Artificial intelligence atau yang dikenal sebagai kecerdasan buatan merupakan teknologi yang dirancang kepada suatu sistem supaya mampu meniru kecerdasan dan intelektual manusia. AI sendiri biasanya berbentuk perangkat lunak, aplikasi, dan device.
Efektivitas penggunaan AI memang sedang menjadi hal yang popular, beberapa negara telah memanfaatkan AI lebih dari 56% dalam sektor industrinya (Kirana R. Ririh dkk, 2020.) Begitupun di Indonesia, sudah banyak perusahaan dalam sektor sektor strategis yang sudah menerapkan teknologi AI seperti Perbankan (Laucerenom, 2021), E-commerce (Harni, 2019) dan Kesehatan (Thereestayanti, 2020). Hadirnya AI tentu membuka peluang isu hukum seperti ancaman tanggung jawab, privasi, keamanan, dll. Sebagai contoh di sebuah perusahaan penggunaan Al seringkali memiliki dampak tertentu yang merugikan sebagian karyawan. Di sinilah persoalan hukum muncul terkait dengan perlindungan hak, diskriminasi, dan pertanggungjawaban atas keputusan yang diambil oleh AI.Â
Kemudian dilanjutkan dengan sesi pertanyaan:
- Melihat fenomena tersebut tentunya menimbulkan pertanyaan apakah AI tersebut membawa
dampak positif di bidang hukum, jika iya apa dampaknya?
- Dipa memberikan pandangan ada beberapa manfaat AI. Di Amerika, AI digunakan untuk mendiagnosa pasien yang hasil  analisisnya itu benar. Tapi, bagaimana jika diagnosa itu salah dan tidak dikendalikan oleh dokter? Terjadi malpraktik. Masih
belum adanya undang-undang yang mengatur.
- Mira berpendapat adanya AI itu membawa efisiensi dalam penelusuran informasi; meningkatkan akses keadilan dalam hal masyarakat dapat terbantu dengan pengetahuan hukum yang mudah diakses;
- Allivia berpendapat bahwa AI dapat memberikan kemudahan dalam penegakan hukum, membantu penegakan hukum, contohnya dalam e-tilang;
- Nikito berpendapat bahwa di bidang hukum, China menggunakan AI sebagai hakim dalam perkara digital. Sedangkan di Indonesia, AI digunakan untuk meningkatkan efisiensi proses hukum sehingga aksebilitas meningkat.
- Yola berpendapat bahwa dalam proses mediasi dan arbitrase, AI bisa diguakan sebagai mediator dengan memberikan solusi yang adil dan cepat; AI dapat memahami posisi kepentingan para pihak sehingga lebih efisien; AI tidak berpihak pada salah
satu pihak tertentu.
- Meyla berpendapat bahwa ada potensi penyalahgunaan kepentingan harus ada pengaturan yang jelas untuk mengurangi risiko untuk memberikan kepastian hukum pula;
- Amel berpendapat bahwa memberikan dampak positif dalam efisiensi, akurasi, inovasi. AI dapat membantu PAH dalam penelitian dan analisis hukum, manajemen dokumen, bisa otomatisasi hukum sehingga APH bisa fokus dalam kegiatan
penyuluhan hukum dan tindakan hukum yang humanis. AI bisa meningkatkan akurasi kualitas pemberian konsultasi kepada klien. AI juga dapat mengurangi kesalahan dalam proses pengambilan keputusan hukum, membantu menciptakan produk hukum seperti aplikasi dan platform hukum. Selain itu, AI dapat memerbarui norma
- Aisyah berpendapat bahwa AI berdampak baik dalam hal perdata. Dalam kegiatan drafting kontrak, AI bisa membuat persyaratan dan kewajiban yang baik dalam kontrak. Dalam managenen kearsipan kontrak, AI bisa mensortir kontrak yang mana yang tidak dipakai. Dalam Legal Research, AI bisa mencakup bidang-bidang dengan berbagai bahasa tidak terbatas pada perundang-undngan kasus hukum, bahkan prediksi putusan hakim.
