Aardman merupakan nama studio stop motion yang memproduksi beberapa film animasi terkenal British. Salah satu yang terkenal di kancah internasional yaitu Shaun the Sheep.
Namun, selain Shaun the Sheep ternyata ada produksinya yang tidak kalah menarik, Wallace & Gromit. Belum lama ini, Aardman merilis kisah baru Wallace & Gromit yang berjudul "Vengeance Most Fowl" di Netflix.
Mengisahkan tentang karakter Wallace yang menciptakan sosok robot kurcaci bernama Norbot. Norbot dia buat bisa melakukan apa saja untuk membantu aktivitas manusia, bahkan memotong tanaman sekali pun.
Namun, secara tidak sadar ciptaan barunya ini juga membuat Wallace melupakan sahabat karibnya, Gromit. Hingga di saat yang sama, namun pada ruang yang lain, Feathers McGraw, seekor penguin jahat yang dipenjara di sebuah kebun binatang, ingin membalaskan dendam pada Wallace.
Feathers memantau informasi update tentang Wallace. Dia meretas sistem informasi penjara. Dia juga meretas Norbot dan mengubah modenya dari baik menjadi jahat.
Bagaimana Wallace memperbaiki keadaan & mengatasi semua ini? Film ini memiliki cerita yang asyik.
Musiknya menarik, sehingga berhasil menanamkan emosi kepada menontonnya saat menyaksikannya. Begitu pun animasinya dikemas dengan apik, teknik frame by frame yang memberikan kesan unik. Tentu hal ini berbeda dari teknik animasi 3d modelling yang lebih sering muncul di industri perfilman Hollywood.
Satu lagi yang menjadi poin penting adalah pesan filmnya.
Pesan film Wallace & Gromit tentang teknologi. Saat ini, teknologi dibuat bisa melakukan hal-hal seperti manusia. Namun, meski begitu tidak semua hal bisa teknologi gantikan dalam kehidupan, khususnya dalam hal yang berhubungan dengan perasaan, seperti persahabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H