Mohon tunggu...
Ani Berta
Ani Berta Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger

Blogger, Communication Practitioner, Content Writer, Accounting, Jazz and coffee lover, And also a mother who crazy in love to read and write.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dalang Bocah, Penyelamat Regenerasi Pewayangan

31 Juli 2012   10:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Profesi dalang masih bisa dihitung jari di negeri ini jumlahnya. Bahkan pekerjaan sebagai dalang banyak yang menganggap bukanlah suatu pekerjaan yang menjanjikan untuk masa depan. Kenapa? Karena di Jaman yang sudah serba instant dan digital ini masyarakat cenderung memilih hiburan yang lebih mudah diperoleh dan umum adanya.

Jika menonton hiburan wayang dianggapnya kuno, kolot dan gak keren kata anak-anak muda jaman sekarang. Maka andil dalang dalam upaya membantu pemerintah untuk memajukan budaya bangsa serta memelihara warisan luhur budaya Negeri ini nyaris tak ada dukungan langsung dari masyarakat Indonesia.

Padahal wayang adalah salahsatu warisan budaya Indonesia yang telah tercatat di UNESCO.

Seni pewayangan padahal mengandung estetika yang kaya peran, misalnya sang dalang bisa jadi sutradara pementasan, menjadi pemain dan menjadi penyampai media hiburan serta pesan moral.

Maka seni pewayangan yang melibatkan dalang sebagai penggeraknya patut dilestarikan dan dipelihara agar tidak punah ditelan jaman.

Solusi untuk melestarikan budaya ini salah satunya adalah dengan cara melakukan regenerasi profesi dalang diseluruh penjuru negeri. Dengan regenerasi budaya ini akan senantiasa hidup dan berkembang dari jaman ke jaman.

Memang tak mudah untuk melakukan regenerasi ini, apalagi untuk menggiring opini anak-anak agar menyukai seni wayag dan tertarik untuk menjadi dalang.

Kendati demikian masih ada secercah harapan untuk bisa membuat anak tertarik pada seni pewayangan, misalnya dalang yang sekarang bisa melakukan inovasi dalam pertunjukan wayangnya agar lebih menarik dan cocok ditonton anak-anak, tanpa mengabaikan dasar cerita dari asal muasalnya tentunya. Serta tak perlu merubah seni idealisme pewayangan aslinya.

Seperti yang dituturkan oleh salahsatu dalang asal Jawa Barat di acara Kick Andy yang saya saksikan secara langsung. Bernama Wawan Dede Amung Sutarya, yang telah berinovasi membuat pertunjukan wayang golek bisa digemari anak-anak, misalnya dengan menambahkan tokoh kartun Tom and Jerry dengan tema Buta Cakil melawan musuh Tom atau masih banyak lagi tokoh kartun yang bisa sama-sama ditampilkan di pentas wayang.

Wawan Dede Amung Sutarya ini bahkan menurunkan bakatnya pada anak remajanya bernama Sensen, diakui dalang yang telah menuai sukses dalam pedalangan ini, hanya Sensen lah anaknya yang berminat meneruskan bakat ayahnya sementara anak-anaknya yang lain tak berminat.

Minatnya Sensen menjadi penerus tampuk dalang dari ayahnya, sangat membuat harapan dunia pewayangan di Indonesia menjadi ada harapan terhadap regenerasi dan terciptanya pelestarian budaya bangsa yang telah menjadi warisan luhur. Mudah-mudahan semakin banyak Sensen lagi.

Dari sudut edukasi dan hiburan, wayang pun sebenarnya punya banyak sisi fun, misalnya kisah yang seru dari tokoh-tokoh wayang yang lucu di wayang golek, seperti si cepot, tokoh bijaksana Semar dan dalam wayang kulit ada Gatot Kaca si super hero nya Indonesia dan masih banyak lagi. Yang kurang adalah sosialisasi dan pendekatan terhadap anak-anak. Mungkin kurang berminatnya orangtua mengenalkan seni wayang juga tidak adanya waktu khusus untuk mengenalkannya.

Dengan berusaha mengenalkan wayang, menonjolkan sisi positif dan fun dari wayang pada anak, akan muncul sikap menyukai dan akhirnya tercipta minat.

Maka dari itu mulai dari sekarang untuk minat dalam seni wayang dan pedalangan bisa kita perkenalkan sedikit demi sedikit dan bertahap, bisa melalui dongeng kisah para tokoh pewayangan atau menyaksikan langsung pagelaran wayang. Siapa lagi yang akan menjaga warisan budaya leluhur kita jika bukan kita sendiri? Jangan sampai generasi kita banyak mengidolakan tokoh super hero dari luar atau tayangan impor yang sebenarnya kualitas nilai filosofisnya kurang dibanding budaya kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun