Hampir setiap coretan sejarah melibatkan pemuda. Pemuda memiliki energi prima, namun sering dianggap tak cakap dalam pengalaman. Itu biasa, yang tak biasa adalah menyerah, nyerah menjadi lokomotif perubahan, pemantik pengawasan.
Kaum tua kadang tak menyadari bahwa kaum muda ingin membantu, karena sistem yang baik memerlukan ide yang inovatif dan tentunya berkolaborasi. Anak bayi butuh orang tua untuk belajar berjalan, dan orang tua butuh anak bayi untuk main, melepas lelah, dan suplemen hidup kaum tua yang sudah tak prima lagi. Anaknya tidur orang tua jenuh tak punya teman main kuda-kudaan, hehehe...
Mumpung genap 90 tahun sumpah pemuda segeralah berwudhu kemudian rayakan...
Hai anak muda, Â kalau pemuda dulu bergelora hendak untuk bersatu, sekarang saatnya merayakan Indonesia tanpa ragu.
Rayakan dengan kemewahan terakhir yang kalian miliki, yaitu idealisme dan heroisme.
Hai anak muda, bangunan dari tidurmu, Â turun tangan, berkarya nyata menjawab semesta Indonesia.
Hai anak muda, takut bukanlah kamus pemuda, karena orang muda yang berorientasi pada kenyamanan dan keamanan adalah menua sebelum waktunya. Bagai ternak, karena hidupnya hanya untuk beternak diri.
Hai anak muda, Â kalian adalah penerus bangsa, Â calon pemimpin. Berilah kami kaum muda ruang untuk bersama membangun bangsa, mentransformasikan ide-ide yang mungkin bisa menjadi solusi. Karena kami juga akan merasakan menjadi kaum tua. Sehingga kami bisa belajar menjadi pemimpin yang tulus sebagai pelayan.
"Sayyid al qaumi khodimuhum" pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum tersebut, begitu bunyi sebuah adagium.
#Braga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H