- Faddhila berpendapat bahwa AI dapat digunakan sebagai pengolahan data,
mempercepat proses penyususnan berkas
Sesi sanggahan:Â
- Dipa menyanggah bahwa beberapa bulan kemarin ada kasus kebocoran data di BSI, kalo kita pake AI tapi kondisi keamanan data masih rendah, akan menjadi permasalahan baru. Harusnya ada peraturan perundang-undangan baru yang menutupi. Kalo AI sebagai asisten hakim, guna hakim anggota ini apa?
- Amel menyanggah bahwa hakim anggota juga punya pendapat tersendiri.
- Mira menyanggah bahwa Hakim Anggota sebagai penyeimbang Hakim Ketua. Adanya AI, bisa memprediksi putusan, tapi bisa dijadikan rekomendasi saja.
- Ebiem berpendapat setuju, AI bisa djadi referensi atau ratio legis hakim, tapi nurani tetap ada di hakim.
- Sasa berpendapat bahwa pembuktian itu harusnya melalui keyakinan hakim dan alat bukti. AI tidak punya hati nurani.
- Aisyah menyanggah bahwa pegambilan keputusan tetap ada di hakim, AI tidak menyaksikan jalannya suatu persidangan.
- Sasa menyanggah bahwa berarti ini meragukan kemampuan hakim?
- Mira menyanggah bahwa Tidak karena hakim mempunyai banyak beban perkara, jadi AI membantu hakim saja.
- Ebiem berpendapat bahwa AI lebih buat efisiensi dan referensi
- Dipa berpendapat bahwa ada kasus chatgpt gratisan, tidak bisa memberi data, jurnal, dan referensi yang ada. Terkadang data yang disampaikan salah.
- Ebiem berpendapat maka dari itu, gunakan AI dengan bijak untuk efisiensi, efektivitas
- Sasa menyanggah bahwa berarti AI digunakan untuk menambah Hakim Anggota?
- Ebiem menyanggah bahwa AI itu hanya untuk ratio legis. Bagi praktisi hukum selain hakim, AI itu bisa membantu pekerjaan mereka, seperti di kejaksaan dan legal
drafting.
- Sasa menyanggah bahwa jika AI dipakai oleh hakim untuk dipertimbangkan untuk memutus perkara, lalu AI masuk ke dalam alat bukti apa?
- Ebiem berpendapat bahwa AI bukan menjadi alat bukti, tetapi ratio legis dalam pertimbangan hukum.
Kemudian moderator membuka termin 2 dengan pertanyaan: Bagaimana kedudukan hukum AI dan bagaimana pertanggungjawaban AI ketika menimbulkan kerugian hukum?
- Aisyah berpendapat bahwa dalam kedudukan hukum, di Indonesia belum ada regulasi rinci terhadap AI. Kalo di negara lain yang menggunakan AI, bisa minta pertanggungjawabannya ke pengguna AI-nya.
- Amel berpendapat bahwa setuju dengan pendapat Aisyahyah, segala kewajiban dan pertanggungjawaban hukum itu melekat pada penyedia perangkat AI, bukan pada AI- nya. AI itu dijalankan oleh manusia.
- Meyla berpendapat bahwa setuju pula dengan pendapat sebelumnya, jika ada kerugian, yang disalahkan adalah penyelenggara atau pembuat AI itu sendiri.
- Yola berpendapat bahwa AI didefinisikan sebagai robot yang canggih dengan kapsitas pengambilan keputusan seperti manusia. AI bisa diposisikan dalam subjek hukum. Di perdata, AI dipersamakan dengan pekerja, kalo melakukan perbuatan hukum, yang bertanggungjawab adalah pemiliknya,
- Nikito berpendapat bahwa jika AI melakukan pelanggaran, AI bisa dituntut. Tapi menjadi pertanyaan, siapa yang dituntut. Perlu regulasi jelas untuk mengakomodasi hal tersebut.
- Allivia berpendapat bahwa di Indonesia, AI bukan hanya dikontrol oleh manusia, AI bisa berperilaku secara mandiri. AI itu dipersamakan sebagai agen elektronik dalam UU ITE, tapi jika AI melampaui kegiatan manusia, definisi agen elektronik tidak bisa digunakan lagi, dan menjadi permasalahan dan kekurangan dalam regulasi.
- Mira berpendapat bahwa AI ternyata bisa berinovasi terus menurus, ada kemmapuan deep learning. Pertanggungjawabannya masih rancu, tidak ada regulasi. AI bisa dijadikan sebagai subek hukum.
- Dipa berpendapat bahwa ada kasus mobil tesla otomatis yang rem mendadak, yang harus bertanggung jawab adalah progammernya. Begitu juga AI. Terdapat pula Kating yang mengambil topik tugas akhir, AI menjadi penulis buku, dikaji bagaimana legalitas dan hak ciptanya? Menjadi suatu masalah jika AI sebagai subjek hukum.
- Aisyah berpendapat bahwa tidak setuju jika AI menjadi sebagai subjek hukum. Kalo ada tindakan menyimpang, yang tanggung jawab itu siapa? Pembuat AI-nya harusnya.
- Ebiem berpendapat bahwa entitas AI itu tidak jelas. Ada kasus konten kreator yang dilecehkan, yang harus bertanggung jawab adalah pengguna AI, buka AI nya. Ya di masa depan harusnya ada regulAisyahi penyesuaian kondisi AI dalam bidang-bidang tertentu, mungkin subjeknya bisa pembuat AI, bisa penggunanya.
- Dipa menambahkan pula ada juga kasus Jokowi yang suaranya diganti ke bahasa- bahasa lain menggunakan AI. Jika mau mempertanggungjawabkan, harus tau apa yang harus ditanggung jawabkan dan siapa yang bertanggung jawab.
- Amel berpendapat bahwa jika ada kerugian hukum, berarti penyelenggara sistem elektronik tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut
- Ebiem berpendapat bahwa penanggung jawab kerugian itu harus dipetakkan terlebih dahulu.
- Fadhilla berpendapat bahwa kembali lagi ke teori subjek hukum natuurlijk persoon
dan recht persoon.
- Allivia berpendapat bahwa kalo di Jepang, terdapat Programmer membuat perhitungan terhadap pembuatan robot, robotnya yang otomatis membuat keputusan, nah kalo robot itu melakukan deep learning dan mencelakakan orang itu bagaimana?
- Aisyah berpendapat bahwa kembali lagi, kalo mau bikin program, itu harus memperhitungkan risikonya.
- Mira berpendapat bahwa di amerika juga terjadi hal semacam itu.
- Allivia berpendapat bahwa hal tersebut menjadi alasan AI yang harusnya dijadikan subjek hukum karena keputusannya diambil sendiri.
- Ebiem berpendapat bahwa hal itu menjadi suatu dilema besar dan harusnya dipetak- petakkan tergantung konteks hukumnya.
- Dipa berpendapat bahwa hukum itu lambat dari dinamika sosial.
- Mira berpendapat bahwa harusnya hukum bisa memprediksi kondisi sosial.
- Bila berpendapat bahwa Ai itu gabisa dijadikan subjek hukum karena menimbulkan kesulitan
Moderator mempersilahkan Ebiem memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Banyak hal yang harus diperhatikan untuk menyikami AI. Mulai dari siapa yang bertanggungjawab sebagai subjek beserta dampak-dampaknya. Mudah-mudahan segera ada regulasi yang mengatur secara khusus mengenai AI karena regulasi saat ini masih tidak mengatur khusus tentang AI. Intinya, yang diregulasi adalah dampak negatifnya, entah dari HKInya (kasus: ada yg jual logo merek dari AI, padahal itu tidak dapat dikomersilkan); dari kejahatan; pertanggugjawaban; dan subjek hukum .
Notulensi: Aisyah R. , Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas JemberÂ