Mohon tunggu...
Brahmanto Anindito
Brahmanto Anindito Mohon Tunggu... profesional -

Copywriter. Ghostwriter. Scriptwriter. Suka main futsal, bulutangkis dan catur, meski tidak jago. Penggemar berat karya-karya Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengisi Tembolok Google dengan Kata "Indonesia"

9 Agustus 2009   15:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:51 3161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu, kelas Prancis kami membahas Martinique. Setelah menjelaskan sekilas tentang negara di sebelah timur Laut Karibia itu, guru bule kami bertanya, “Kalian tertarik ke sana?” Martinique di buku tampak menawan. Saya pun mengatakan iya. Eeh, di luar dugaan, guru cantik itu menyergah, “Tapi kenapa, Brahm? Bali jauh lebih indah. Banyak obyek wisata di Indonesia yang lebih indah dari Martinique.” Percakapan tersebut terjadi lima tahun silam. Namun masih segar dalam ingatan saya, diskusi itulah yang perlahan-lahan meredupkan khayalan menggebu-gebu saya untuk berpelesir ke mancanegara. Indonesia terlalu keren untuk dilewatkan. Terlalu kaya budaya. Terlalu luas. Bahkan jika sekarang saya memutuskan berhenti bekerja, saya tidak yakin apakah sisa usia saya (saya belum 30 tahun) cukup untuk menjelajahi setiap pelosok eksotik negeri ini. Tapi, “Lebih murah ke Malaysia, Brahm!” tandas teman saya. Pada April 2009, memang ada promosi dari salah satu maskapai penerbangan asing. Jadi, terbang ke Kuala Lumpur lebih murah dibanding, misalnya, ke Manado. “Lebih fun juga!” sambungnya. Saya barangkali manggut-manggut saja bila yang mengatakan itu orang awam. Namun teman saya ini mantan Duta Wisata Indonesia! Kenapa dia malah lebih suka berwisata ke Malaysia? Mungkinkah cuma gara-gara tarif promo penerbangan? Atau mungkin lantaran baru mengurus NPWP sehingga dia mau menjajal fiskal gratisnya? Atau memang bawaan setiap orang untuk lebih bangga ketika punya foto diri berlatar belakang ikon wisata negara lain? Sekadar mengingatkan, kita adalah warga Indonesia! Warga dari negara dengan sekitar 17.500 pulau yang dihuni oleh lebih dari 300 suku yang berbicara 750-an bahasa lokal. Tiap suku memiliki kisah, kekayaan alam, dan misteri budaya masing-masing. Ada kota-kota metropolis. Ada desa-desa primitif. Rasanya sulit membayangkan kita bisa kebosanan di sini, di jamrud khatulistiwa ini. Ayolah, siapa lagi yang bersedia mengapresiasi negeri ini kalau bukan kita? Yang belum tahu letak Indonesia saja masih banyak. Terkadang saya menjumpai pertanyaan, “Dimana sih Indonesia?” Dan yang lebih meyakitkan, “Di mananya Singapura?” Alamak, negeri sekecil Singapura kok malah lebih tenar. Itulah salah satu pendorong saya dalam membuat blog Warung Fiksi yang sudut utamanya Indonesia. Saya ingin semua orang di dunia, termasuk orang Indonesia, lebih sadar dan menghargai kekayaan Indonesia. Meskipun blog saya itu tentu saja takkan pernah selengkap Wikipedia atau seaktual Kompas. Jauuuuuh. Bagaimanapun, saya terus mengompori pembaca blog untuk mengirimkan tulisan bertema Indonesia ke media-media luar, atau ke Warung Fiksi sendiri. Tengoklah rubrik Writer’s Market. Di sana terdapat pasar yang siap membeli tulisan-tulisan Anda dengan dollar (bisa dipandang sebagai tambahan devisa kan). Sudah saya periksa, semua bersedia menerima pengiriman digital, sehingga Anda tak perlu mengeposkannya mahal-mahal. Cukup kirim via email atau unggah langsung di situs mereka. Ada juga media online yang tidak membayar Anda, namun tetap memiliki standar seleksi naskah yang tinggi. Saya sendiri kadang menulis di Ezine Articles, sindikat artikel online internasional. Ide semua ini sebenarnya sederhana: mengisi tembolok search engines semacam Google atau Yahoo dengan tulisan-tulisan positif (mohon jangan diartikan isinya puja-puji melulu) mengenai Indonesia. Menunjukkan pada dunia bahwa kata “Indonesia” tak lagi berasosiasi dengan terorisme, kemelaratan, kemalasan, korupsi, penyakit, atau salah satu negara pengakses pornografi terbesar di dunia. Saya tersenyum kecut mengamati data WordTracker. Dari hari ke hari ternyata pencarian kata “Indonesia” kebanyakan didampingi kata “girl”, “hot”, “bugil” dan semacamnya. Kesimpulannya satu, citra Indonesia di mata penduduk internet saat ini memang tak jauh dari hal-hal seperti itu. Ini sulit diubah. Tapi setidaknya bisa kita buat lebih berimbang. Caranya, tulis saja di media-media yang saya sebut barusan, atau yang paling gampang: di blog Anda sendiri. Misalnya tentang eksotika alam Indonesia, tariannya, olahraganya, prestasi internasional pelajarnya, perfilmannya di kancah festival-festival dunia, kesuksesan Densus 88 memberangus jaringan Al Qaidah Asia Tenggara, dan lain-lain. Kalau bisa sih tulisannya berbahasa Inggris. Percayalah, dalam konteks ini, menggunakan bahasa Inggris bukan berarti tidak cinta Indonesia. Bedakan ini dengan paradoks menggelikan para teroris: “mencita-citakan kedamaian melalui pengeboman”. Bahasa Inggris digunakan supaya pembaca kita jauh lebih luas. Robot Google akan segera menangkap dan memasukkan tulisan-tulisan tersebut ke temboloknya. Lalu ketika seseorang mengetikkan kata “Indonesia” pada kolom pencarian, tulisan-tulisan yang relevan akan keluar dari tembolok penyimpanan data online seantero bumi itu. Barangkali salah satunya tulisan Anda. Banyak hal negatif terjadi di Indonesia, sulit rasanya mencegahnya sampai ke internet. Tak heran, tembolok Google pun dipenuhi cerita-cerita miring tentang negara kita. Namun, banyak juga hal positif di Indonesia kan? Maka dongengkanlah itu pada Paman Google. Terus suapi temboloknya dengan tulisan-tulisan menarik tentang Indonesia, supaya Indonesia semakin terlihat di kancah mondial. Tunjukkan dengan obyektif betapa Indonesia adalah bangsa yang besar. Saya jadi ingat seminar George Soros pada tahun 2005. Ahli finansial dan pendiri lembaga Filantropi Open Society Institute itu pernah meramalkan: jika berhasil membenahi kondisi hukumnya, Indonesia akan menjadi negara besar. Pasalnya, negara ini memiliki SDM dan SDA berlimpah. Ini modal ilahiah yang signifikan sekali. Indonesia akan jadi negara besar. Saya percaya itu. Anda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun