Tulisan ini adalah sebuah ajakan pada teman-teman Kompasianer di mana pun berada untuk mulai membuat sebuah buku secara bersama. Mau?
Saya merasa-rasa ada yang salah dengan bangsa kita. Tak perlulah dijelenterehkan apanya yang salah. Saya lebih cenderung mencari penyebab-penyebabnya. Dan, saya berhipotesa (baca: merasa-rasa, menduga-duga dengan secumit fenomena) salah satu penyebab mayornya adalah “bahasa”. Sebab, bahasa menunjukkan bangsa. Jika bangsa ini begini-begini saja berarti bahasa kita memang begitu-begitu itu. Apa yang salah dengan bahasa kita?
Saya yakin, banyak paradoks yang akan kita jumpai dalam bendahara bahasa kita ini. Oleh karena itu, saya mengajak para Kompasianers membuat sebuah buku bersama dengan tema kurang-lebih “Paradoks Bahasa Indonesia”. Buku ini kelak adalah salah satu buku yang isinya ditulis oleh banyak Kompasianers yang peduli pada bangsa ini. Bagaimana? Jika oke, mari kita mulai berpikir-pikir mencari paradoks (pertentangan, yang berlawanan), keganjilan atau keanehan, ironi, ketidak-jelasan, maupun sebaliknya kehebatan dan kelebihan bahasa kita dan menuliskannya dengan judul “Bahasa Menujukkan Bangsa #2 lalu #3 lalu #4, dan begitu seterusnya”. Agar terarsip dengan baik di Kompasiana, jangan lupa menulis salah satu tagnya “bahasa menunjukkan bangsa”. Sertakan juga judul asli yang Anda inginkan di atas isi tulisan Anda. Tulis saja, bagaimanapun isinya, toh nanti ada pihak yang “berwajib”—entah siapa nantinya—yang akan menjadi editor dan memperbaiki kualitas tulisan kita. Mengenai panjang tulisan, pendek boleh panjang boleh.
Saya mulai saja dengan tulisan saya sebagai sebuah contoh saja. Mungkin saja contoh yang saya tulis di bawah ini bukan contoh tulisan yang baik sesuai maksud. Saya pede saja, karena saya tahu banyak Kompasinaner di sini yang sangat-sangat hebat menemukan ide dan menuliskannya dengan lebih oke. Mungkin juga tulisan pertama ini tak akan dipilih masuk dalam buku bersama kita oleh yang kelak menjadi editor kita, karena kurang-lebih salah. Tetapi, saya yakin ada yang salah dengan bahasa kita dan itu akan ditemukan oleh sekian banyak teman-teman Kompasianer yang lainnya. Mari kita mulai temukan paradoks-paradoks dan ihwal menarik lainnya dalam bahasa kita tercinta, Bahasa Indonesia.
Sebuah contoh tulisan dari saya:
Bangsa yang Tak Suka Digurui (Judul Asli)
Guru adalah sebuah kata penunjuk profesi yang begitu mulia. Sejak kecil hingga dewasa kita dimasukkan ke sebuah lembaga di mana kita setiap hari mengalami perjumpaan dengan yang namanya guru. Tetapi, anehnya kita tidak suka digurui. Jika tak suka digurui, mengapa kita sekolah? Paradoks!
Bangsa kita tak suka digurui. Bangsa kita tak suka dinasihati. Kata “menggurui” sangat buruk terdengar di telinga kita. Orang yang menggurui terkesan sombong maka tak disukai dan dibenci. Maka, setiap saat seringlah kita dengar kalimat seperti: janganlah menggurui, janganlah menggurui, janganlah menggurui. Kalimat ini terpendam dalam-dalam di bawah kesadaran kita. Kita lalu takut dibilang menggurui. Menggurui itu sombong, menggurui itu sok pinter, sok tahu, sok-sokan. Orang menjadi takut sombong. Lalu takut menggurui. Orang tak mau digurui. Orang tak mau dinasihati. Maka, gurgu-guru lalu diam saja. Maka, orang-orang pandai lebih cenderung diam saja. Maka, orang-orang berilmu diam saja, tak bicara dan juga tak menulis. Ilmu padi soalnya. Karena, takut terkesan menggurui takut dicap sombong dan congkak. Maka, muncul istilah diam itu emas. Omong sedikit sudah dikira menggurui. Kata “menggurui” sudah menjadi momok yang menakutkan. Lama-lama bangsa kita tak senang ada orang-orang pandai, karena mereka berpotensi menggurui.
