Mohon tunggu...
Boyke Pribadi
Boyke Pribadi Mohon Tunggu... Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten -

menulis berbagai hal dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Visi Pancasila Capres & Cawapres

1 Juni 2014   14:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:51 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara Bangsa yang Unik

Setiap awal juni, bangsa Indonesia memperingati kelahiran Pancasila pada tanggal 1. Sebagai sebuah dasar negara, Pancasila dirumuskan setelah melalui berbagai proses dan perjalanan sejarah yang panjang. Keunikan berdirinya Indonesia sebagai negara bangsa memang mengharuskan dimilikinya suatu landasan filosofis yang digali dari berbagai perbedaan suku, adat istiadat, bahasa, dan budaya. Kalau Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras. Maka bangsa Indonesia yang terdiri dari kurang lebih tujuh belas ribu (17.000) pulau dan tujuhratus empat puluh enam (746) suku yang memiliki sendiri bahasa dan adat istiadat, bersatu menjadi sebuah negara karena ada kesamaan nasib perjuangan.

Mengutip pidato tidak tertulis Soekarno didepan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 1 Juni 1945 yang menyatakan tentang pentingnya sebuah negara bangsa memiliki Weltanschauung atau landasan filosofis. Atas dasar Weltanschauung itu, disusunlah visi, misi, dan tujuan negara. Tanpa itu, negara bergerak seperti layangan putus, tanpa pedoman. Karena menurut Soekarno, Hitler mendirikan Jermania di atas "national-sozialistische Weltanschauung", atau filsafat nasional-sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler. Lenin mendirikan negara Soviet diatas satu "Weltanschauung", yaitu Marxistische, Historisch materialistische Weltanschaung. Nippon mendirikan negara negara dai Nippon di atas satu "Weltanschauung", yaitu yang dinamakan "Tennoo Koodoo Seishin". Diatas "Tennoo Koodoo Seishin" inilah negara dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu "Weltanschauung", bahkan diatas satu dasar agama, yaitu Islam.

Pancasila

Para pendiri bangsa ini, telah menyepakati bahwa landasan filosofis berdirinya negara bangsa Indonesia adalah Pancasila. Dan bila ditelaah secara historis, menurut Prof Dr Mahfud MD pada pidato kunci Kongres Pancasila di Balai Senat Universitas Gadjah Mada 30 Mei 2009, Pancasila merupakan hasil karya bersama sehingga tampil dalam bentuk, isi dan filosofinya yang utuh seperti sekarang..

Pancasila adalah dasar negara yang telah menjadi konsensus nasional dan diterima oleh semua kelompok sosial yang ada di Indonesia. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang menjadi modal dasar penting bagi bangsa Indonesia untuk bersatu sebagai sebuah bangsa yang menegakkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Hanya saja sesuai dengan analisis Mustafa Rejai dalam buku Political Ideologies , dinyatakan bahwa sebuah ideologi akan mengalami emergence (kemunculan), decline (kemunduran), dan resurgence of ideologies (kebangkitan kembali suatu ideologi). Dan bila Pancasila dapat dianggap sebuah ideologi, maka ia-pun tengah mengalami proses alamiah tersebut.

Nampaknya, setelah era reformasi dimulai, Pancasila mengalami suatu proses decline atau kemunduran seiring dengan pesatnya perkembangan ideologi liberal dan demokratisasi yang dihembuskan oleh negara-negara barat. Sangat jarang, bahkan hampir tidak ada pejabat resmi yang mengutip Pancasila dalam setiap pidatonya pada saat pasca reformasi. Karena sebagian besar ’pejuang’ reformasi meng-anggap bahwa Pancasila adalah ’barang dagangan’ Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Meraka men-stigma bahwa Pancasila telah menjadi mainan rezim untuk melanggengkan kekuasaan otoriter. Sayangnya, stigma tersbut berkelanjutan hingga kini, dan mungkin bagi sebagian orang yang ’merasa’ tertindas pada era orde baru, Pancasila malah tidak dianggap lagi sebagai sebuah dasar negara.

