Di tengah isu politik ini, saya boleh dong ya mewarnai jagat waya dengan tulisan nuansa lain yang mudah-mudahan dapat mengalihkan sedikit perhatian terhadap isu lainnya yang tak kalah penting. Yaitu mengenai Gula yang sedang terpuruk identitasnya dan kabur dari pantauan ibu pertiwi.Â
Kejayaan Gula di Indonesia berawal di tahun 1800an setelah tumbangnya kejayaan komoditas kopi. Namun di era 1930 kejayaan gula ini mulai tumbang. Walau masih memenuhi permintaan pasar dalam dan luar negeri. Pernyataan ini dikutip dari Buku Karya Ir.Gamal Nasir yang berjudul "Think Palm Oil with A Cup Of Coffee"
Indonesia sempat menjadi Negara eksportir gula terbesar kedua dunia namun saat ini justru sebaliknya, Indonesia menjadi Negara importir gula terbesar. Menyikapi hal ini, tentu penting digali akar permasalahnnya agar komoditas tebu dan produksi gula bangkit kembali.
Hal ini menunjukkan upaya bahwa Indonesia masih mempunyai potensi akan komoditas tersebut mengingat alam Indonesia cocok ditanami tanaman tebu sebagai bahan baku untuk pembuatan gula.
Pada 16 Mei 2019 lalu, sambil menunggu buka puasa bersama dengan Kementerian Pertanian Indonesia, saya menyimak langsung paparan dari para Narasumber tentang tantangan-tantangan komoditas tebu dan produksi gula yang kian menurun ini. Diantaranya dari Bapak Agus Pakpahan dan Asosiasi Gula Indonesia (AGI).
Menurut Bapak Agus Pakpahan, sebenarnya gula di Indonesia sempat meningkat di era 1998 -- 2008 namun di 2008 hingga sekarang mengalami penurunan lagi.
Akar permasalahan yang berhasil dihimpun oleh AGI, hal ini akibat dari imbas menurunnya tren harga gula di pasaran dunia yang berjangka panjang dan hal ini berakibat surplus gula dunia dari subsidi negara masing-masing terhadap konsumsi gula ini. Begitu pula di Indonesia, pada 2018 mengalami surplus gula sebanyak 2,4 Juta Ton melebihi kebutuhan dari gula itu sendiri. Sehingga hasil tebu petani tidak terserap.
Masalah lainnya adalah penyusutan lahan kebun tebu yang kian hari kian berkurang tanpa ada solusi. Disebabkan para petani berpindah menanam komoditas lain akibat tidak berpihaknya insentif terhadap para petani tebu dalam pembelian bahan baku yang harganya sangat rendah.
Lalu yang menjadi kendala juga datang dari kebijakan pemerintah terhadap komoditi tebu dan produksi gula yang belum jelas regulasinya pada industri hilir sehingga pelaku industri belum leluasa dalam melaksanakan produksi yang lebih massif.