Banyak orang katakan bahwa Krisis 2008 adalah krisis moneter.. Pernyataan itu sesungguhnya tidak 100% salah, bagi yang mengikuti perkembangan ekonomi nasional dan internasional, di tahun itu memang terjadi krisis moneter, tetapi yang cermat akan mengatakan krisis moneter yang terjadi adalah krisis pasar modal yang merupakan sektor non riil.
Krisis pasar modal ini pertama kali mem"blow-up' di AS yang kemudian menjalar ke Eropa Barat dan Asia Timur yang memang merupakan pemain-pemain di Pasar Modal. Krisis ini juga memicu terjadinya gejolak di Bursa Efek Indonesia tempat perdagangan saham dan modal.
Apakah krisis pasar modal yang nota bene adalah sektor non riil ini. Juga merupakan krisis di sektor riil? Fakta menunjukan bahwasanya krisis itu tidak melanda sektor riil. Hal tersebut dapat mengacu kepada pengamat dan Ahli ekonomi yang nengatakan bahwasanya inter relation ship ekspor Indonesia ke negara-negara yang terkena dampak krisis pasar modal adalah begitu kecilnya sehingga dampak krisis pasar modal di sektor riil adalah tidak signifikan.
Adapun anjlognya pasar modal di BEI, diyakini oleh banyak pengamat bahwasanya karena ulah dari investor asing yang khawatir dan mulai melakukan transaksi yang tidak normal. Untuk diketahui berdasarkan catatan BEI, adalah investor asing yang menguasai 70% saham yang diperjual belikan di bursa, sementara sisanya 30% adalah investor domestik. Penjualan Rupiah hasil penjualan saham untuk digantikan dengan mata uang asing seperti yang dilakukan oleh investor asing turut mendorong melemahnya nilai Rupiah terhadap mata uang asing.
Pada saat yang bersamaan, BI melakukan kebijakan uang ketat yang diikuti oleh Bank-Bank yang biasanya berlaku sebagai pemberi pinjaman.
Kombinasi memburuknya pasar modal dan kebijaksanaan uang ketat yang dilakukan BI dengan sendirinya telah mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam mendapatkan pinjaman. Bank-bank pemberi pinjaman mulai tidak lagi melakukan transaksi pemberian pinjaman karena khawatir peminjam akan tidak sanggup mengembalikan pinjaman atau dengan perkataan lain akan terjadi kredit macet.
Kondisi di atas, inilah yang telah menjadikan Bank Centuri megap-megap karena disaat kas mereka kosng dibobol oleh pemiliknya lewat serangkaian LC fiktif dan pemberian kredit fiktif, disaat itu juga terjadi jatuh tempo kewajiban mereka terhadap pembayaran bunga surat berharga yang digadaikan.
Bank Century, sedari awal adalah anak emas BI, terlihat dari longgarnya pengawasan BI terhadap Bank Century. Adalah BI juga yang merestui merger terbentuknya Bank Century dari 3 Bank bermasalah, meski persyaratan untuk melakukan merger tidak terpenuhi.
Adalah BI juga yang membiarkan pelanggaran yang dilakukan Bank Century terkait penerbitan Reksadana yang melanggar peraturan Bapepam.
Adalah BI juga yang tidak pernah mengambilan tindakan tegas terhadap pelanggaran Bank Century terkait rasio kecukupan Modal (CAR=Capital Adequacy Ratio) sepanjang beroperasinya Bank Century yaitu dengan memberi kelonggaran dalam penyertaan modal oleh PSP (= Pemegang Saham Pengendali) yang selalu diulur-ulur dan bahkan dalam bentuk surat berharga yang bermasalah dan tidak memiliki nilai.
Adalah BI juga yang selalu menjadi penyelamat kebobrokan Bank Century lewat serangkaian kebijakan dan pengubahan peraturan yang memudahkan BC memperoleh fasilitas pinjaman dan pengicran dana demi mengisi kas BC yang dibobol pemiliknya.
Adalah BI juga yang membiarkan BC melakukan transaksi-transaksi keuangan meski status mereka telah masuk 'ruang ICU' alias dalam Unit Pengawasan Khusus (SSU) BI.
Semua dana pinjaman BI yang dikucurkan ke BC ibaratnya seperti 'menuangkan garam ke lautan luas' atau ibarat 'mencemplungkan dana pada sumur tanpa dasar' karena pada kenyataannyasemua dana-dana tersebut menguap secara cepat hingga pada akhirnya BI sampai pada dilema untuk menutup BC ataukah membail-out BC.
Adalah Mr. B berbekal traumanya di tahun 1998 (saat beliau juga terlibat dalam proses pencairan BLBI) berusaha menyusun argumentasi untuk mempengaruhi rapat dimalam tanggal 20~21 November 2008 agar BC dapat diselamatkan atau di bail-out dengan dana talangan.
Adalah 'aspek psikologi pasar' yang menjadi kata kunci penggolkan bail-aout BC, meski hal tersebut sangat 'subjectif' sifatnya dan lebih pada unsur "judgement' yang sulit pembuktiannya.
Adalah harus menjadi pertanyaan, vahwa dalam situasi yang sangat genting dimalam itu, mengapa BI tidak sanggup mempersiapkan diri dan tidak siap membekali diri dengan data-data yang valid dan 'up to date' melainkan hanya membekali diri dengan data-data usang yang bukan data terkini sesaat sebelum pengfambilan keputusan.
Nasi sudah jadi bubur, keputudan sudah dibuat dan Menkeu saat itu sebagai ketua KSSK baru pada keesokan harinya disodorkan data-data yang sebenarnya. Sungguh angka yang jauh berbeda dengan angka yang dibicarakan dalam Rapat KSSK pada malam hingga dinihari tersebut..
Dan kembali seperti pengucuran dana yang terjadi sebelum bail-out. Maka terjadi lagi pengucuran dana kedalam sumur tanpa dasar, dari sebelumnya estimasi Rp. 632 milyar membengkak menjadi Rp. 6,7 Trilyun lebih sedikit.
Adalah juga menjadi pertanyaan bahwa KSSK lebih suka mengundang 'orang diluar' sebagai narasumber ketimbang mengundang 'penjabat Presiden RI' saat itu sebagai saksi atau setidaknya diharapkan dapat memberikan pandangan akhir sebelum dibuatnya suatu keputusan yang notabene setiap kebijaksanaan pemerintah harus dipertanggung jawabkan oleh Presiden pada setiap akhir masa jabatan melalui Laporan Pertanggung-Jawaban di hadapan Sidang MPR.
Lebih parah lagi adalah pelaporan kepada penjabat Presiden RI waktu itu tentang pengucuran dana itu 'begitu terlambat' nya untuk ukuran kegentingan yang memaksa yang memaksa Pemerintah melalui LPS melakukan suatu tindakan bail-out senilai kemudian mencapai Rp. 6,7 Trilyun lebih sedikit untuk bank yang nota bene dirampok pemiliknya dan collapse pada saat kebijaksanaan uang ketat diberlakukan.
Sekali lagi sejarah mencatat BI berhasil menutup aib kebobrokan pengawasan terhadap Bank-bank yang ada dan beruntung BI memiliki momen yang tepat untuk pembenaran tindakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H