Tanah merupakan alat produksi dalam kehidupan masyarakat adat. Masyarakat adat sejatinya lahir, hidup, bekerja memenuhi kebutuhan sehari-hari, sampai meninggal di atas tanah yang sudah diwariskan generasi lintas generasi. Sebelum dikumandangkannya proklamasi sebagai dasar pembentukan negara indonesia, masyarakat adat sejatinya sudah lebih dulu ada yakni masyarakat yang berdaulat diatas tanah yang sudah turun temurun dihuni. Terbukti dengan penyebaran masyarakat di seluruh wilayah indonesia dengan ragam kebudayaan dan tradisi masing-masing.
Setelah terbentuknya negara indonesia dan pemerintah sebagai pelaksana proses bernegara, disusunlah peraturan dan hukum-hukum yang berlaku dalam negara indonesia, Dalam UU no.33 yang berbunyi : air, tanah , udara, adalah milik negara yang diberdayakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Bila dikaji UU tersebut secara teoritis memang sangat objektif dalam tujuan nya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun reailita yang harus kita fokuskan, dimana kondisi masyarakat dalam bernegara sekarang ini sudah sangat carut marut. Terjadi konflik tanah, (perampasan lahan, eksploitasi lahan, belum jelasnya realisasi putusan MK. No.35 tahun 2012.) ketika lahan atau tanah sebagai alat produksi kita di rampas oleh pihak lain, maka kita akan melakukan perlawanan untuk mendapatkan kembali tanah tersebut. Kebijakan pemerintah untuk melakukan penomoran akan lahan atau tanah yang berada di negara indonesia dengan memberlakukan lahan register merupakan salah satu bentuk perampasan lahan oleh pemerintah terhadap masyarakat adat. Dimana setelah berlakunya lahan register maka tanah tersebut sudah menjadi tanah milik negara yang sebesar-besarnya telah di berikan kepada pemodal atau pengusaha yang memerlukan lahan untuk kepentingan perusahaan. Saat ini konflik tanah lagi genjar-genjar nya terjadi di tanah batak.
Testimoni dari anggota kelompok masyarakat adat yang ada di daerah tanah batak seperti dari wilayah adat matio dan tukko ni solu kecamatan habissaran, amang parasian siagian dalam pertemuan dengan AMAN TANO BATAK mengatakan, “, perusahaan mengatakan ada surat penjualan atau penyerahan tanah oleh masyarakat, itu sebenarnya hanya spekulasi dari pihak perusahaan. Mereka memiliki ijin dari pemerintah setempat yang menjadi dasar mereka untuk mengeksploitasi tanah masyarakat adat. Ketika masyarakat adat membutuhkan kayu untuk mendirikan sopo (gubuk), tidak bisa diambil dari tanaman yang tumbuh diatas tanah sendiri, karena akan ada tindakan tegas dari pihak perusahaan dengan berlandaskan hak guna usaha sementara masyarakat adat tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan hak guna usaha. Bila masyarakat melawan dan tetap mengambil tanaman dari tanah tersebut maka akhirnya mereka akan bersalah diatas tanah sendiri, yaitu tindakan merusak atau menghancurkan hutan tanaman industri.
Dari testimoni diatas jelas diketahui bahwa perusahaan telah memiliki ijin dari pihak pemerintah, sehingga mereka bisa melakukan kegiatan industri di atas tanah tersebut. Yang manjadi pertanyaan, bagaimana proses pemerintah memberikan ijin kepada perusahaan? Apakah tidak ada sosialisasi dengan masyarakat adat sekitar tanah tersebut atau kesepakatan antara pemerintah dengan masyarakat adat?
Apakah pemerintah tidak mengaanggap mereka manusia? Yang pantas diajak untuk berinteraksi dalam penentuan kebijakan?
Menurut penulis, kebijakan pemerintah untuk mengeluarkan surat ijin kepada perusahaan itu adalah keputusan sepihak dari pemerintah, tanpa melibatkan masyarakat adat sebagai penghuni tanah tersebut. Hal ini sudah menjadi masalah besar di dalam kehidupan bernegara sekarang ini.
Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.(AMAN, pada kongres I tahun 1999 dan masih di pakai sampai saat ini.)
Dari pengertian di atas sudah sangat jelas bahwa keberadaan masyarakat adat diatas tanah ulayat. Dimana tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu ( wikipedia.org)
Rakyat indonesia terdiri dari akulturasi masyarakat adat yang tersebar di atas tanahnya. Seharusnya keberadaan pemerintah sebagai organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu dalam negara adalah sebagai pemersatu antara berbagai keragaman masyarakat adat dan menjadi pelindung bagi hak-hak dan hukum masyarakat adat, karena masyarakat adat adalah dasar dari pembentukan negara indonesia. Bukan menjadi pemberi ijin kepada perusahaan- perusahaan yang merusak lingkungan. Sebagai pelayan masyarakat, pemerintah harus membuat kebijakan dan program kerja yang menyentuh kepentingan masyarakat adat, membantu masyarakat dalam penangan masalah dalam pemenuhan kebutuhan yang di dukung dengan perkembangan teknologi dan kemajuan alat produksi.
Segera sahkan uu pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat (uu phma). prioritaskan pembuatan pembahasan dan pengesahan ranperda perngakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat sebagai perda pphma di tanah batak. Keberadaan pemerintah sebagai organisasi utama dalam bernegara harus diselaraskan dengan eksistensi masyarakat adat untuk mewujudkan cita-cita negara yang tertuang dalam panacasila yaitu sila ke – V “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.”
tulisan ini sebagai salah satu bentuk kritikan kepada pemerintah, seperti kata pramoerdya a.t " didik lah pemerintah dengan kritikan dan didik lah rakyat dengan organisasi"