Secara tak sadar bangsa kita—karena tak suka digurui—maka tak suka pula dengan guru. Maka, guru digaji cukup sedikit. Ha ha ha ha. Apa hubungannya? Namanya juga pengaruh bawah sadar. Kita tak kan sadar sebelum bom pengaruh itu meledak. Bangsa ini diam-diam tak menyukai guru, karena sebenarnya tak suka digurui. Maka, guru-guru jadi tak suka menggurui dengan sebenar-benarnya karena takut dengan cap kesombongan.
Kapan ya saatnya menggurui itu tidak dianggap sombong? Saya ingin mulai mencoba berkata, ayo kawan guruilah saya, nasihatilah saya. Guruilah saya agar saya pandai. Nasihatilah saya agar saya menjadi lebih baik. Guruilah saya agar saya melepaskan diri dari adiksi terhadap korupsi yang sudah keterlaluan. Berlomba-lombalah menggurui agar bangsa ini menjadi bangsa tidak hanya besar, melainkan semakin pandai dan juga cerdas.***
18-07-2010 bp
Keterangan
Semoga rencana penerbitan buku bersama tentang bahasa ini disambut baik dan didukung sepenuhnya oleh pihak Kompasiana dan Kompas dan bersedia menjadi penerbit atau mencarikan penerbit. Terima Kasih.
Rencana Terbit : 28 Oktober 2010 (Hari Sumpah Pemuda)
Jumlah Tulisan yang diharapkan masuk : 40 – 50 tulisan (lebih malah bagus)
Jadwal Penerbitan yang diharapkan:
Juli-Agustus 2010 : waktu menulis dan memosting tulisannya di Kompasiana
September-Oktober 2010: proses editing, covering, lay-out, dan naik cetak
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses timbang naskah (layak-tidaknya diterbitkan), penerbitan, pemilihan judul, penunjukkan editor, penulis kata pengantar, penulis prolog/epilog, endorsement, perancang cover, dan launching, dan yang terkait dengan itu kami serahkan sepenuhnya kepada pihak Kompasiana.
Mengenai tulisan yang layak-tidaknya masuk sebagai naskah dalam buku ini diserahkan kepada Kompasiana atau editor yang telah ditunjuk kemudian.
Kontributor naskah yang telah menyatakan kesediannya:
(daftar ini akan selalu diperbarui sesuai dengan bertambahnya para Kompasianer yang bersedia menjadi kontributor....)
1.Bambang Pribadi
2.Rusdianto
3.Katedra Rajawen
4.Erlinda
5.Baginda ASA (harus..... ha ha ha ha.....)
6.Setiawan Triatmojo
7.Firman Seponada
8.Andee Meridian
9. Cechgentong
10. Mamak Ketol
11. Gibbs
12. Arrum
13. Mariska Lubis (horeeeeeeeeeee............)
14. Iis " Salwa Az-Zahra "
15. Endah Raharjo
16. Nur Setiono
17. G
18. Budi van Boil
19. Sari Novita
20. Hadi Samsul
21. Febbie
22. Bain Saptaman
23. Princess E. Diary
24. Agung Sdw
25. Syam (Mays)
26. Lia Agustina
27. Zulfikar Akbar
28. Winda Krisnadefa
29. Kit Rose
30. Shy Star
31. John Brata
32. Pungky
33. Mine Turtle
34. Claudy Yusuf
35. Wis-Thok
36. Om Jay
37. Nicholaus Prasetya
38. Andi Gunawan
39. Silveria Verawaty (yang mendaftarkan Andee Meridian.....)
40. Mimin Mumet
41. Ouda Saija
42. Rahmi Hafizah
43. Mia Imagina
44. Deasy
45. Bambank
46. Babeh Helmi
47. Hazmi SRONDOL
48. Inge
49. Kuncoro Ragil
50. Bening Salju
51. Achiruddin
52. Jean Rachman
53. As. Kwok
54. Edy Apriyanto Sudiyono
55. Dedy Prasnowo
56. Yayat
57.
58.
59.
60. ..... dst.....
Setiap kontributor dimohon menyiapkan dan memosting minimal 2 atau 3 tulisan agar buku bersama ini semakin mantab dan lengkap isinya.
Tulisan yang sudah diposting, bisa dibaca lagi, dipoles-poles lagi agar semakin cantik, ditambah-kurangi sana-sini agar ketika mendekati tenggat waktu semakin oke......
Selamat membaca, selamat merenung, selamat berpikir, selamat berdiskusi, dan selamat menulis kawan-kawan......
Salam dan terima kasih.............
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H