Mohon tunggu...
Ani Berta
Ani Berta Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger

Blogger, Communication Practitioner, Content Writer, Accounting, Jazz and coffee lover, And also a mother who crazy in love to read and write.

Selanjutnya

Tutup

Money

Berpihak Kepada Petani Lokal Harus di Implementasikan

21 Februari 2016   12:16 Diperbarui: 21 Februari 2016   12:46 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Bunyi Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3 di atas menggelitik saya untuk beropini saat mengikuti diskusi Kementerian Pertanian di Hotel Aston TB Simatupang 17 Februari 2016 lalu. Bertema “Bermartabatkah Kelapa Sawit kita?”

Membahas perjanjian Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) yang sedang gencar diikuti oleh lima pengusaha besar Indonesia dan menandatangani perjanjian tersebut. Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Gamal Nasir menyayangkan The Big Five pengusaha Indonesia ikut menandatangani IPOP karena dalam poin-poin perjanjian tersebut banyak hal yang tak berpihak kepada petani lokal. Misalnya, Tandan Buah Segar (TBS) yang dijual para petani kepada perusahaan harus memenuhi standar dan peraturan IPOP. Sedangkan petani sudah mengikuti prosedur Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

Tujuan para pengusaha yang ikut menandatangani IPOP tersebut salah satu motivasinya adalah ingin memperkuat pasar dan memperluasnya. Padahal dari total luas area perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 10,5 juta hektar setengahnya milik petani swadaya. Petani swadaya ini selain menghasilkan sawit terbaik baik secara kualitas maupun kuantitas juga menciptakan banyak lapangan pekerjaan.

Firman Soebagyo, Anggota Komisi IV DPR-RI

Firman Soebagyo, Anggota Komisi IV DPR-RI juga berpendapat bahwa pengusaha yang bergabung dengan IPOP dianggap sebagai pelanggaran terhadap UUD 1945. Rasa nasionalisme yang kurang ini menyebabkan renggangnya kebersamaan antar petani dan pengusaha dan otomatis akan menurunkan kesejahteraan rakyat karena berdampak pada usaha-usaha lainnya, seperti peternakan dan lain-lain.

Indonesia sebagai penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia, masih banyak dicari dan menjadi andalan. Kelapa sawit merupakan penghasil devisa terbesar Indonesia dan sampai saat ini, belum pernah mendapatkan subsidi apapun termasuk pupuk untuk kelapa sawit ini.

Opini saya pribadi, jika Indonesia sudah punya ISPO apa lagi sebagai penghasil sawit terbesar dunia, sebaiknya punya posisi tawar yang kuat dan jika ingin memperluas pasar dan memperoleh nilai lebih baik dari strategi manajemen, penelitian untuk menghasilkan kualitas produksi dan lain sebagainya, masih banyak cara yang bisa ditempuh. Boleh saja membuka diri dengan pihak asing untuk bersinergi asalkan Indonesia tetap punya pendirian terhadap kebijakan yang dimilikinya. Terpenting lagi, tak melanggar UUD 1945 Ayat 33 Pasal 3 yang jelas sekali berhubungan dengan masalah ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun