Perekonomian daerah Provinsi Bali telah amat bergantung pada industri pariwisata. Struktur perekonomian daerah Provinsi Bali dibangun oleh industri pariwisata dan industri yang terkait, sehingga industri pariwisata telah menjadi tulang punggung dan mesin pertumbuhan perekonomian daerah.Â
Kondisi ini tidak terhindarkan, mengingat Provinsi Bali memiliki berbagai keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif bila dibandingkan dengan daerah tujuan wisata lain, yang membuat Bali tumbuh secara pesat menjadi salah satu destinasi berkelas dunia.
Kemajuan pesat industri pariwisata Bali di satu sisi memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat Bali namun di sisi lain juga menimbulkan permasalahan. Industri pariwisata merupakan industri yang rentan, karena sedikit saja gejolak pada aspek keamanan dan kenyamanan wisatawan akan segera menimbulkan gangguan pada industri ini.Â
Beberapa gejolak yang terjadi pada dasarnya telah memberikan sinyal tentang kerentanan industri pariwisata. Gejolak tersebut seperti Perang Teluk pada tahun 1990, Tragedi WTC tahun 2001, Bom Bali I tahun 2002, wabah SARS tahun 2002-2004, dan Bom Bali II tahun 2005 telah berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan internasional ke Bali.Â
Kini pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID)-19 pada tahun 2020 kembali mengakibatkan terpuruknya industri pariwisata, bahkan dampaknya lebih parah daripada berbagai gejolak sebelumnya.
Keterpurukan industri pariwisata akibat pandemi COVID-19 menimbulkan permasalahan sosial ekonomi yang serius bagi masyarakat Bali, terlebih hingga saat belum dapat diketahui kapan pandemi COVID-19 berhenti. Kondisi ini selanjutnya membuka memori lama agar Bali kembali menghidupkan sektor pertanian.Â
Opsi ini nampaknya tidak mudah diwujudkan dalam jangka pendek, mengingat keterpurukan pariwisata juga mengakibatkan penurunan serapan produk pertanian baik oleh hotel dan restoran maupun akibat penurunan daya beli masyarakat secara umum.Â
Di samping itu lahan pertanian juga telah menjadi semakin sempit karena terkonversi menjadi fungsi lainnya seperti perumahan, perkantoran, termasuk sarana akomodasi pariwisata.Â
Permasalahan lainnya adalah karakteristik tenaga kerja Bali yang sebagian besar juga telah beralih dari sektor pertanian ke sektor jasa pariwisata dan jasa lainnya. Dengan demikian kembali ke pertanian sepertinya belum dapat menjadi opsi kebijakan yang dapat ditempuh dalam jangka pendek.
Belajar dari berbagai kejadian yang telah mengindikasikan betapa rentannya perekonomian daerah Bali akibat hanya mengandalkan industri pariwisata, maka diperlukan peninjauan kembali terhadap strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi daerah.Â
Provinsi Bali perlu  segera melakukan diversifikasi sumber-sumber pertumbuhan ekonominya untuk memperkuat resiliensi perekonomian daerah. Agar mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonomi daerah yang baru, aktivitas perekonomian tersebut tentunya harus memiliki karakteristik yang berbeda dengan industri pariwisata. Industri yang baru ini harus mampu menjangkau pasar internasional, tanpa harus tergantung pada interaksi secara fisik sebagaimana karakteristik aktivitas kepariwisataan. Â