Mohon tunggu...
Humaniora

NKRI Harga Mati, Bro!

6 Maret 2017   10:41 Diperbarui: 6 Maret 2017   10:55 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NKRI Harga Mati, bro!

Sepenggal kalimat heroik itu muncul di layar ponsel saya pagi ini. Pesan singkat dari seorang kawan lama yang sepertinya hanya ingin bercanda dengan gaya kekinian yang kontekstual. Senada dan seirama dengan hingar bingar pemberitaan tentang Freeport di media; menghujat perusahaan dan mempertanyakan sikap serta keberpihakan pekerjanya terhadap negara dan bangsa.

"Pastilah, bro," demikian balasan singkat saya. Seolah enggan meladeni candaan akrab sang sobat di pagi hari yang memang mulai terasa tidak nyaman karena banyak rekan kerja dirumahkan sementara. "Pasti" sebenarnya juga merupakan jawaban spontan yang keluar dari benak saya. Karena memang tidak terpikir sedikitpun niat menghianati bangsa dan negara. Sama seperti ketaatan membayar pajak setiap bulan. Sedikit berkorban sekaligus berharap memberikan kontribusi demi pembangunan. Tidak perlu menunggu Tax Amnesty karena semuanya mengalir apa adanya; paham dan sadar akan kewajiban warga negara.

Where do you stand, bro? Kalimat bersayap yang muncul dari kawan pagi ini.

I STAND WITH MY FAMILY!

Saya adalah bagian dari kami semua, para pekerja yang ada di balik semua label yang ditempelkan; Perusahaan Asing, Investasi Asing, Kapitalisme, dan masih banyak lagi. Kami bekerja demi keluarga. Kami bekerja demi perbaikan kesejahteraan orang-orang yang kami cintai. Kami bekerja sebagai bentuk tanggung jawab kepada orang-orang yang kami sayangi.

Kami resah saat piring makan keluarga nyaris pecah. Kami resah ketika mulai dihantui masa depan yang tidak menentu. Kami tidak rela menjadi kaum peminta-minta. Karena tempat ini mengajarkan kami etos kerja keras. Berusaha sekuat tenaga mencapai apa yang diinginkan.

Kami sadar akan keterbatasan manusia; untuk menerima nasib dan takdir rejeki yang menjadi hak Sang Pemilik Kehidupan.

 Tapi jangan ambil hak kami untuk bekerja. Jangan ambil hak kami untuk menafkahi keluarga. Kami ada di balik semua angka statistik yang menjadi perdebatan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun