Mohon tunggu...
Brian Prastyo
Brian Prastyo Mohon Tunggu... -

Tukang Ketik. Tinggal di perbatasan Jakarta dan Depok.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengembalikan Karakter Bangsa: Sebuah Catatan Perbandingan

1 Juni 2010   07:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:49 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah tulisan keempat saya yang terkait dengan gagasan neo p4 yang dikemukakan oleh Mendiknas M. Nuh. Dalam tulisan terdahulu saya berpendapat bahwa karakter sejati bangsa Indonesia adalah: bangsa pejuang dan bukan pengemis, bangsa yang ikhlas, dan bangsa pemenang. Berbagai karakter tersebut dapat kita lihat dari semangat yang terkandung dalam lagu nasional kita, Indonesia Raya. Sayangnya karakter sejati tersebut mengalami kerusakan parah akibat ulah para penguasa di pemerintahan, khususnya pemerintahan orde baru. Dalam tulisan ini, saya hendak mengemukakan contoh dari 2 negara lain di dunia yang karakternya dapat terlihat dari lagu nasionalnya, yaitu Amerika Serikat dan Israel.

Milik siapakah negara Amerika Serikat itu? Apakah milik orang kulit putih, kulit hitam, hispanik, asia, atau indian? Mengapa para penguasa di pemerintahan Amerika Serikat, baik yang berasal dari Partai Republik maupun Partai Demokrat, tidak pernah takut berperang dengan negara lain? Mengapa perilaku yang di banyak tempat dianggap tabu atau terlarang, seperti kepemilikan senjata oleh warga sipil, homoseksualitas, industri porno, perjudian, penyebaran paham atheisme, dan lain sebagainya, justru dilegalkan di Amerika Serikat?

Terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, saya meyakini bahwa penjelasannya ada pada lagu nasional mereka yang berjudul "the Star Spangled Banner". Nah....bagian yang menurut saya paling menarik dari lagu mereka adalah yang berbunyi:

Then conquer we must, when our cause it is just, (kita harus jadi penakluk, jika alasan kita benar)
And this be our motto: "In God is our trust":
(dan inilah motto kita: pada Tuhan kita percaya)
And the star-spangled banner in triumph shall wave
(dan sang saka bintang bercahaya itu [yaitu bendera Amerika Serikat; simbol negara Amerika Serikat] akan berkibar dalam kemenangan)
O'er the land of the free and the home of the brave. (pada tanah orang-orang yang bebas ini dan rumah dari para pemberani ini)"

Dengan lagu itu, saya melihat karakter sejati orang Amerika. Mereka adalah bangsa yang bebas (free) dan pemberani (brave). Oleh karena itu, saya tidak heran dengan kebijakan politik-ekonomi luar negeri mereka yang agresif. Orang yang pengecut pasti tidak akan mendapat kursi dalam politik Amerika. Oleh karena itu, mereka yang ingin berpolitik justru harus bisa menunjukkan kepada publik keberaniannya. Seorang jaksa yang ingin terjun ke politik di Amerika pasti akan mencari kasus-kasus sulit dan berhadapan dengan penjahat-penjahat kakap yang kejam atau kaya. Jika ia menang pada kasus itu, maka kemungkinan besar satu kursi di panggung politik sudah menantinya. Setiap presiden Amerika pun tidak pernah merasa salah jika keputusannya mengirim pasukan ke negara lain mengakibatkan tewasnya warga sipil. Coba simak pernyataan Richard M. Nixon saat dimintai komentar oleh David Frost tentang tewasnya warga sipil di Kamboja. Ia bilang, "tidak pernah pemerintah Amerika Serikat menjadikan warga sipil sebagai sasaran dan kami sebisa mungkin mencegah adanya korban dari warga sipil. adanya korban di pihak sipil adalah kesalahan dari para penjahat itu karena menjadikan warga sipil sebagai tameng mereka. jika anda bertanya kepada saya apakah saya menyesal? saya akan mengatakan tidak. bahkan saya pikir seharusnya kita menyerang mereka lebih awal dan lebih besar, sehingga mereka tidak punya kekuatan yang bisa melemahkan kita." Bagi saya, itu adalah buah pemikiran seorang yang dingin, tidak berperasaan, dan maniak. Tapi itulah karakter Amerika.

Selain itu, Amerika juga bangsa yang punya karakter: munafik. Pada satu sisi, mereka mengatakan bahwa "pada Tuhan mereka percaya", tetapi disisi lain karena merasa dirinya sebagai "bangsa yang bebas", maka mereka melegalkan banyak hal yang dilarang oleh Tuhan. Kemunafikan inilah yang mereka tunjukkan dalam segala aspek. Pada satu ketika, mereka bilang pemerintahan Saddam Husein itu teroris, tetapi mereka tidak mau mengatakan hal yang sama ke Israel. Mereka mendorong negara lain mengurangi emisi, tetapi mereka tidak mau melakukannya di negerinya. Bangsa yang munafik; itulah Amerika.

Contoh yang lainnya adalah Israel. Apakah Israel akan sudi keluar dari tanah Palestina? Apakah Israel akan berhenti membunuhi orang-orang yang dicapnya musuh? Apakah Israel akan berhenti meyakinkan orang bahwa mereka adalah sebuah bangsa? Saya yakin jawaban atas ketiga pertanyaan itu adalah 'tidak' dan itu saya simpulkan dari lagu nasional mereka.

Hatikva atau yang berarti Harapan adalah judul lagu nasional Israel. Liriknya adalah sebagai berikut:

As long as deep in the heart, (dalam segenap hati ini)
The soul of a Jew yearns, (jiwa seorang yahudi selalu mendamba)
And forward to the East (dan bergerak maju ke Timur)
To Zion, an eye looks (kepada Zion satu mata memandang)
Our hope will not be lost, (harapan kita tidak akan hilang)
The hope of two thousand years, (harapan dari dua ribu tahun yang lampau)
To be a free nation in our land, (untuk menjadi bangsa yang bebas di tanah sendiri)
The land of Zion and Jerusalem. (yaitu tanah Zion dan Yerusalem)

Hanya ada satu tempat di bumi ini yang bernama Yerusalem dan mereka meyakini itu adalah tanah mereka. Dulu mereka terusir dan sekarang mereka ingin kembali ke tanah tersebut. Dengan demikian, semua diplomasi, perundingan, atau apapun namanya yang ingin membuat Israel keluar dari Yerusalem pasti akan mereka tolak. Pola pikir itu pula yang membuat mereka selalu siaga dan menghadapi secara agresif semua yang dianggap membahayakan eksistensi negara Israel itu. Jadi jangan harap mereka akan menyesal dengan aksi agresifnya saat menyerang misi kemanusiaan Flotilla tanggal 31 Mei 2010 lalu. Bagi mereka, jangankan pasukan-pasukan bersenjata yang memusuhi mereka, kelompok-kelompok damai, apapun namanya (tim kemanusiaan, palang merah internasional, relawan pbb, dan sebagainya), jika menurut mereka kelompok itu melindungi musuh-musuhnya maka kelompok itu akan dianggap sebagai musuh pula dan karenanya orang-orangnya: boleh dibunuh. Pola pikir ini dijaga kuat sebagai doktrin inti dari Israel Defence Force (Angkatan Bersenjata Israel) dan diwariskan turun temurun ke semua anak Israel karena setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, semua anak Israel wajib untuk mengikuti pendidikan militer di IDF atau pra-pendidikan militer di mechina.

Lagu itu juga membuktikan bahwa walau Israel didiami oleh berbagai bangsa, tetapi sejatinya itu adalah negara milik orang-orang Yahudi. Orang yang menginginkan negara itu eksis adalah orang yahudi. Harapan itu adalah harapannya orang yahudi. Ini menarik sekali. Jika pada negara lain harapan untuk merdeka adalah milik semua suku bangsa yang memperjuangkan negara tersebut, tetapi di Israel harapan itu adalah eksklusif milik orang Yahudi. Namun demikian, ikatan primordialitas dan anti-pluralitas serta anti-open society itu justru yang menjadi pengikat kepada seluruh Yahudi di dunia. Dengan "ukhuwah israiliyah" itulah maka mereka saling bekerjasama untuk melindungi dan memakmurkan Israel dan sebaliknya menindas dan membunuh lawan-lawannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

4 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun