Mohon tunggu...
KAWAR S. BRAHMANA
KAWAR S. BRAHMANA Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya adakah rakyat biasa, tidak biasa dimana-mana dan juga tidak biasa kemana-mana.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

UU Pilkada: Perampasan Daulat Rakyat oleh Daulat DPR: Sebaiknya Diadakan Referendum

4 Oktober 2014   03:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:27 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pengesahan UU Pilkada oleh DPR RI telah terjadi perampasan daulat rakyat oleh daulat DPR. Jadi ini tidak sesuai dengan pernyataan kedaulatan ditangan rakyat. UU Pilkada disusun dengan semangat daulat DPR, bukan lagi berdasarkan daulat rakyat.

Menjaga keutuhan negara ini tidak dapat dinilai dengan uang. Maka berapapun besarnya  biaya Pilkada, itu adalah resiko menjadi bagian dari pencegahan konflik vertikal. Bila terjadi konflik horizontal dengan adanya Pilkada, itu bisa diatasi dengan cara-cara khusus. Misalnya dengan mengikut sertakan Komnasham membuat spanduk-spanduk yang sifatnya menyadarkan rakyat, agar tidak berkonflik karena Pilkada. Selama ini belum pernah saya dengar Komnasham diberi peran untuk ini.

Walaupun SBY sudah menandatangi Perppu tentang Pilkada yang membatalkan Undang-Undang Pilkada,  belum berarti Undang-Undang Pilkada sudah tamat, sebab Perppu ini menjadi efektif harus persetujuan DPR. Bisa saja DPR menolak Perppu yang dibuat Presiden.

Maka nanti bila ada yang menguji materikan UU Pilkada ini ke MK, MK sebaiknya membatalkan UU Pilkada ini. Untuk menentukan Pilkada dipilih oleh DPRD atau tidak sebaiknya dilakukan referendum tentang pemilihan Pilkada, dengan 2 pilihan:

Pilihan Pertama Pilkada dipilih langsung oleh rakyat

Pilihan Kedua Pilkada diilih oleh DPRD

Bukan ditentukan oleh DPR RI. Kalau nanti rakyat memilih dilakukan oleh DPRD  ya sudah sah, Pilkada melalui DPRD.

Kenyataanya anggota DPR itu tidak lagi menjadi wakil rakyat, tetapi sudah menjadi wakil Parpol. Maka apapun yang dilakukannya atas nama Parpol pengusungnya (daulat DPR/Parol), bukan atas nama rakyat (Daulat Rakyat), walau selalu didengung-dengungkan atas nama rakyat. Seolah-olah daulat rakyat, walau kenyataannya daulat DPR/Parpol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun