Hubungan antara Malaysia dan Indonesia selalu ada polemik. Polemik yang baru-baru ini terjadi adalah tentang iklan TKI kita serta tentang kerjasama perusahaan Indonesia dan Proton Malaysia. Selain polemik-polemik itu, sering juga kita dengar sebelumnya polemik terkait produk-produk kita yang "dicolong" Malaysia serta polemik perbatasan.
[caption id="attachment_368048" align="aligncenter" width="300" caption="Bendera Indonesia dan Malaysia (sumber gambar: waspada.com)"][/caption]
Jika sudut pandang kita diarahkan pada perspektif perusahaan, Indonesia dan Malaysia itu bisa kita tempatkan berada dalam satu perusahaan. Dan mereka saling mendukung karena berada dalam satu rantai suplai dalam proses bisnis. Ketika mereka berpolemik maka kinerja perusahaaan akan terganggu.
Kenapa saya ibaratkan dalam suatu perusahaan?
Karena mereka seperti saling "mendukung". Indonesia bisa ditempatkan pada divisi produksi dan Malaysia ditempatkan pada divisi sales dan marketing. Malaysia begitu pandainya memasarkan produk-produk dengan menggunakan brand mereka. Sedangkan Indonesia begitu pandainya memproduksi suatu produk. Indonesia yang membuat produk dan Malaysia yang memasarkannya.
Coba kita lihat, 10-20 tahun belakangan ini, beberapa produk Indonesia "dipasarkan" oleh Malaysia dengan menggunakan brand mereka. Dunia melihatnya bahwa produk itu adalah produk Malaysia.
Tidak hanya dalam hal produk, Malaysia begitu punya kapasitas memasarkan objek wisatanya, mulai dari wisata fisik maupun yang wisata rasa yang barangkali di dalam objek wisata itu ada produk Indonesia yang mereka "colong". Padahal di Indonesia sendiri begitu banyak dan kaya akan objek wisata mulai dari alam, sejarah, budaya, hingga wisata yang hanya dapat dinikmati secara rasa. Namun jumlah wisatawan ke Malaysia lebih banyak tiga kali lipat daripada jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia (ref)
Divisi produksi semakin melekat pada Indonesia, karena banyak produk-produk Malaysia dibuat oleh pekerja-pekerja Indonesia. Begitu banyak tenaga kerja Indonesia mendedikasikan dirinya untuk membantu Malaysia membangun negara Malaysia. Siapa tak kenal dengan menara Petronas, kabarnya menara itu di rancang oleh putra Indonesia dan pekerja-pekerja atau buruhnya dari Indonesia. Namun kini menara itu menjadi simbol Malaysia untuk mendatangkan para turis ke negara mereka. Siapa tak kenal perusahaan minyak Petronas, kabarnya perusahaan itu ikut dibangun oleh putra-putra Indonesia, dan kini Malaysia begitu pandainya memasarkan Petronas sehingga dunia meliriknya bahkan brand Petronas nampil di arena balap mobil F1. Dan kabarnya hingga saat ini ada beberapa orang Indonesia yang masik ikut berkontribusi memajukan Petronas hingga menjadi perusahaan level dunia. Selain itu, di arena balapan dunia, siapa tak kenal dengan sirkuit Sepang, tempat diadakannnya balapan level dunia yaitu F1 dan Motogp. Kabarnya orang Indonesia ikut berkontribusi membangun sirkuit tersebut, namun Malaysia begitu pandai nya memasarkan sirkuit itu sehingga mendapat kepercayaan organisasi balap dunia untuk masuk dalam agenda balapan mereka, Malaysia mendapat untungnya. Selain itu ada Upin ipin dan kini yang lagi rame Proton Malaysia.
Mengenai proton Malaysia, siapa yang tak kenal proton. Perusahaan proton sudah ada sejak tahun 80-an namun masih tetap eksis hingga sekrang bahkan mampu ekspansi ke beberapa negara terutama negara ASEAN. Walaupun kabarnya komponen dari mobil tersebut adalah produk jepang dan proton hanya merakit saja. Tidak ada yang dapat dibanggakan kalau dari sisi produk. Namun keunggulan mereka adalah mereka berani dan percaya menampilkan brand mereka sendiri pada mobil tersebut. Dan orang-orang melihatnya mobil itu adalah mobil Malaysia karena yang ditampakkan pada body mobil tersebut adalah logo Proton yang perusahaannya merupakan perusahaan Malaysia, bukan logo produk jepang yang tersembunyi dalam komponen bagian dalam mobil. . Hal seperti yang mereka lakukan itu adalah strategi model bisnis. Dan model-model bisnis seperti ini banyak diterapkan oleh berbagai perusahaan terutama industri penerbangan seperti Boeing dan Airbus.
Hal-hal tersebut, yang makin menasbihkan Malaysia sebagai negara divisi sales dan marketing dan Indonesia sebagai negara divisi produksi jika dibawa dalam perspektif bisnis perusahaan.
Yang selalu sering mendapat nama dan keuntungan adalah yang jago memasarkan produk yaitu orang yang berada dibarisan terdepan yaitu divisi penjualan dan pemasaran. Seperti halnya grup band dimana yang dikenal dan mendapat keuntungan lebih besar adalah vokalisnya.