Lembah Masurai, Jambi, Para Marhaen Sejati Anak Tiri Republik
Berjalan kaki selama 5 jam sambil memikul beban 40 kg sampai 80-an kg adalah hal biasa bagi para petani kopi di lembah Masurai, desa Sungai Tebal, Kabupaten Masurai Jambi seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini,
Mereka terpaksa berjalan sejauh itu, naik turun bukit karena tak ada akses jalan dari lokasi kebun mereka ke desa terdekat, desa Masurai, sebuah desa yang terdapat sekitar 500 kios warung yg menjual aneka kebutuhan hidup, pangan-sandang dan kebutuhan lainnya. 500 kios warung di desa Sungai Tebal tsb hidup dari menjual aneka kebutuhan hidup bagi puluhan ribu petani kopi kecil di sepanjang lembah Masurai tsb. Menurut bung Dani Abdi Marhaen, inilah desa yang terbanyak memiliki kios warung di seluruh indonesia.Â
Kedatangan mereka telah mengubah daerah tsb menjadi sentra perekonomian kopi yang terbesar di Provinsi Jambi saat ini. Mereka bercocok tanam tanpa bantuan pemerintah sama sekali, mereka menerapkan hidup bergotong royong, menggarap ladang secara bergotong royong, membangun rumah secara bergotong royong, satu budaya yg sudah semakin langka dinegri ini.Â
Setiap hari terlihat mereka berjalan kaki dari kebunnya menuju desa Sungai Tebal sambil memanggul 40-80 kg kopi kering, yang kemudian akan dijual di desa tsb, hasil penjualan kopi tsb akan mereka belanjakan kebutuhan pangan-sandang dan lainnya yg akan mereka panggul kembali dg berjalan kaki sejauh kurang lebih 5 jam (tergantung lokasi kebunnya, bahkan ada yg berjalan kaki selama 7 jam), naik-turun bukit, menyeberangi sungai, demikianlah perjuangan para petani kopi kecil, marhaen2 sejati di sepanjang lembah Masurai itu setiap harinya, siang-malam hingga detik ini.Â
Masih menurut bung Dani Abdi Marhaen, kawan Mat Abdul Haji serta Muhammad Zen, kejadian seperti itu akan terus berulang selama tidak ada kebijakan dari para pemimpin yang paham tentang pentingnya dunia pertanian, marhaenisme, ketahanan dan kedaulatan pangan, nasionalisme dan negara agraris. Sekedar info, data menyebutkan bahwa di Pilpres 2014 kemarin, puluhan ribu petani disini (yg telah memiliki hak pilih) telah memenangkan Presiden Joko Widodo nyaris 100 %.
Sengketa lahan antara rakyat petani dg konglomerat (yg menguasai ratusan ribu ha tanah negara) maupun dg penguasa2 di daerah2 adalah hal yg sudah sering terjadi di negri ini. Selama ini kekuasaan selalu berpihak pada segelintir cukong (pemodal) dg memberikan ratusan, ribuan hingga ratusan ribu ha tanah negara sambil berteriak2 tentang pentingnya memperjuangkan nasib petani, berteriak2 tentang negara agraris, ketahanan dan kedaulatan pangan namun disisi lainnya, fakta menunjukan bahwa para petani di negri ini teramat banyak yg tak memiliki lahan, atau kalaupun punya lahan, hanya sepetak sawah atau kebun saja. Bagaimana mungkin negara yg katanya agraris ini bisa menjadi raksasa ekonomi dlm bidang pangan dan pertanian jika para petaninya kekurangan lahan..?? Sungguh omong kosong yg sangat memuakan..!! link foto2 perlawanan rakyat vs aparat di sini dan ini.
Maka mau tidak mau dibutuhkan kekuatan komunitas2 relawan, volunteer, kaum aktivis petani untuk mendobrak situasi ini hingga ke pusat kekuasaan, Jakarta. Apalagi saat ini di satu lokasi yg berjarak 5 jam jalan kaki dari desa sungai tebal sedang digotongroyongkan pembangunan sekolah bagi ribuan anak2 petani yg terancam putus sekolah (bagaimana mungkin mereka mendapatkan hak pendidikan jika harus berjalan kaki sejauh 3-7 jam..??)Â