[caption id="" align="alignleft" width="620" caption="Ilustrasi by Kompas.com"][/caption] Jakarta, AnggaBratadharma (25/3) - Bank Indonesia (BI) secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Peresmian yang dilakukan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara BI, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, serta Asosisasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT. GNNT diharapkan merubah cara pandang masyarakat untuk tidak lagi bertransaksi menggunakan uang tunai dan beralih menggunakan non tunai ketika melakukan transaksi, baik membeli barang maupun membeli jasa. BI sebenarnya memiliki keinginan agar masyarakat tidak lagi menggunakan uang tunai dalam bertransaksi. BI bukan tanpa alasan meminta kepada masyarakat meninggalkan kebiasaan bertransaksi menggunakan uang tunai. BI berpandangan penggunaan uang tunai sudah tidak efektif dan efisien. Pada sisi lain, penggunaan uang tunai memiliki risiko kejahatan. Secara tidak langsung, BI hendak melindungi masyarakat dari tindak kejahatan dengan cara tidak menggunakan uang tunai dalam melakukan transaksi dikesehariannya. BI memiliki cara pandang jauh terkait penggunaan non tunai. Karenanya, BI berharap agar GNNT bisa meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, dan nantinya bisa membentuk suatu komunitas atau sebagian masyarakat yang menggunakan non tunas atau less cash society, khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Tingkat masyarakat yang menggunakan pembayaran non tunai terkait transaksi yang dilakukan terbilang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Rendahnya tingkatan tersebut tidak sebanding dengan besarnya jumlah populasi masyarakat yang hampir mencapai 240 juta jiwa. Namun, pada aspek tertentu, Indonesia memiliki potensi dalam perluasan akses sistem pembayaran non tunai atau menggunakan uang elektronik karena didukung oleh kondisi geografis. Artinya, pengembangan memungkinkan terjadi dalam rangka meningkatkan penggunaan uang elektronik dalam masyarakat bertransaksi. BI telah mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki, termasuk menggandeng berbagai macam pihak yang terkait. Industri perbankan pun telah dihimbau agar program BI terkait less cash society bisa terlaksana dengan baik. Jika industri perbankan mendukung dengan menyediakan berbagai macam instrumen alat pembayaran, bukan tidak mungkin kemudahan yang ditawarkan membuat masyarakat berpaling dari penggunaan uang tunai menjadi menggunakan non tunai. Apalagi, bila sistem pembayaran yang disesiakan oleh industri perbankan bersifat mudah, aman, nyaman, dan menenangkan. Untuk mengatur lalu lintas tidak saling bertabrakan, BI telah mengeluarkan PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas PBI Nomor 11/12/1 PBI/2009 tentang Uang Elektronik.Perubahan PBI itu dimaksudkan untuk menyelaraskan ketentuan Uang Elektronik dengan ketentuan transfer dana, meningkatkan keamanan teknologi dan efisiensi penyelenggaraan uang elektronik serta memperluas jangkauan layanan uang elektronik untuk mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusi melalui penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD). Materi perubahan yang dimuat dalam PBI itu antara lain penyempurnaan dan penambahan beberapa definisi seperti definisi uang elektronik, definisi "acquirer", definisi LKD, dan definisi agen LKD. Dalam bahasa yang lebih sederhana, dorongan regulator terkait agar masyarakat cenderung menggunakan uang elektronik atau non tunai dengan harapan masyarakat mengurangi penggunaan uang tunai karena biaya untuk mencetak uang tunai sangatlah besar. Belum lagi regulator harus menghancurkan uang rusak dan mengganti kembali dengan uang baru. Setidaknya BI harus merogoh uang di kantong cukup dalam. Padahal, BI bisa mengalokasikan uang tersebut untuk operasional lain yang lebih efektif untuk mendorong BI menjalankan fungsi dan tugasnya dalam bidang moneter. Dengan hanya membawa uang elektronik, masyarakat tidak perlu lagi membawa uang dalam jumlah banyak di dompet. Bisa dibayangkan bukan bila seseorang yang hendak membeli motor baru dengan cara uang tunai, maka dompet seseorang itu akan tebal sekali. Mungkin saja tidak bisa di lipat dan dimasukkan ke dalam kantong celana, seperti yang dilakukan orang pada umumnya. Pada sisi lain, penjahat bisa saja mengintai kapan saja dan dimana