukul. Terakhir untuk para penculik dan penyekap Wiji Thukul, tidak ibakah kalian semua melihat derita keluarga Thukul? Kalau kalian memiliki hati nurani, kalau kalian masih percaya adanya kekuasaan Tuhan, tunjukan dimana Thukul berada. Hidup atau mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun