[caption caption="transportasi online (sumber gambar: liputan6.com)"][/caption]
Kemarin malam kita dikejutkan dengan aturan Kementerian Perhubungan yang mengeluarkan kebijakan melarang transportasi berbasis aplikasi online beroperasi. Baru hari ini (18/12/115), berita itu heboh di berbagai media dan masyarakat. Sebagaimana kita tahu transportasi online saat ini sedang marak-maraknya terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dll baik yang beroda dua (motor) atau roda empat (mobil). Ada GoJek, Grab Taxi, Uber Taxi, dll.
Sebagian masyarakat sangat terbantu dengan hadirnya sarana transportasi yang memanfaatkan aplikasi internet tersebut. Pelayanan yang diberikan pun secara umum cukup memuaskan, sehingga masyrakat ketagihan menggunakannya. Oleh karena itu, adanya aturan yang ditanda tangani Menhub Ignatius Jonan itu membuat masyarakat tersentak kaget. Banyak yang protes sana sini, tidak setuju adanya aturan tersebut.Â
Apa alasan Kementerian Perhubungan mengeluarkan aturan tersebut? Alasan utama karena kendaraan yang digunakan adalah kendaraan pribadi yang digunakan sebagai kendaraan umum. Sebagaimana layaknya kendaraan umum, setiap orang yang menumpang harus membayar sejumlah uang. Jika digunakan sebagai kendaraan umum maka kendaraan tersebut harus memenuhi syarat tertentu, seperti harus uji kir, membayar pajak, harus dapat izin dari Kemenhub (plat kuning), dan minimal roda dua ke atas, dst.
Jika Definisi ini yang digunakan maka semua moda transportasi yang tidak berplat kuning namun digunakan untuk mengangkut penumpang dan dikenakan bayaran adalah ilegal, seperti delman, ojek, rental mobil/motor pribadi, dst. Namun sayangnya aturan ini hanya diberlakukan untuk yang berbasis online, bukan offline. Maka dari itu masyarakat marah, karena dirasa tidak adil, kok cuman yang online aja yang kena?
" Seperti diberitakan, Djoko ( Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan) mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia. Dia menjelaskan pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan. " -detik.com-
Pak Jonan membedakan moda transportasi tersebut dari aspek informatikanya, padahal sebenarnya kendaraan dan pengemudinya bisa saja sama, pagi hari ojek pangkalan, namun di siang hari hingga malam hari beralih menjadi ojek online. Malahan Pak Jonan "menganggap" ojek pangkalan itu adalah kegiatan non-transportasi publik. Jika menggunakan kata "menganggap" maka itu bisa saja subjektif. Karena secara definisi sarana transportasi umum yang tercantum dalam UU, apa bedanya kendaraan ojek pangkalan dengan ojek online? toh tidak ada yang beda, hanya beda pada sarana pemesanannya saja, diluar itu semua sama, sama-sama roda dua.Â
"Aplikasi online itu sistem reservasi. Sementara ojek pangkalan selalu dianggap sebagai kegiatan non-transportasi publik," kata Jonan kepadadetikINET, Jumat (18/12/2015). -detik.com- Â Â
Loh, Pak Jonan kan Menteri Perhubungan bukan Menkominfo, ngepain ngurusin sarana reservasinya yang satu online dan yang satu offline? Bukannya itu tugas Menkominfo?
Kehebohan ini sampai ke telinga Presiden Jokowi. Beliau berpendapat, sistem transportasi berbasis online ini dibutuhkan masyarakat, hanya saja perlu ditata. Beliau pun memanggil Menteri Jonan. Tidak beberapa lama kemudian, Menteri Jonan mengeluarkan kebijakan mencabut aturan yang telah dikeluarkan dan ditandatanganinya tersebut, yang berarti mengizinkan kembali transportasi online beroperasi. masyarakat pun senang, dan berterima kasih pada Pak Jokowi.Â
Blunder