Jakarta, AnggaBratadharma (26/10/2012)---Dunia kini tengah memasuki fase persimpangan pemulihan. Maksudnya, dunia kini sedang berada didua kemungkinan di tahun 2013 nanti, yaitu apakah krisis bisa dimimalisir atau semakin memburuk. Tentu dengan masih buramnya proyeksi kapan selesainya krisis Eropa akan menimbulkan kecemasan diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, meski krisis akan terus berlangsung, sektor keuangan dan perbankan masih menjanjikan walau akan ada sedikit perlambatan.
Seperti kita ketahui bahwa krisis Eropa memiliki dampak kepada perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari turunya ekspor Indonesia, dan diperparah dengan semakin tingginya impor yang masuk ke Indonesia. Bahkan, ketimpangan yang terjadi justru membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Tentu ini berdampak kepada keberlangsungan perekonomian Indonesia pada waktu mendatang.Tentu banyak kalangan yang cemas dan khawatir bila krisis yang masuk ke Indonesia mengguncang keras perekonomian Indonesia, dan ditakutkan Indonesia juga turut ambruk perekonomiannya.
Namun, banyak kalangan menilai bahwa perekonomian Indonesia terbilang kuat dan tangguh. Fundamental ekonomi Indonesia seperti konsumsi domestik yang tinggi dan derasnya investasi yang masuk membuat ekonomi Indonesia dapat menahan lajunya krisis yang ada. Data yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan pencapaian realisasi investasi hingga Triwulan III-2012 tercatat sebesar Rp299 triliun
"Saya optimis nanti hingga akhir tahun 2012 realisasi investasi di Indonesia bisa tembus Rp300 triliun. Dengan investasi seperti itu, maka saya melihatnya petumbuhan ekonomi Indonesia bisa dilevel 6,3%", kata Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, di Jakarta, belum lama ini
Sampai sekarang bisa dikatakan ketidakpastian tentang krisis zona euro masih tinggi. Penyebabnya, solusi krisis tetap tidak jelas, terutama soal kesediaan Yunani menjalani "diet ketat", fiscal autserity, sacrifice. IMF sendiri tidak setuju austerity, karena hal itu akan menyebabkan tidak adanya stimulus fsikal. Memang ada salah satu solusi tentang penyelesaian krisis di Eropa, yaitu membubarkan euro. Tapi, hal ini sulit diterima oleh Jerman dan Perancis
Kendati demikian, prospek sektor keuangan dan perbankan di Indonesia masih memiliki peluang dan optimisme yang tinggi. Hal ini terjadi karena sektor perbankan di Indonesia tidak berurusan langsung dengan sektor perdagangan yang kini tengah mendapat rapor merah. Perbankan lebih mendominasi kepada pasar domestik, yakni permintaan dalam negeri. Bisa jadi, karena perbankan ditopang oleh permintaan domestik yang tinggi dan bertambahnya kelas menengah, maka hal itu menjadi penyangga sektor perbankan tanah air
Menurut salah satu lembaga kajian ekonomi, sulit terjadi kehancuran ekonomi di Indonesia. Sebab, disinyalir krisis yang masuk ke Indonesia nanti tidak melalui sektor perbankan, namun lebih kepada jalur perdagangan. Memang lembaga itu menyiratkan bahwa kemungkinan itu kecil. Namun, Bank Indonesia dan pemerintah masih menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2013 dilevel 6,3% hingga 6,5%. Bahkan, dalam penyusunan asumsi APBN 2013 sendiri dipatok pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8%. Artinya, optimisme masih tinggi akan ekonomi Indonesia.
Sekarang, yang menjadi pertanyaanya adalah setangguh apa perbankan di Indonesia?. Jika pada tahun 2012 ini pertumbuhan kredit bisa mencapai 25%, maka dengan masih adanya skenario krisis yang tidak pasti, bisa saja kredit perbankan terkoreksi menjadi 22% hingga 24%. Apalagi, Bank Indonesia tengah mengerem laju pertumbuhan krediit untuk meminimalkan terjadinya overheating di Indonesia. Dengan kebijakan Loan to Value (LTV), kredit perbankan beberapa bulan ini mengalami perlambatan, yakni dilevel 24%
Memasuki Semester II-2012, , kinerja perbankan kita dikatakan baik. Total aset telah menyentuh angka Rp4.000 triliun, naik cukup signifikan bila dibandingkan pada tahun 2005 yang sebesar Rp1.470 triliun. Data pada tahun 2011 sendiri tercatat Rp3.650 triliun. Artinya, ada pertumbuhan sekitar 10% Namun, pertumbuhan kredit sekitar 25% hingga 26% bisa dikatakan normal dan jauh dari overheating. Memang, ekspansi kredit yang dilakukan perbankan menjadi buah simalakama.
Fakta menunjukkan, impor barang modal yang meningkat cepat, justru berdampak kepada defisitnya neraca perdagangan kita. Ada yang menyebut bahwa terjadinya defisit itu disebabkan ekspansi kredit yang dilakukan perbankan. satu sisi diperlukan ekspansi kredit untuk membiayai investasi, dan investasi sangat diperlukan Indonesia agar tidak terlalu bergantung kepada konsumsi domestik yang berkontribusi hampir 60% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB).
Kendati demikian, optimisme akan perekonomian Indonesia tetap tinggi ditahun depan. Yield obligasi yang terbilang tinggi, kuatnya domestik Indonesia, tangguhnya ekonomi Indonesia ditengah ketidakpastian krisis, dan lain-lain, masih menjadi penarik investor asing melirik Indonesia sebagai negara yang memiliki prospek dan peluang yang tinggi. Meski hal itu menjadikan Indonesia terus bertumbuh. Namun, banyak kalangan mengingatkan agar prospek yang ada di Indonesia bisa dimaksimalkan, sekaligus jangan sampai lengah