Mohon tunggu...
Elia Barasila
Elia Barasila Mohon Tunggu... -

tidak ada yang special, Dulu saya seorang dokter, sekarang saya hanyalah seorang ibu dari 4 anak, yang ingin dikenang sebagai ibu yang baik. Dan menulis adalah sarana supaya generasi di belakangku bisa mengenangku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sedapnya Menuai Apa yang Kita Tanam... Banjir?

17 Januari 2014   12:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan harian, Kamis 16 Januari 2014 / 15 Rabiul Awwal 1435 H, Gunung Sinabung meletus, Jakarta banjir, Tangerang banjir, Menado banjir bandang. Sungguh miris hatiku, kezaliman apa yang telah bangsa ini perbuat, sehingga alam bereaksi negatif? Bukankah Allah berjanji dalam Quran Surat Al A’raf ayat 96, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”

Mana berkah itu ya Allah? Tidakkah kami termasuk dalam hambaMu yang beriman dan bertakwa kepadaMu ? Mengapa Engkau tumpahkan siksa alam ini kepada kami? Ataukah kami termasuk hambaMu yang mendustakan ayat-ayatMu?

Mari kita telaah, pertama adalah banjir. Kenapa terjadi banjir? Aku tidak percaya dengan pelajaranku ketika SD, bahwa membuang sampah sembarangan akan menyumbat sungai-sungai sehingga air tidak dapat mengalir dan kemudian menggenang sehingga menyebabkan banjir. Mungkinkah sampah penyebabnya utamanya? Tentu saja tidak.

Bagaimana dengan air hujan, yang seharusnya menjadi berkah dari langit, kenapa justru menjadi bencana bagi masyarakatnya. Hujan lebat yang terjadi satu hingga dua jam saja sudah membuat jalan-jalan tergenang, dan akhirnya menyebabkan kemacetan di jalan-jalan  ibukota  negeri ini. Hujan yang seharusnya bisa menyuburkan tanaman-tanaman yang akan menjadi sumber makanan kita dan menumbuhkan pepohonan yang akan menjadi paru-paru bumi ini justru mendatangkan bencana. Belum lagi mereka yang tinggal di tempat yang lebih rendah, banjir bisa mencapai di atas 3 meter, sungguh mengenaskan!, semua harta yang mereka kumpulkan di rumah bisa saja terbawa hanyut, bahkan nyawa mereka pun bisa melayang.

Sekarang bagaimana perlakuan mereka terhadap hutan-hutan? Pohon-pohon sebagai penahan air di tebang dan tidak segera ditanam kembali. Mungkinkah ini penyebab banjir bandang? Tentu saja!. Dengan tidak adanya penahan air berupa pohon-pohon besar, apalagi dataran tinggi yang telah gundul tanpa adanya tanaman sebagai penahan, tentu akan memuat air mengalir dengan cepat dari dataran tinggi menuju dataran rendah....banjir bandang deh... Seharusnya keseimbangan itu harus dipenuhi. Jadi, Sebelum batas reboasasi tercapai, maka tidak ada pepohonan yang boleh ditebang dulu.  Tidakkah mereka mempunyai hati untuk melestarikan alam?

Dengan curah hujan yang sangat tinggi terutama di bulan Januari, Jakarta sudah dipastikan akan mengalami banjir, dan kemudian kemacetan. Mungkinkah pembangunan properti yang sedemikian pesatnya tanpa memperdulikan daerah resapan-resapan air menjadi penyebab utamanya? Bayangkan kalo hampir semua daerah di jakarta dan sekitarnya menjadi tembok? Di manakah air hujan akan diserap oleh tanah? Tentu tidak ada lagi! (mode on lebay). Ya.. ada.. sedikit sekali! Kalau air hujan yang turun rintik-rintik sepanjang hari, bumi Jakarta yang sudah penuh tembok ini masih mampu menyerapnya. Tapi, apa yang terjadi ketika hujan deras selama 1 – 2 jam, apalagi sepanjang hari, sudah pasti bumi ini tidak sanggup menyerapnya. Jakarta hanya menampungnya, dan bersabar untuk perlahan-lahan  tanah yang tinggal sedikit itu menyerapnya. Waduk-waduk penampung airpun tidak sanggup  menampung air tersebut. Mengapa pemerintah tetap memberikan izin untuk membangun gedung-gedung tersebut? Silahkan jawab sendiri, hanya mereka dan Allah SWT yang tahu jawaban persisnya.

Terus bagaimana dengan sistem gorong-gorong yang ada di bawah kota? Bukankah seharusnya ini bisa menjadi tempat penyaluran air hujan untuk kemudian dibuang ke laut? Apakah gorong-gorong kita cukup besar? Gorong-gorong yang ada hanya cukup buat anjing lewat, (maksud saya gorong-gorongnya kekecilan). Saya yang awam, melihat di film, bahwa gorong-gorong di negeri seberang sana, besarnya bisa buat mobil lewat! Apa  insinyur-insinyur kita sebodoh itu sehingga tidak memikirkan penyaluran dan drainase air yang memadai dan tidak asal buat, pokoknya proyek untung?

Malang sekali nasib kotaku ini. Apakah ini suatu kezaliman dari anak bangsa ini yang lebih mementingkan keuntungan materi daripada menyayangi bumi tempat mereka tinggal?

Mari kita tuai sekarang apa yang telah kita tanam...bencana banjir!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun