[caption id="attachment_152586" align="alignnone" width="560" caption="Gedung DPR"][/caption] Meskipun Rancangan Undang-Undang BPJS telah disahkan dalam rapat paripurna DPR Jumat (28/10/2011). Sampai saat tulisan ini dibuat (03/11/2011) naskah finalnya belum selesai sepenuhnya. Karena naskah tersebut masih akan dibahas terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang, sehingga wajar jika Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latif Algaff mengatakan bahwa “ini skandal besar legislasi nasional yang sangat memalukan dan memilukan, karena sangat membahayakan kehidupan berbangsa”.
Sampai saat ini naskah RUU BPJS yang dapat ditemukan di internet adalah naskah lama yang berada di website resmi Menkokesra dan website resmi DPR RI.
Sekarang ini, DPR mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam membentuk UU, sehingga latar belakang, pengetahuan dan itikad baik anggota dewan sangat berpengaruh terhadap UU yang dihasilkan, termasuk apakah UU tersebut dapat dilaksanakan atau tidak. Karena setelah perubahan UUD 1945, kekuasaan membentuk undang-undang beralih dari Presiden kepada DPR, walaupun setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Kembali ke masalah RUU BPJS, media massa berlomba-lomba memberitakan bahwa pada 28 Oktober 2011, DPR RI dan pemerintah telah mengesahkan pembentukan badan hukum BPJS I Kesehatan dan BPJS II Ketenagakerjaan yang merupakan transformasi dari PT Asuransi Kesehatan (Persero) dan PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero) pada 1 Januari 2014. BPJS kesehatan ditentukan akan beroperasi penuh pada 1 Januari 2014. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan akan dilakukan pada 1 Juli 2015. Dan tidak satupun yang dapat menyertakan draf lengkap dari RUU tersebut. Kita hanya bisa menunggu seperti apa isi lengkap UU BPJS tersebut. Setidaknya tanggal 4 November ini seharusnya naskah tersebut sudah diserahkan kepada presiden. Karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Pasal 37 ayat (1): Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Ayat (2): Penyampaian rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Selanjutnya Pasal 38 ayat (1) berbunyi: Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Pasal (2): Dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
Nah, bagaimana jika Draft RUU tersebut masih belum final karena belum selesai dibahas? Padahal sudah melewati batas waktu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H