Mohon tunggu...
Elia Barasila
Elia Barasila Mohon Tunggu... -

tidak ada yang special, Dulu saya seorang dokter, sekarang saya hanyalah seorang ibu dari 4 anak, yang ingin dikenang sebagai ibu yang baik. Dan menulis adalah sarana supaya generasi di belakangku bisa mengenangku.

Selanjutnya

Tutup

Politik

10 tahun SBY Membangun Indonesia

17 Desember 2014   21:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:06 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekarang tahun 2014, kulihat kota tempat kutinggal, Cibubur. Macet! Luar biasa! Senin sampai Jumat, di pagi hari dari jam 6 hingga jam 9 pagi, siang sedikit agak senggang, tapi mulai di atas jam 1 siang macet lagi hingga malam jam 11. Luar biasakan??. Entah apa yang dibangun oleh Pemerintah daerah di Jabodetabek. Padahal dulu, 12tahun yang lalu,kuingat anakku masih bisa pulang pergi sekolah di daerah kota wisata dari rumahku di daerah Jakarta Timurdalam waktu 35 s/d 40 menit. Tapi sekarang hal itu tak mungkin terjadi, karena dari rumahku sekarang yang ada di mulut pintu tol Cibubur ke SMP Al Azhar Syifa Budi tempat anakku yang nomor tiga sekolah bisa memakan waktu 30 menit bahkan bisa lebih. Bisa dilihatkan perbedaannya? Saya rasa semua orang juga merasakannya.

Apa mereka (red: Pemerintah) tidak memprediksi kemacetan ini? Dengan begitu gencarnya promo-promo penjualan mobil dan kendaraan bermotor lainnya, sementara pertumbuhan jalan raya tidak dapat mengikuti pertumbuhan kendaraan bermotor, apakah pemerintah tidak mengantisipsi hal ini?

Terkadang aku berpikir, hal ini sengaja mereka biarkan. Karena begitu banyak bisnis yang bisa diraih dengan tingginya kemacetan. Sebut saja, di dalam kendaraan yang tidak bergerak di tengah kemacetan, pengemudi mobil bisa membuka sosial media seperti facebook, path, twitter. Hmmm..siapa sih yang punya semua sosmed tersebut? Jawab sendiri yaa....

Berikutnya, untuk membunuh kebosanan di mobil, mereka mendengarkan radio. Bahkan sekarang mereka sudah bisa melihat siaran televisi dari mobil. Hehehe... siapa lagi yang diuntungkan?

Sekarang giliran BBM, dengan tingginya kemacetan, maka pemakaian bahan bakar juga akan meningkat. Kendaraan bermotor tidak bisa “ngirit” BBM kalau macet, semua sudah tahu itu. (Hmmm...ada yang tidak tahu?). Nah itu berarti pengusaha BBM mulai dari hulu hingga ke hilir akan sangat diuntungkan, karena penjualan mereka juga akan meningkat.

Bisa dibayangkan, omset mereka akan jauh turun jika struktur transportasi kita berubah,ketika masyarakat beralih dari kendaraan pribadi menjadi naik kereta dalam kota (whatever namanya..). Berapa banyak mobil yang akan masuk garase, berapa banyak mobil yang kurang mengisi bensin?.Yakin mereka akan ikhlas??? Saya tidak yakin tuh.

Karena itu, pembangunan MRT, menurut saya, itu tidak akan pernah serius. Karena pengusaha-pengusaha BBM akan banyak dirugikan.

Berikutnya, kalau bisa orang lain yang mengantarkan, kita limpahkan saja. Dengan demikian jasa titipan kilat menjadi sangat laku. Nggak tahu deh, siapa rajanya di bisnis ini. Selain itu provider-provider internet, telpon selular, semua juga ikut mengeruk keuntungan di tengah kemacetan kini.

Benar-benar macet yang membawa untung luar biasa untuk sekelompok orang yang mengontrol ekonomi dunia saat ini. Tapi siapa yang dirugikan? Tentu saja merekagolongan menengah ke bawah yang tidak bisa ikut mengontrol perubahan ekonomi dunia.

Sekarang mari kita lihat 10 tahun yang lalu, saat SBY baru saja naik memerintah negeri ini, tahun 2004.Ketika itu aku masih jadi resident Bedah. Aku tinggal di daerah Jakarta Timur.Macet memang sudah ada. Tapi kupikir tak separah ini, seperti yang telah ku kemukakan di atas.