saja karena apa yang dilakukan seseorang yang hendak membeli sepeda motor baru itu cukup menggiurkan bagi seorang penjahat. Namun, tindak kejahatan bisa saja terhindar bila seseorang yang hendak membeli sepeda motor baru itu menggunakan uang elektronik atau menggunakan sistem pembayaran non tunai. Tidak perlu membawa uang banyak dan dimasukkan ke dalam dompet dan tidak perlu merasa takut akan adanya kejahatan yang mengintai. Rasa aman dan nyaman akan menghiasi karena biasanya sistem pembayaran non tunai dilengkapi dengan sejumlah pengamanan, utamanya menggunakan PIN yang hanya diketahui oleh pemilik. Tentu ini menjadi jaring pengaman pertama untuk seseorang melindungi harta benda yang dimiliki dari para penjahat. Perkembangan jaman saat ini memungkinkan sistem pembayaran non tunai memberi banyak pilihan bagi masyarakat. Setidaknya industri perbankan dan industri keuangan non bank (IKNB) terus mengembangkan uang elektronik yang bisa digunakan masyarakat untuk melakukan transaksi. Beragam inovasi dan kreatifitas terus ditawarkan agar masyarakat mau menggunakan produk dari salah satu lembaga jasa keuangan tersebut. Tentu ini hal positif karena mendukung program BI agar penggunaan uang tunai dalam bertransaksi bisa terus dikurangi. Lagi pula, penggunaan uang elektronik terbilang lebih aman dan nyaman serta efisien. Sebelum memilih untuk menggunakan uang elektronik atau non tunai dalam bertransaksi, masyarakat perlu mengetahui terdapat perbedaan antara kartu debit, kartu kredit, atau e-money. E-money adalah suatu alat pembayaran elektronik dimana nilai uang itu tersimpan dalam media elektronik tersebut. E-money merupakan salah satu alternatif pembayaran yang bentuknya bisa bermacam-macam. Selama ini e-money yang berkembang di masyarakat masih dalam bentuk chip yang ditanam dalam sebuah kartu ataupun stiker. Bentuk lainnya bisa berupa server based atau virtual based. E-money ini agak tersamar menjadi kartu debet. Kartu debet memang bentuknya kartu dan based-nya simpanan dengan transaksi yang dilakukan secara online. Sedangkan transaksi menggunakan e-money bisa dilakukan se-cara offline, dan nilai saldonya terkurangi setiap kali bertransaksi. Hanya saja, perbedaannya adalah setiap kali transaksi dengan kartu debet, pasti akan membutuhkan koneksi online untuk otorisasi ke penerbit, bank dalam hal ini. Setiap kali transaksi, simpanan di bank akan berkurang. Sedangkan e-money, setiap kali transaksi, simpanan dalam e-money tersebut memang berkurang saat itu juga, namun data pada pihak penerbit belum tentu berkurang saat itu juga. Data di penerbit akan berkurang pada saat merchant tersebut klaim atas transaksi yang telah dilakukan. Baru setelah itu data antara penerbit dan e-money yang dimiliki seseorang menjadi sama. Kartu kredit adalah alat pembayaran berbentuk kartu, seperti kartu debit. Kartu kredit diterbitkan oleh bank, dan Anda harus mengajukan diri untuk mendapatkannya. saksi kartu kredit dianggap sebagai hutang jangka pendek pada bank penerbit kartu kredit. Maka itu, bank bisa mengenakan bunga pada “hutang” ini. Bank lalu akan mengirimkan tagihan kartu kredit kepada Anda setiap bulan, dan Anda bisa mencicil atau melunasi keseluruhan tagihan tersebut. Setiap kartu kredit memiliki plafon. Plafon kartu kredit tergantung beberapa hal, seperti jenis kartu kredit. Setiap transaksi kartu kredit dilengkapi prosedur keamanan. Namun, jika nomor atau kartu kredit Anda dicuri, bank akan memblokir kartu kredit Anda. Jika Anda ditagih untuk sesuatu yang Anda tidak beli, Anda bisa juga meminta bank untuk memblokir pemrosesan pembayaran. Tentu mudah bukan. Sekarang tinggal bagaimana selera dari masyarakat, apakah mau menggunakan kartu kredit, kartu debit, atau e-money. Kesemuanya itu memberikan rasa aman dan nyaman dalam betransaksi. Selain itu, penggunaan non tunai membantu program pemerintah untuk menggunakan uang tunai dalam bertransaksi. Dukungan dari masyarakat menjadi penting mengingat populasi rakyat Indonesia begitu besar dan biaya yang dibutuhkan untuk membuat uang baru sangatlah tinggi. Jika kita bisa membantu pemerintah mengurangi penggunaan uang tunai, maka kita telah ikut serta membangun bangsa ini. Pada sisi lain, pemerintah lebih leluasa dalam menjaga stabilitas perekonomian, utamanya dari sisi kebijakan moneter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H