Sesudah menimbang segala isi-isi pidato-pidato dan pembicaraan ini.
Kerapatan laloe mengambil kepoetosan:
Pertama : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH-DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA.
Kedoea : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA.
Ketiga : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA.
Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia;
Mengeloearkan keyakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatoeannya: kemaoean, sedjarah, bahasa, hokum adat, pendidikan dan kepandoean, dan mengeloearkan penghargaan, soepaya poetoesan ini disiarkan dalam segala soerat kabar dan dibacakan di moeka rapat perkoempoelan-perkoempoelan.”
Coba deh kompasianers bayangin, jaman itu tuh mereka ngadain kongres masih dengan pengawasan polisi-polisi belanda, tetapi sudah brani menyatakan persatuan secara eksplisit seperti di atas. Tak jarang pula saat mengadakan acara terbuka (yang tentunya selalu dikawal oleh polisi belanda), pembicara pada acara tersebut ditangkap dan dipenjara bahkan diasingkan.
Kita sebagai penerus mereka, yang bahkan kondisinya saat ini sudah merdeka, sudah seharusnya membela Negara kita bukan?
Terlebih lagi kaula muda yang umumnya masih memiliki idealisme yang tinggi. Ini adalah momen kita untuk memupuk idealisme akan cinta tanah air serta nasionalisme. Coba juga kompasianers bayangkan pada tahun 1928 di mana arus informasi masih sangat minim dan ego antar suku masih sangat tinggi, siapa yang bisa memersatukan Indonesia? Golongan muda, kawan!!
Faktanya, salah satu (Sumpah Pemuda) dari dua momentum (Sumpah Pemuda dan Kebangkitan Nasional) dicanangkan oleh pemuda - pemuda Indonesia. Oleh karena itu kita pasti bisa!!