Kemarin, Perpres baru tentang Jaminan Hari Tua (JHT) diprotes oleh masyarakat pekerja. Ada isi dari Perpres tersebut yang tidak dikehendaki oleh para pekerja yaitu terkait pada hal pencairan dana jaminan hari tua. Kemudian setelah dikonsultasikan dengan presiden, barulah perpres tersebut direvisi. Namun sayangnya perpres tersebut sudah terlanjur ditandatangani oleh presiden. Terpaksa lagi-lagi presiden harus menanggung malu karena perpres yang sudah ditandatanganinya, kemudian diprotes oleh rakyat dan kemudian Perpres tersebut direvisi, hal semacam ini terjadi lagi dimana sebelunnya Perpres lain yang sudah ditandatangani presiden serta mengundang protes dari rakyat banyak adalah terkait uang muka mobil dinas pejabat negara, bahkan tercatat Perpres ini sebelum direvisi umurnya hanya berusia 17 hari. Di kasus ini presiden secara terang-terangan mengakui kesalahannya tidak membaca isi dari dokumen Perpres tersebut. Barangkali presiden sudah begitu percaya dengan bawahannya. Kepercayaan itu memang sangat diperlukan agar organisasi bisa berjalan baik. Mungkin, baru kali ini ada seorang presiden yang mengakui kesalahannya di depan publik ketika salah menandatangani sesuatu, dimana bisa saja hal seperti ini juga pernah menimpa presiden pendahulunya yang juga manusia biasa, namun karena merasa diri sebagai presiden seakan-akan tidak pernah salah, jadi merasa gengsi kalau mengakui kesalahan. Tindakan mengakui kesalahan dan kemudian memperbaiki atau merevisi adalah tindakan yang gentleman, manusia tidak luput dari lupa dan salah, namun mengakui kesalahan dan memperbaikinya adalah sesuatu yang patut diapresiasi.
Selain Perpres yang mengundang protes rakyat banyak, ada perpres yang tidak terlalu banyak mengundang protes rakyat banyak namun tercatat juga oleh publik dimana ada beberapa kali presiden mengubah atau merevisi perpres yang sudah ditandatanganinya, yaitu Perpres tentang penataan tugas dan fungsi kabinet kerja, Perpres tentang unit staf keperesidenan yang kemudian menjadi Perpres tentang kantor staf presiden, Perpres tentang Badan Ekonomi Kreatif. Diketahui hingga Mei 2015, bahwa Presiden Jokowi telah menerbitkan 72 Perpres.Â
Untungnya hingga saat ini, presiden masih mau mendengar protes rakyat banyak dan mengakomodir protes tersebut dengan merevisi perpres yang dirasa bertentangan dengan kehendak rakyat. Walaupun ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang mungkin tidak terkait perpres bertentangan dengan kehendak rakyat kebanyakan hingga saat ini walaupun sudah diprotes namun tidak diakomodir pemerintah secara signifikan, yang tersorot utama adalah terkait kebijakan subsidi BBM, dimana rakyat inginnya subsidi BBM itu dinaikkan [kalau bisa harga BBM itu gratis walaupun negara ini sebenarnya miskin minyak yang jumlah produksinya tidak mampu untuk mendukung kehidupan masyarakat indonesia yang jumlahnya 200-an juta jiwa ini dan kemungkinan akan terus naik di masa datang], bukan malah dikurangkan bahkan hampir nol subsidinya yang membuat harga BBM itu makin mahal serta mengikuti harga minyak dunia. Toh dampak pengurangan subsidi yang membuat harga BBM itu mahal, sampai saat ini tidak terasa, apa gunanya mengurangi subsidi BBM? inflasi malah makin naik, harga bahan pokok malah makin naik, rupiah makin naik.    Â
Kembali pada perpres presiden. Melihat beberapa kali revisi perpres yang sudah ditandatangani, banyak faktor yang menyebabkannya. Mulai dari faktor internal, maupun eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari diri presiden sendiri, dan faktor ekstenal adalah faktor yang berasal dari lingkungan presiden. Apa saja faktor-faktor itu, perlu penelitian lebih lanjut.
Perpres itu hanya berupa produk dokumen (kertas) ber kop negara yang di dalamnya berisi tulisan hasil pemikiran para pembuat kebijakan untuk mengatur secara teknis kehidupan bernegara. Perpres itu bukanlah produk fisik seperti jembatan, jalan, bangunan, dll, tapi berupa tulisan di atas kertas, sehingga dapat dengan mudah diubah oleh presiden dalam waktu sehari, sejam, bahkan mungkin bisa diubah dalam waktu semenit jika sistem adminsitrasinya dapat dibikin seefisien mungkin. Walaupun bisa diubah-ubah dengan mudah dalam waktu singkat, namun wibawa kepresidenan dipertaruhkan di situ. Kepercayaan rakyat terhadap lembaga kepresidenan dipertaruhkan di situ. Kepercayaan punya peranan sangat penting, jika level kepercayaan sudah berada di titik nadir, butuh waktu sangat lama dan usaha ekstra untuk meningkatkan level kepercayaan itu kembali, tidak sesingkat mengubah perpres yang ada di selembar kertas, bahkan mungkin membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan mengubah bentuk fisik jembatan yang sudah dibangun. Â
Faktor internal dan ekstenal yang menyebabkan perubahan perpres, seharusnya bisa dikelola dengan baik, jika faktor internal dan ekstenal itu dapat diintegrasikan secara efektif dan efisien. Pemikiran yang tertuang dalam secarik kertas perpres itu berasal dari informasi-informasi atau data-data yang diperoleh oleh tim perumus kebijakan baik dari persepsi diri sendiri maupun dari lingkungan eksternal tim perumus, kemudian data-data atau informasi itu diolah dan dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan serta memunculkan berbagai pemikiran solusi untuk dituangkan dalam perpres. Singkat kata prosedur riset wajib dilakukan. Yang melakukan riset serta menelurkan solusi teknisnya bukanlah presiden, namun para personel bawahan presiden.
Dalam jabatannya, Presiden hanya memberikan arahan dan kinerja apa yang diharapkan dari hadirnya perpres maupun kebijakan lainnya terhadap kehidupan masyarakat. Yang dilihat presiden adalah kinerja dari kondisi real akibat implementasi kebijakan yang disusun bawahannya dalam bentuk perpres, apakah sesuai yang diinginkan atau tidak. Kemampuan bawahan presiden untuk memahami kondisi rakyat melalui pengumpulan informasi secara tepat, valid, dan menyeluruh, kemudian mengolah dan menganalisanya, kemudian kemampuan untuk meracik solusi yang dirasa cocok terkait apa, siapa, kapan, kenapa, dimana, bagaimana kebijakan itu diterapkan sangat dituntut. Ini bukan masalah teknis saja, tapi ada sisi non teknis karena yang difungsikan dalam aspek pemerintahan adalah fungsi pelayanan, dimana solusi harus memiliki tanggung jawab moral dan empati serta simpati dari para pegawai atau pejabat terhadap lingkungan masyarakat yang menjadi tanggung jawab tugasnya agar solusi yang diberikan tepat sasaran. Terjadinya revisi-revisi perpres akibat protes rakyat, terlihat bahwa masih ada pejabat kita belum memiliki kompetensi maupun rasa dengan baik terkait permasalahan yang terjadi di masyarakat.             Â
Penerapan sistem knowledge management yang mumpuni dapat membantu tugas bawahan presiden dalam menrumuskan kebijakan, dan juga dapat membantu presiden untuk mendapatkan informasi yang tepat secara cepat. Informasi untuk presiden dapat berupa tampilan prediksi apa yang kiranya akan dirumuskan oleh tim perumus. serta juga informasi langsung dari masyarakat yang nantinya akan merasakan dampak dari hadirnya perpres atau kebijakan yang akan diterbitkan presiden. Tingkat "kekepo" an presiden harus ditingkatkan, sehingga presiden bisa terus mengingatkan atau memberikan arahan lebih lanjut atau mungkin meng "cut" apa-apa saja terkait perpres yang sedang dirumuskan kepada tim perumus agar perpres yang ditandatangani tersebut cocok untuk masyarakat. Sehingga ketika dokumen sudah berada di meja presiden, bararti dokumen itu telah melalui proses "kekepoan" presiden.
Â
 Kepercayaan pada bawahan itu sangat perlu, namun jangan juga mudah percaya.   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H