Pengenaan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan(BPHTB) oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak di tenggarai tidak berpihak kepada masyarakat. Hal tersebut terlihat dari penetapan BPHTB yang tidak sesuai dengan kondisi dan letak lokasi objek Tanah dan Bangunan dilapangan, maupun nilai transaksi jual-belinya. Melihat kondisi ini, jelas Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak sangat tidak objektif dalam menentukan penetapan pengenaan BPHTB tersebut.
Contohnya dalam transaksi jual beli rumah di Gg. Bina Utama, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Pontianak Selatan, yang baru-baru ini kami temukan. Dalam transaksi jual-beli disebutkan nilainya adalah 50 juta rupiah, namun dalam penetapan pengenaan BPHTB terhadap transaksi tersebut senilai 110 juta rupiah. Padahal dalam pengajuan BPHTB diperkuat dengan Surat Keterangan dari RT setempat mengenai besaran nilai transaksi dan kondisi fisik objek dimaksud. Tetapi dalam prosesnya, semua data pendukung tersebut tidak menjadi acuan objektifitas Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak dalam menetapkan pengenaan BPHTB terhadap objek dimaksud.
Bahkan dalam laporan survey lapangan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak, sangat tidak relevan dengan kondisi fisik objek tanah dan bangunan dimaksud dilapangan. Dalam laporan tersebut disebutkan objek pajak memiliki fasilitas jalan 6 meter, beratapkan seng, dan memiliki plafon triplek/GRC. Padahal kondisi riil dilapangan, semua warga yang tinggal di gang tersebut menumpang akses jalan dari Kabupaten Kubu Raya yang menjadi tetangga dari Kota Pontianak. Hal tersebut dikarenakan akses jalan gang tersebut masih berupa rintisan jalan. Sama halnya dengan kondisi fisik rumah yang tidak memiliki atap maupun plafon.
Kondisi ini jelas sangat merugikan masyarakat. Sebab dari hasil penelusuran kami, hal seperti ini terjadi hampir disemua pengajuan penetapan BPHTB pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak. Saat di konfirmasi mengenai masalah ini, pihak Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak berdalih jika hal tersebut merupakan arahan dari Walikota Pontianak, Sutarmidji. Bagaimana mungkin, seorang Walikota yang dipilih oleh masyarakat kota itu sendiri justru membuat kebijakan yang jelas sangat tidak berpihak kepada masyarakat yang memilihnya menjadi Walikota. Padahal masyarakat sendiri berharap jika Walikotanya dapat membela kepentingan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H