[caption caption="ilustrasi (sumber gambar: satuharapan.com)"][/caption]Merebaknya kejahatan seksual pada anak-anak semakin mengkhawatirkan semua orang. Banyak faktor yang menyebabkannya. Dari faktor anak itu sendiri hingga faktor dari si pelakunya. Faktor anak misalkan terkait pada pengetahuan si anak terhadap bagian-bagian vital tubuhnya, sedangkan faktor dari si pelaku misalkan karena psikologinya serta lingkungannya.
Perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas bangsa ini. Siapa tahu anak yang menjadi korban itu di masa depan sebenarnya adalah anak yang bisa memajukan bangsa ini? diberi "misi" untuk mensejahterakan kehidupan anak cucu kita semua? tapi karena dimasa kecil mereka menjadi korban maka bisa saja "misi" si anak itu akan terganggu bahkan batal alias tidak terwujud, oleh karena itu sedari kecil mereka harus kita lindungi.
Saat ini pelaku kejahatan seksual pada anak hanya diberikan hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, berdasarkan UU No.23 tahun 2002. Namun, hukuman itu dirasa kurang. Oleh karena itu, pemerintah saat ini mewacanakan untuk menambah hukumannya yaitu hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual anak-anak. Hukuman kebiri merupakan jenis hukuman dengan tujuan untuk mengurangi birahi seseorang, melalui rekayasa pada hormon testoteronnya (bagi laki-laki).Â
Belum dikatahui pasti, apakah jika hormon testosteron seseorang diturunkan kadarnya, maka mampu membuat nafsu syahwat seseorang akan menurun atau bisa hilang walaupun dihadapkan pada mereka wanita wanita seksi atau hal-hal yang dulunya mampu membuat gelora sahwatnya memuncah?Â
Namun, beberapa pihak ada yang seakan menolak hukuman kebiri ini, dimana mengatakan bahwa proses pengkebirian ini memerlukan zat kimia tertentu, dan zat kimia ini harus disuntikan secara kontinu pada periode tertentu, jika tidak maka syahwat seseorang itu bisa bangkit lagi. Sehingga nantinya akan menimbulkan efek "ketergantungan" terhadap zat kimia tersebut. Apakah benar atau tidak, penulis tidak tahu karena penulis bukan dokter.
Disamping dari sisi medis, dari sisi psikologi pun akan ada dampaknya. Ada dua efek psikologis, yaitu pertama si terkebiri akan stress, depresi, putus asa. Dan yang kedua adalah kebalikannya, yaitu si terkebiri akan semakin "perkasa" lebih agresif menyalurkan hasrat seksualnya. Apakah benar atau tidak, penulis tidak tahu karena penulis bukan dokter.
Selain dampak dari pengkebirian, yang berarti pasca kejadian, juga ada pernyataan dari beberapa pihak terkait pada pra kejadian, yaitu kenapa seseorang itu malakukan kejahatan seksual. Mereka beranggapan bahwa seseorang melakukan hal tersebut karena penyakit jiwa atau fantasi seksual yang menyimpang. Dimana hal ini lah yang sebenarnya mesti disembuhkan.Â
Namun yang pasti adalah mencegah lebih baik daripada terjadi. Semua orang barangkali  sepakat bahwa memang ada sesuatu yang menyimpang dari pelaku kejahatan seksual pada anak itu. Untuk mengobatinya, maka kita harus tahu dulu siapa-siapa saja orang yang menyimpang itu. Namun darimana kita tahu bahwa seseorang itu punya penyimpangan seksual jika dia tidak memberitahu sendiri pada orang lain. Atau mungkin kita tunggu dulu ada kejadian, supaya kita tahu bahwa seseorang tersbut punya prilaku menyimpang. Padahal kan misi kita ingin mencegah kejadian itu terjadi?
Ibarat rumah, maka hukuman itu merupakan pagarnya. Kita tidak tahu siapa-siapa saja calon maling yang akan merampok rumah kita. Oleh karena itu pagar rumah kita bikin, selain untuk memberi tanda area rumah kita, juga sebagai pelindung untuk mencegah agar maling tidak nyelonong ke dalam area rumah. Seandainya, di lingkungan rumah kita banyak kejadian kemalingan, maka kita akan meninggikan pagar rumah serta menambah embel-embel pada pagar agar maling tidak jadi masuk untuk merampok. Begitupun jenis hukuman, akan terus ditingkatkan kalau ternyata hukuman yang ada ternyata masih dapat "memancing" seseorang untuk melakukan perbuatan melanggar hukum.
Penambahan hukuman yaitu pemberlakuan hukuman kebiri termasuk cara meninggikan pagar perlindungan bagi anak-anak. Namun pagar ini harus terlihat jelas dan tegas serta menakutkan, agar pelaku sejak dari jauh sudah tidak bersemangat untuk melakukan tindakannya. Cara lain meninggikan pagar perlindungan anak, misalkan juga dapat dilakukan dengan menghukum mati si pelaku. kira-kira hukuman apa yang cocok dimana setidaknya si pelaku masih bisa terlindungi haknya walaupun mungkin akan berkurang, apakah kebiri atau hukuman rehabilitasi? atau memang hukuman mati yang mana merupakan pagar tertinggi, dimana hak hidup seseorang akan dicabut?
Jika ternyata perbuatan itu memang terdorong oleh kadar hormon testoteronya alias karena faktor biologis, rasanya pemberlakuan hukuman mati tidak lah pantas, barangkali kebiri lebih cocok. Karena hukuman kebiri barangkali pagar tertinggi dalam lingkup faktor biologis sahwat. Jika nanti pagar perlindungan, misalkan hukuman kebiri itu terwujud, maka diharapkan sosialisasi nya benar-benar dilakukan secara masif dan jelas, agar calon-calon pelaku, yang tidak bisa kita deteksi itu, bisa tahu dan takut, karena salah satu harta berharga lelaki, siapapun dia, kaya atau miskin, adalah sahwatnya. Kalau sahwatnya letoy, bagi seorang laki-laki itu adalah petaka pada mereka, sesuatu yang sangat menakutkan.Â