Jadi pertanyaannya; Apa sih yang dilakukan Pemerintahan SBY selama 10 tahun?Benarkah beliau tidak melakukan apa-apa? Selain dari bikin buku dan bikin lagu? Atau benarkah beliau memang melakukan sesuatu. Bukankah kalau memang ada kerja dan program kerja, hasilnya pasti kelihatan dong. Dan itu akan terlihat pada indikator-indikator keberhasilan pembangunan, seperti :

1.Pendapatan Per kapita yang meningkat

2.Angka kemiskinan (Jumlah dan presentasi rakyat miskin).

Asumsinya kalau benar SBY bekerja untuk mengentaskan kemiskinan, tentulah ada hasilnya. Aku memang melihat hanya dari dua indikator itu, karena menurutku dua indikator itulah yang paling penting.

Ku ingat zaman Presiden Soeharto, beliau punya program yang disebut REPELITA untuk membangun Indonesia yang berdampak mengentaskan kemiskinan. Presiden Soeharto membagi REPELITA itu menjadi 6 tahap hingga beliau lengser. Apa isi REPELITA itu? Dulu sih terpampang di papan-papan besar di pinggir jalan, sehingga masyarakat, terutama masyarakat Jakarta, kota dimana aku tinggal bisa melihatnya. Kalau mau tahu, gampang kok, tinggal search di google.

Yang kuingat, di akhir masa pemerintahannya, Indonesia sudah Swasembada Pangan dan Harga Dolar saat itu Rp. 2500,-. Per dolar Sebelum kembali diguncang oleh “si pengontrol ekonomi dunia”. Yang jelas, Indonesia swasembada pangan!!

Bagaimana dengan zaman SBY?. Yang sudah pasti, Indonesia jauh dari swasembada pangan. Semua kebutuhan pokok kita tergantung dari luar negeri. Beras, kedelai, gula, garam, sapi. Iiiih ngeri Lah semua impor.

Nah, Mari kita lihat Pendapatan Per kapita kita, tahun 2007 (tiga tahun SBY berkuasa)

Coba dilihat lagi, berapa pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2004? Rp.6.605.845,-!dibandingkan dengan tahun 2014 Rp. 9.798.899,-memang terjadi peningkatan sebesar 48,34% dalam kurun waktu 10 tahun. Itu artinya dalam satu tahun kenaikan PPP itu hanya 4,8% saya rasa bukan persentase yang menggembirakan

Bagaimana dengan persentase penduduk miskin? Penduduk miskin Indonesia tahun 2007 sebanyak 16,58% (Masyarakat Kota & Desa) dan terjadi penurunan dalam persentase sebanyak 5,33% sehingga pada tahun 2014 menjadi 11,25% (Kota & Desa).

Berapa jumlah orang miskin tahun 2004? Yang ada data tahun 2007?. Jawabnya 37.168.300. jiwa. Bandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 28.280.010, memang terdapat penurunan.

Tapi, nanti dulu, mari kita lihat batas garis kemiskinan yang dipatok oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Pada tahun 2007 batas garis kemiskinan di kota adalah Rp. 187.942,-/kapita/bulan, sedangkan di desa Rp. 146.837,-/kapita/bulan, untuk total rata-rata keduanya Rp. 166.697,-/kapita/bulan.Dan pada tahun 2014, saat masa akhir pemerintahan SBY, batas garis kemiskinan di kota Rp. 318.514,-/kapita/bulan dan di desa Rp. 286.097,-/kapita/bulan. Sedangkan total rata-rata keduanya Rp. 302.738,-/kapita/bulan. Hebat! Jika dilihat dari persentase kenaikannya mencapai 81.6%. Tapi, marilah kita telaah lebih dalam lagi, tahun 2014 ini dengan uang sebesar Rp. 302.738,- itu berarti per harinya sekitar Rp. 10.091,- Coba kita camkan, dengan uang Rp. 10.000,- per hari kitabisa beli apa? Satu kali makan saja sudah Rp. 10.000,- , Hai Bung! Itu cuma biaya satu kali makan! Bagaimana dengan makan-makan yang lainnya? Bagaimana dengan biaya transportasi? Biaya kesehatan? Biaya pendidikan?Oh.. God... negeri apa ini?!!

Coba setengah UMR yang dijadikan patokan, mungkin sekitar Rp. 1.000.000,- saya yakin, angka kemiskinan yang ditulis di BPS yang cuma 11.25% itu akan membengkak menjadi paling tidak 30% atau bahkan bisa menjadi 40%.

Ya, ini sih cuma analisa saya, si orang awam yang mungkin sotoy. Tapi, kalau angka kemiskinan tambah tinggi, penduduk miskin tambah banyak! ....lah ngapain aja Pak???

Jangan-jangan.. bapak yang satu ini juga agen-agen dari mereka yang mengontrol ekonomi dunia. Mereka yang tak akan senang jika Indonesia mandiri. Karena jika Indonesia mandiri maka tak lagi dapat menguasai sumber daya Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun