Mohon tunggu...
Bramanti Kusuma
Bramanti Kusuma Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A Philosophy Student | bramisthewalrus.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bola

9 Mei 2012   04:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:31 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Take me out tonight
Where there's music and there's people
Who are young and alive

Aku baru saja menaruh botol parfum itu ketika bunyi klakson motormu memecah kesenduan sore. Aku lirik jam dinding yang kaku itu, sudah jam empat lewat lima menit. Seperti biasa, malam ini aku akan menemanimu latihan futsal, setelah itu kita akan nonton bareng di kafe tempat kita pertama kali bertemu. Takut mengecewakanmu, aku sambar begitu saja tas biru pemberianmu dan berlari kecil menuju teras rumah. Kamu sudah berdiri di depan pagar rumah, tersenyum menunggu. Aku balas senyummu sembari membuka pintu pagar.

“Siap?”, tanyamu singkat. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Setelah berpamitan kepada ibuku, kamu memacu motormu dengan kecepatan sedang. Angin sore menerpa wajahku.

“Santai aja ya? Sayang nih kalo gak nikmatin udara sore”, ujarmu sembari melirikku dari kaca spion. Lagi-lagi aku hanya mengangguk tersenyum. Lalu di sepanjang jalan menuju tempat futsal kita bertukar kata, tawa dan canda.

And if a double-decker bus
Crashes into us
To die by your side
Is such a heavenly way to die
And if a ten ton truck
Kills the both of us
To die by your side
Well the pleasure, the privilege is mine

“Udah ah jangan bercanda mulu, konsentrasi bawa motornya!”, tegasku.

Kamu kebingungan, kemudian tersenyum lalu memperhatikan jalanan di depanmu dengan serius. Lirik lagu The Smiths masih terngiang-ngiang di kepalaku. Mati berdampingan denganmu itu memang indah, tapi aku tidak mau hal itu terjadi setidaknya untuk saat ini. Aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu. Akhirnya kita sampai di tempat futsal. Seperti biasa, aku menunggumu di bangku panjang di samping lapangan. Menyaksikanmu berlari dan menendang bola.

Bola. Benda berbentuk bulat dan berisi angin itu bergerak ke arah yang dituju si penendang. Kadang ia didiamkan. Kadang juga ia digerakkan dengan sangat cepat sampai-sampai hanya bayangannya saja yang terlihat. Ia tidak mempunyai kesadaran layaknya manusia. Ia juga tidak mempunyai kehendak. Ia hanya akan terus menjadi objek tanpa pernah bisa berubah menjadi subjek. Ia pasif, lugu dan polos.

Tapi kita tidak seperti bola itu kan? Kita adalah dua subjek yang mempunyai kesadaran yang berbeda. Kita juga memiliki kehendak. Kita tidak pasif, lugu, dan polos.

Gol! Bola itu masuk ke dalam gawang dan menyentuh jaring-jaring dengan kasar. Tendangan temanmu itu sangat keras. Penjaga gawang pun tidak dapat menahannya. Usahanya menghalau bola sembari menjatuhkan badan gagal. Padahal si penjaga gawang mengetahui arah bola. Kalau begitu bukankah si penjaga gawang menjadi objek si bola? Objek dari objek yang diatur oleh subjek lain. Gerak si penjaga gawang mengikuti arah bola.

Manusia tidak selalu menjadi subjek. Ah betapa naifnya kita, manusia yang angkuh ini. Sebenarnya, kita ini objek dari cinta kan? Kita merasa seolah-olah mengobjekkan cinta, padahal bisa saja kita menjadi objek dari cinta. Cinta adalah benda. Ia sama dengan bola; tidak mempunyai kesadaran apalagi kehendak. Tapi ternyata ia mampu membuat kita menjadi objeknya!

Cinta itu tidak pasif. Kita hanya tidak menyadarinya saja. Semua hal yang kamu lakukan untukku itu karena cinta kan? Begitu juga denganku, menunggumu latihan futsal itu juga karena cinta. Cinta mengatur dan mengarahkan kita. Mengapa kita bersama juga karena cinta kan? Kapan kita mengatur cinta? Rasa-rasanya tidak pernah. Tiba-tiba saja cinta itu datang tak diundang. Kita selalu diatur oleh cinta. Walau begitu, kita menikmatinya kan? Cinta itu seperti ideologi yang memalsukan kesadaran. Cinta menyatukan dua subjek yang berbeda kesadaran dan kehendak. Cinta menyatukan aku dan kamu.

Satu jam kemudian kamu latihan futsalmu berakhir. Jarum jam dipergelangan tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 7 malam. Satu jam lagi pertandingan akan dimulai. Kita pun bergegas menuju kafe yang sering kita kunjungi. Setengah jam kemudian kita sudah sampai di depan kafe. Saat itu ramai sekali pengunjung yang ingin nonton bareng. Beruntung kita mendapatkan meja yang kosong.

Di sela-sela pertandingan, kita kembali saling bertukar kata, tawa dan canda. Terkadang beberapa teriakan dukungan kamu keluarkan. Tapi hal yang paling sering kamu lakukan adalah memandang wajahku sembari tersenyum. Di jeda pertandingan, kamu beranjak dari kursi.

“Ake ke toilet dulu ya. Sebentar kok,” ucapmu.

Aku hanya mengangguk. Aku raih jaketmu yang menujuntai lemas di ujung bangku agar tidak jatuh. Harum semerbak parfum laki-laki menyeruak. Ini adalah parfum pemberianku dan kamu selalu memakainya setiap bertemu denganku.

“Nih, milk shake kesukaanmu. Orang juice kamu sudah habis kan?”, suaramu mengagetkanku.

Tangan kananmu mengenggam erat gelas itu. Kusapukan pandangan ke arah meja. Benar, orange juisce ku habis. Ah! Kamu manis sekali malam ini. Ah tidak! Kamu selalu manis setiap malam. Pertandingan itu pun selesai. Kamu langsung mengajakku pulang. Katamu, tidak baik terlalu banyak di luar rumah saat malam hari.

“Kok diem aja?”, tanyaku di tengah perjalanan pulang.

“Tadi sore katanya konsentrasi bawa motornya. Ini aku lagi konsentrasi”, jawabmu sembari tersenyum melirikku melalui kaca spion.

Aku balas senyummu dan memelukmu erat dari belakang. Lalu kusandarkan kepalaku di bahumu. Tak terasa kita sudah berada di depan rumahku. Kukecup pipimu sebelum masuk ke dalam rumah. Lambaian tanganku dan suara knalpot yang memecah keheningan malam mengiringi kepulanganmu. Semoga kamu selamat sampai rumah.

***

Aku terbangun dengan sinar matahari menyorot mukaku. Pasti ibuku yang membuka jendela kamar. Aku kumpulkan sisa-sisa jiwaku yang masih berceceran di kasur.

“Hari ini cerah sekali”, ucapku dalam hati.

Aku teringat sesuatu. Hari ini aku berjanji untuk mengunjungi makammu. Sudah setengah tahun aku tidak mengunjungimu. Semalam kamu datang ke alam tidurku, membangunkan memori masa lalu. Kamu pasti kangen aku kan? Tenang saja, hari ini aku akan mengunjungimu sayang. Aku akan bawakan cinta kita yang tidak pernah redup ini. Hari ini juga. Di pusaramu yang ditumbuhi rumput hijau dan bunga berwarna-warni.

There Is A Light That Never Goes Out

There Is A Light That Never Goes Out

There Is A Light That Never Goes Out[i]

[i]Lirik lagu diambil dari lagu The Smiths yang berjudul There Is A Light That Never Goes Out

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun