Mohon tunggu...
Bryliant Putri Zahra
Bryliant Putri Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

saya seorang mahasiswa prodi hubungan internasional, sehingga sangat tertarik dengan berita yang berkaitan dengan dunia internasional. untuk pengalaman menulis, saya pernah menjadi content writer di sebuah platforn media online.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peranan Ekspor Pasir Laut dalam Membangun Ibu Kota Nusantara, dan Potensi Ancaman Batas Maritim

13 Juli 2023   19:38 Diperbarui: 13 Juli 2023   19:47 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berita nasional cukup dihebohkan dengan diberlakukannya kembali kebijakan ekspor pasir laut setelah dilarang selama 20 tahun. Kebijakan ekspor pasir laut ini awal mulanya sempat di lakukan dalam kurun waktu antara tahun 1970-an hingga tahun 2000-an. Namun, pada tahun 2002 kebijakan ini dihentikan sementara oleh Presiden Megawati karena berdampak buruk terhadap lingkungan dan menyebabkan dua pulau di Indonesia terancam tenggelam. Yaitu, Pulau Sebatik di Kalimantan Utara dan Pulau Nipah di Batam.

Namun, pada awal tahun 2023 presiden Jokowi mengesahkan PP No 26 Tahun 2023 yang mengatur tentang pengelolaan sedimentasi pasir laut. Dilansir dari channel YouTube Pinter Politik, kebijakan ini merupakan bentuk dari bargaining power yang dilakukan Indonesia agar Singapura tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Berdasarkan track record ekspor pasir laut di Indonesia, Indonesia pernah menjadi salah satu supplier utama Singapura dalam proyek reklamasi daratan. Dikarenakan Malaysia sudah menghentikan ekspor pasir lautnya untuk Singapura, maka Indonesia berencana untuk kembali memasok hasil sedimentasi pasir laut untuk Singapura dalam proyek reklamasi tersebut.

Lantas jika kita membantu Singapura dalam melakukan perluasan daratan, bagaimana dengan batas maritim Indonesia sendiri? Indonesia dan Singapura telah melakukan perjanjian batas wilayah pada tahun 1973. Yang dalam Konvensi Wina 1969 disebutkan bahwa perjanjian mengenai perbatasan tidak bisa diubah. Namun, seperti yang kita tahu bahwa hukum internasional memiliki kekuatan yang relatif lemah, sehingga skenario perluasan daratan Singapura yang berpotensi mengancam batas maritim bisa menjadi pertimbangan besar dalam pengesahan kembali kebijakan eskpor pasir laut ini.

Kesimpulannya, keputusan untuk menjalankan kembali ekspor pasir laut di Indonesia telah menimbulkan kontroversi dan perhatian dikarenakan dampak negatif terhadap lingkungan dan ancaman tenggelamnya pulau-pulau tepi Indonesia. Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap batas-batas maritim Indonesia sendiri dan implikasi potensial dari perluasan wilayah Singapura terhadap batas-batas tersebut, mengingat penegakan hukum internasional yang relatif lemah.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun