Mohon tunggu...
agung bramantya
agung bramantya Mohon Tunggu... -

bukan siapa-siapa. disini hanyalah sekedar "mampir"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lima Tahun Sudah

5 Desember 2009   10:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:04 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_33860" align="aligncenter" width="300" caption="made in ibuuuk"][/caption] Sudah lama saya tidak menulis perihal anak-anak. Tak terasa, tahun telah berlalu sekian banyak sejak tulisan tentang anak-anak itu saya buat dahulu kala. Hingga pada akhirnya, sebuah dialog antara kakak beradik itu melambungkan pikiran saya. Sebuah cuplikan fragmen biasa-biasa saja dalam keluarga kami tiba-tiba berputar-putar dikepala. Terus berputar melambungkan kesadaran saya sebagai seorang ayah. Iya…status sebagai seorang ayah dari seorang anak, sebuah status yang biasa-biasa saja jauh dari kesan “wah” dan “prestisius”. Profesi seorang Bapak adalah profesi yang juga biasa-biasa saja, jauh dari rasa decak kagum dan tepukan penghargaan. * * * Salwa (putri pertama kami): mas Salman mau pipis? *kata mas Salman memang mulai kami populerkan mengingat Salman mau punya adik, insya Allah. Salman (putra kedua kami): iya Salwa: ayo sana cepet pipis di kamar mandi, ntar ngompol lho Salman: *** *masih belum beranjak. Anak ini memang rada malas kalo disuruh pipis, kecuali kalo udah kebelet banget, suka bikin heboh. Salwa: ayo cepet, ntar dimarahin ayah…ntar tak cebokin wes (nanti saya cebokin dah) *duh, itu bukan marah nak, hanya sekedar meninggikan suara agar perintah dan larangan lebih engkau perhatikan. Kamu sih, kalo dibilangin sekali jarang nurutnya. Halah…alasan klise para orang tua. Tapi begitulah, saya masih perlu banyak belajar dalam seni mendidik anak. Yang jelas tindakan fisik sangat saya hindarkan, juga kata-kata kotor dan celaan. Salman: ya *lalu dengan digandeng Salwa, mereka berjalan ke kamar mandi Salman: gelap nie *Salman masih terlalu pendek untuk meraih tombol saklar lampu. Lalu Salwa menghidupkan lampu kamar mandi dan menunggu adiknya selesai pipis. Setelah itu dia menyalakan kran air, dan membilas pipis dan mencebokin adiknya dengan shower di kamar mandi. Salman: ghufronaka…… *teriak saat keluar dari kamar mandi, lalu berlari menghambur ke tempat bermain yang tadi Salwa: ee….dipakai dulu celananya, ntar… tak madepin dulu *maksudnya menghadapkan arah celana Salman agar sesuai bagian depan-belakangnya, maklum Salman masih belum bisa membedakan dengan benar mana depan mana belakang Lalu merekapun kembali bermain… * * * Dialog itu kami (saya dan istri) dengarkan dari kamar sebelah. Anak-anak taunya kami sedang shalat. Saya dan istri kemudian saling berpandangan selepas adegan dialog itu, lalu tersenyum sendiri-sendiri. Entah apa yang ada dalam benak istri saya. Yang jelas hari itu Salwa, putri pertama kami telah genap berusia 5 tahun. Sedangkan Salman, putra kedua kami sebulan lagi sudah berumur 3 tahun. Bilangan 5 tahun menyadarkan saya, betapa sudah lamanya anak itu berada dalam asuhan kami. Dititipkan oleh Sang Maha Pencipta sebagai nikmat karunia tiada tara sekaligus ujian cobaan. Benar, kami tidak mengingkari bahwa kehadiran Salwa menambah kenikmatan bagi kami. Betul, kami tidak menyangkal bahwa kehadiran Salwa adalah penyejuk mata bagi kami. Bahkan, dia adalah cucu pertama dari keluarga saya juga dari keluarga istri saya. Hingga para kakek dan neneknya pun tak kurang bahagianya daripada kami, orang tuanya. Salwa kini sudah berumur 5 tahun, seorang kakak dari adiknya. Sikap kedewasaannya perlahan mulai muncul, meski masih sayup-sayup. Namun sifat kekanak-kanakannyalah yang lebih dominan, ya iyalah, kan juga masih 5 tahun. Dia tumbuh sebagai sosok yang feminis, ya iyalah, kan perempuan, please deh yah. Lucu tapi terkadang nyebelin, udah deh, ayah jangan lebay gitu. Oke, itulah Salwa. Dia masih membutuhkan banyak kasih sayang dan bimbingan dari orang tuanya untuk tumbuh lebih dewasa lagi, menapaki tahapan-tahapan psikologis seorang anak pada umumnya. Dan bersiap menghadapi ganasnya kehidupan bumi yang makin tua ini. Permasalahannya adalah: siapkah kami dengan segudang kasih sayang itu? (jika anda punya 2 anak, ya bersiap 2 gudang kasih sayang, 200% gitu, jika lebih ya tinggal tambahkan saja. Ingat jangan dibagi, tapi ditambah, akan kacau jika kasih sayang itu dibagi, setuju?). Mampukah kami memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak yang kami cintai? Cukupkah bekal kami sebagai orang tua untuk menanggung keberadaan anak-anak itu lahir dan batin? Tersediakah kemampuan kami untuk sekedar menghantarkan anak-anak kami tumbuh dewasa dengan benar? Dan serentetan pertanyaan yang menggayuti alam pikiran kami. Sementara disana masih ada Salwa-salwa yang lain, anak-anak yang begitu lucu dan polos sama seperti Salwa, bahkan terkadang kondisinya tidak seberuntung Salwa. Sementara disana masih ada Ayah-ayah yang lain, para ibu dan para orang tua yang berkasus sama, yaitu sama-sama punya anak. Mungkin mereka tidak seberuntung saya, tidak juga berarti saya lebih beruntung dari mereka. Setiap keluarga dan individu mempunyai keunikannya masing-masing. Yang jelas, masalah pendidikan anak adalah permasalahan yang besar dan serius. Dan kita sebagai orang tua tidak bisa mengelaknya, bisa sih mengelak jika anda tidak punya hati. Marilah kita sejenak mengevaluasinya, minimal evaluasi diri sendiri. Perhatikan dengan seksama dan teliti lagi, jika ada kekurangan segeralah ditambah, jika terjadi kesalahan buru-burulah diperbaiki, jika ada kebaikan pertahankanlah dan tingkatkan lebih baik lagi. Jangan ragu untuk memperbaiki kualitas keorang-tuaan anda. Berapapun harganya, tebuslah ia sekuat kemampuan anda. Berapapun nilainya, usahakanlah ia sekuat-kuatnya. Pendidikan anak dalam keluarga adalah hal yang utama. Semoga hari ini anda makin sayang dengan anak-anak anda. Semoga hari ini anda tersadarkan akan keberadaan anak-anak, terutama anak yatim dan/atau piatu diluar sana. Anak-anak yang mungkin tidak secantik dan secakep anak anda. Anak-anak yang tidak seberuntung anak anda. Merekalah taruhan masa depan kita, jangan sia-siakan mereka. Mereka butuh dekapan kasih sayang, buaian lembut sosok orang tua. Semoga Allah membimbing dan memapah kita dengan benar melalui hari-hari bersama anak-anak. Eh, sekarang giliran Salwa yang kebelet pipis. Kalo dia mah, sudah bisa pipis dan cebok sendiri. Cepet sana…habis itu kita bermain kembali…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun