Mohon tunggu...
Bramanti Kusuma
Bramanti Kusuma Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A Philosophy Student | bramisthewalrus.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kontinuitas Filsafat Modern ke Filsafat Abad 20

2 Maret 2012   03:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:39 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di dalam sejarah pemikiran filsafat, setiap zaman atau periode mempunyai corak pemikiran yang berbeda. Contohnya, filsafat pada abad pertengahan dengan zaman modern mempunyai corak yang berbeda bahkan berlawanan. Tidak dapat disangkal bahwa perkembangan pemikiran filosofis sepanjang sejarah memperlihatkan suatu kontinuitas tertentu.  Artinya, pemikiran setiap zaman bisa merupakan sebuah kritik atau lanjutan dari pemikiran pada zaman sebelumnya. Kebangkitan filsafat abad 20 tidak lepas dari kritik dan merupakan lanjutan dari filsafat sebelumnya yaitu filsafat modern.

Filsafat abad 20 ditandai dengan lahirnya filsafat analitik yang berkembang di Inggris. Filsafat analitik lahir sebagai usaha untuk lepas dari pemikiran sebelumnya yaitu Immanuel Kant dan hal pertama yang dilawan adalah matematika.  Kelahiran filsafat analitik tidak terlepas dari peran Gottlob Frege. Ada dua hal mengapa peran Frege cukup penting dalam kelahiran filsafat analitik. Pertama, dengan penemuannya tentang logika modern Frege memberikan kita sebuah alat utama untuk analisa filsafat; kedua, ia membuat filsafat bahasa menjadi pusat dari perkembangan seluruh filsafat.  Filsafat analitik lalu dikembangkan oleh para filsuf dari Inggris yaitu Bertrand Russel, G. E. Moore, Ludwig Wittgenstein dan para kaum positivis-logis. Filsafat analitik lalu menyebar ke daerah persemakmuran Inggris dan Amerika. Selanjutnya, filsafat analitik disebut ‘Anglo-Saxon Philosophy’.

Selain ditandai dengan lahirnya filsafat analitik, filsafat abad 20 juga ditandai dengan lahirnya ilmu fenomenologi oleh Edmund Husserl yang mempengaruhi pemikiran pada awal abad 20. Sama seperti filsafat analitik yang bertolak dari filsafat Kant, fenomenologi juga bertolak dari filsafat Kant. Fenomenologi Husserl mengadopsi pola berfilsafat Kant, yaitu filsafat transedental.  Fenomenologi Husserl penting untuk pemikiran filsafat abad 20 karena ilmu tersebut berusaha untuk lepas dari presuposisi dalam memperoleh pengetahuan. Hal ini berlawanan dengan epistemologi yang berkembang pada filsafat modern. Fenomenologi Husserl kemudian berkembang di Eropa oleh Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Maurice Merleau-Ponty, Jacques Derrida, dan yang lainnya. Filsafat yang berkembang di Eropa ini kemudian disebut sebagai ‘Continental Philosophy’.

Selain filsafat analitik dan fenomenologi, filsafat abad 20 mendapatkan tambahan tenaga untuk bangkit dan semakin berkembang dari filsafat Friedrich Nietzsche, buku Sigmund Freud, dan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi. Pemikiran Nietzsche tentang kebenaran, kehendak untuk berkuasa, dan yang lainnya sangat mempengaruhi para filsuf setelah kematiannya. Freud dengan bukunya tentang evolusi menandakan bahwa manusia yang dielu-elukan sebagai makhluk paling sempurna pada zaman modern itu keliru. Rasionalitas manusia yang dianggap universal, pada abad 20 dianggap sebagai sesuatu yang otonom dan berbeda satu sama lain. Hal ini ditambah dengan kejadian perang dunia yang dikritik filsafat abad 20 karena perang dunia justru membuat rasionalitas manusia bukan lagi sebagai sesuatu yang unggul. Perang dunia juga menjadi latar belakang munculnya aliran eksistensialisme yang menjadi ciri khas dari ‘Continental Philosophy’.

Intinya, filsafat abad 20 bangkit untuk mengkritik filsafat modern yang mengagungkan rasio manusia. Perang dunia menjadi latar belakang kritik dari filsafat abad 20. Di dalam pengamatan filsafat abad 20, filsafat modern telah gagal dalam menyelesaikan tujuannya. Rasionalitas sebagai akar dari pemikiran filsafat modern sudah tidak lagi kuat posisinya. Filsafat abad 20 menolak kebenaran serta rasionalisme tunggal pada filsafat modern yang justru menghilangkan subjektifitas manusia. Hasilnya, pada abad 20 relativisme muncul sebagai efek dari kritik terhadap filsafat modern. Pada pemikiran filsafat abad 20 juga dapat dilihat kontinuitas dari filsafat modern yang dijadikan semangat untuk bangkit dari proyek filsafat modern yang dianggap gagal. Para filsuf besar biasanya berdialog dengan masa lampu filsafat dan oleh karenanya dengan sendirinya mereka menyatakan sesuatu tentang kedudukan historis mereka sendiri.

Daftar Pustaka
•    Adian, Donny Gahral. 2010. Pengantar Fenomenologi. Depok: Penerbit Koekoesan
•    Bertens, Kees. 1983. Sejarah Filsafat Abad XX: Inggris-Jerman (cetakan kedua). Jakarta: PT. Gramedia
•    Bunnin, Nicholas dan E. P. Tsui-James. 2003. The Blackwell Companion to Philosophy (2nd edition). Blackwell Publishing
•    Moran, Dermot. 2008. Routledge Companion to Twentieth Century Philosophie. Routledge

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun