[caption id="" align="alignleft" width="218" caption="ilustrasi"][/caption]
Siapakah yang menerima gaji termahal di negeri ini..?
Bila anda jawab Presiden, maka langsung jawaban anda saya coret. Karena ternyata, gaji presiden paling besar hanya setengah dari gaji orang-orang yang menjabat sebagai pejabat di Bank Indonesia (BI), khususnya gaji dari para Dewan Gubernur BI. (maaf, inipun saya baru tahu, dan nyesal kenapa dulu tidak melamar kerja ke BI).
Menurut berita tertulis di media cetak, rata-rata gaji pejabat Dewan Gubernur BI saat ini mencapai Rp. 200 juta sebulan. Wow, sungguh suatu angka gaji yang hanya dapat dapat membuat kita menelan air liur kita sendiri.
Pantaskah mereka (pejabat Dewan Gubernur BI) itu mendapat gaji sebesar itu?
Kalau melihat kinerja mereka dalam rentang waktu antara tahun 1997 s/d tahun 2009, saya kok merasa mereka sungguh tak pantas mendapat gaji sebesar itu.
Bayangkan saja, dalam rentang waktu tersebut di atas:
Øsudah berapa besar kerugian keuangan negara mereka perbuat dan tanpa harus mereka bertanggung jawab.
Øsudah berapa pula dana yayasan bank Indonesia yang mereka hamburkan untuk sogokan kepada penegak hukum agar rekan mereka yang tersangkut masalah dapat dibebaskan dari penjara.
Ingat saja soal BLBI di tahun 1997/1998, tercatat lebih dari Rp. 600 trilyun uang negara (= uang rakyat) mereka hamburkan dan bagi-bagi untuk para bankir hitam kriminal perbankan, dengan lebih dari Rp. 134 trilyun tidak dapat dipertanggung-jawabkan alias tidak jelas juntrungannya atau peruntukannya.
Yang kedua, seenaknya saja mereka menghamburkan dana yayasan BI untuk mensogok para penegak hukum agar rekan-rekan mereka sesama pejabat BI dapat dibebaskan dari penjara.
Kemudian, mereka juga tidak becus mengurus anak perusahaan mereka sendiri (Bank Indover) sehingga disuruh tutup oleh Bank Sentral Pemerintah Belanda. Lebih dari US$ 500 juta dana harus dikuras untuk menutup kerugian Bank Indover.
Yang teranyar dan masih sedang diproses adalah uang negara sebesar lebih dari Rp. 6,7 trilyun yang mereka hamburkan untuk menyelamatkan satu bank yang dijarah para pemiliknya sendiri yaitu bank Century dengan alasan krisis yang masih dapat diperdebatkan.
Setiap bulannya mereka menikmati gaji sebesar itu, belum lagi segala fasilitas yang melekat pada mereka seperti Rumah Dinas, Mobil Dinas, Uang Perjalanan Dinas, tunjangan lain-lain.
Jadi, jangan heran kalau ada yang berani bayar siapapun yang dapat menjadikan mereka sedikitnya sebagai salah satu dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Sementara rakyat yang menyetor pajak setiap bulan atau setiap tahun, pada akhirnya dipaksa harus turut menanggung beban hutang negara yang dananya dipakai untuk menalangi para bankir hitam kriminal perbankan atas persetujuan mereka. Lebih cilaka lagi, mereka yang merekomendasikan untuk menolong para bankir hitam kriminal perbankan itu guna menutupi kelemahan pengawasan yang mereka lakukan.
Bayangkan juga, mereka tidak dapat mengambil tindakan tegas pada saat mereka ketahui bahwa bank-bank di bawah pengawasan mereka bermasalah sedari dini. Mereka biarkan kebohongan-kebohongan pemilik Bank berlarut-larut dan dengan sepengetahuan dan seijin mereka tetap dapat beroperasi.
Kita tak ingin menuduh, mengapa mereka sebagai pengawas bank-bank tidak mengambil tindakan tegas terhadap bank-bank bermasalah itu sebelum terjadi kebakaran. Kita tidak ingin menuduh, mereka sebagai pengawas bank melakukan kongkalingkong dengan pemilik bank bermasalah. Tetapi tentunya hanya mereka dan Tuhan saja yang tahu mengapa mereka pengawas bank membiarkan bank bermasalah itu beroperasi, hingga akhirnya harus diselamatkan dengan menggunakan uang negara. Inilah mungkin yang dulu dikenal dengan sebutan "TST" alias Tahu Sama Tahu.
Yang mengherankan, mereka justeru merasa menjadi “pahlawan” dengan mengatakan mereka adalah pemadam kebakaran.
Kalau begitu, jadi saja “pemadam kebakaran” yang betulan, agar sekali-sekali mereka merasakan mandi api, jangan terus-terusan mandi uang.
Salam pemadam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H