Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara didunia yang memiliki banyak keberagaman, baik dari suku dan budaya, adat istiadat, dan agama. Keberagaman tersebut disatukan oleh faham pluralisme yang merangkul semua golongan untuk bersatu. Untuk mencapai masyarakat yang plural tersebut, maka dibutuhkanlah moderasi dan toleransi.
Menurut kamus bebas bahasa Indonesia, moderasi diartikan sebagai jalan tengah atau penghindaran pengekstriman. Sedangkan toleransi diartikan sebagai sikap atau sifat yang menenggang, menghargai atau mengizinkan pendirian yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan diri sendiri. Jika artikan bersama, maka moderasi dan toleransi adalah sikap seseorang yang berada di tengah tengah atau netral dan memiliki rasa menghargai pendirian atau akidah orang lain yang tinggi.
Di lingkungan kampus, moderasi dan toleransi beragama sangatlah dijunjung dengan tinggi. Melalui wawancara kami kepada beberapa narasumber yang merupakan mahasiswa aktif daripada universitas Andalas. Dari situ menunjukkan bahwa ternyata moderasi dan toleransi itu memang benar benar dijalankan. Dalam wawancara yang kami lakukan pada 13/11/2024 kepada mahasiswa sejarah bernama Wahyu Rafael, menuturkan "Walaupun saya beragama Katolik yang notabene merupakan agama minoritas di universitas Andalas, belum pernah sekalipun pernah saya dengar kata kata rasis ataupun kata kata yang bermaksud menyerang akidah saya. Menurut saya itu adalah bukti bahwa di Universitas Andalas ini sangat menjunjung nilai nilai moderasi dan toleransi beragama."
Namun, dibalik itu semua tentu menciptakan moderasi dan toleransi beragama bukan hal yang mudah. Menurut kajian yang dilakukan oleh Badan Intelijen Nasional (BIN) pada tahun 2018, sebanyak 39% mahasiswa di seluruh Indonesia terpapar paham radikalisme. Bahkan menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menuturkan bahwa 85% generasi muda rentan terhadap paham radikalisme. Hal ini menunjukkan bahwa begitu sulitnya untuk menegakkan moderasi dan toleransi beragama di Indonesia.
Dalam wawancara kembali kepada ketua Forum Studi Islam Fakultas Ilmu Budaya (FSI FIB) Shadiq menuturkan "Memang kerentanan itu terjadi kepada mahasiswa mahasiswa labil yang bahkan baru seminggu atau dua minggu ikut kajian agama. Namun kajiannya malah kepada guru yang salah. Ini yang harus diperhatikan kepada seluruh mahasiswa, bahwa pemilihan guru agama atau ustad sangat berpengaruh dalam menentukan jalan ideologi. Terkadang ada yang malah menjerumuskan kepada paham paham terorisme dan radikalisme. Namun semuanya ini bisa diatasi dengan tindakan yang baik dan bersahabat. Tinggal bagaimana cara kita untuk merangkul mereka."
Untuk mewujudkan moderasi dan toleransi beragama, maka perlu beberapa langkah agar moderasi dan toleransi beragama ini dapat dijalankan dengan baik. Yaitu :
 1. Dimulai dari diri sendiri
Segala sesuatunya memang harus dimulai kepada diri sendiri. Untuk itulah kita perlu untuk menjauhi paham paham radikalisme yang datang dari luar. Kita harus bisa membentengi diri kita sendiri, baru kita bisa berbicara banyak kepada orang lain.
 2. Meningkatkan pemahaman kepada nilai agama
Tidak ada agama di dunia yang menghalalkan kekerasan. Oleh karena itu kita juga harus kenali agama kita sendiri. Jangan belajar ilmu agama secara setengah setengah, namun belajarlah secara "kaffah" supaya kita tahu hakikat dari agama itu sendiri.
 3. Menguatkan komitmen kebangsaan