Jadi tidaklah mengherankan bila ada sebuah stasiun TV swasta melakukan wawancara mendadak terhadap beberapa siwa SMP dan SMU dan menanyakan isi dari Pancasila, dan ternyata banyak dari mereka yang tergagap-gagap menyebutkan satu persatu isi dari Pancasila tersebut.

Visi Capres

Insomnia akan sejarah dan konsensus para pendiri Negara ini, ternyata tidak hanya mengindap para ABG (Anak baru Gede) yang merasakan masa SMU pasca reformasi, tapi juga sudah melanda para ABG (Angkatan Bokap Gua) yang dalam setengah tahun terakhir ini disibukkan oleh berbagai proses pemilihan umum. Tidak satupun dalam spanduk kampanye baik para caleg maupun capres yang penulis lihat, berani mencantumkan visi menegakkan Pancasila sebagai landasan pembangunan daerah maupun nasional.

Bahkan visi capres 2014-pun baik yang diusung oleh pasangan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta keduanya sangat mirip dan meski kata Pancasila muncul dalam masing masing misi dan penjelasan visi dari visi kedua capres tersebut, namun pada kalimat visi hanya mengambil porsi yang sedikit dari 5 sila pada Pancasila. Visi yang diusung pasangan Jokowi-JK berbunyi “Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Dan visi yang diusung oleh pasangan Prabowo-Hatta adalah “Membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta bermartabat”.

Jika Jokowi-JK berusaha mengambil inti dari pancasila yang pernah dikatakan oleh Soekarno bahwa bila pancasila diperas menjadi ekasila maka intinya adalah gotong royong. Maka Prabowo-Hatta mengutip langsung visinya dari bagian terakhir paragraf ke-dua dari pembukaan UUD 1945 dengan ditambah kata martabat. Padahal sesungguhnya andai keduanya berani menyusun visi yang berbunyi “menuju Indonesia yang maju, sejahtera, mandiri, dan berdaulat berdasarkan Pancasila”, maka menjadi sangat jelas arah tujuan yang hendak dicapai oleh kedua pasangan capres tersebut. Karena sangat jelas dalam pancasila disebutkan bahwa kepribadian bangsa adalah nilai nilai keagamaan berdasarkan sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah itu disebutkan juga bahwa Negara Indonesia harus menjunjung tinggi jiwa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sehingga karena adil, menempatkan sesuatu sesuai dengan kedudukannya, dan beradab melakukan sesuatu sesuai norma aturan maka diharapkan dapat menciptakan kebersamaan dan solidaritas dalam Persatuan Indonesia. Jika tumbuh rasa persatuan maka setiap kebijakan yang diambil akan merupakan hasil dari permusyawaratan dari kebersamaan perwakilan rakyat yang dilakukan dengan penuh hikmah, bukan merupakan hasil dari kemenangan salah satu kelompok akibat persaingan atau kompetisi. Bila ke-empat sila tersebut dijadikan landasan gerak semua stake holders di Indonesia maka diharapkan akan tercapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Meskipun visi Pancasila bagi sebagian orang masih dianggap mengambang, namun faktanya visi yang diajukan oleh para politisi juga sama meng-awang-awangnya, dan bahkan tidak memiliki landasan filosofis yang sesuai dengan tujuan NKRI. Pancasila, paling tidak memiliki jejak sejarah dan meng-adopsi berbagai elemen keragaman anak bangsa Indonesia. Dan dari penelusuran Visi dan Misi yang disampaikan, sebenarnya jelas nampak perbedaan antara visi yang mendasarkan kepada nilai nilai filosofis bangsa, atau visi yang hanya sekedar rangkuman program kerja untuk menjawab tatangan zaman.

Padahal, paham liberal dan demokrasi ala barat yang hari ini sedang kita praktek-kan-pun sebenarnya bermula dari wacana publik yang digaungkan terus menerus dengan didorong oleh sumberdaya yang besar, maka wacana itupun pada akhirnya dapat diterima sebagai sebuah nilai yang dianut dan diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Demikian halnya dengan Pancasila, bila kita masih menghendakinya untuk dijadikan rujukan/pedoman dan dasar bagi penyelenggaraan kegiatan berbangsa dan bernegara, maka seharusnya mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak. Dimana sesungguhnya butir dalam Pancasila dapat dijadikan dasar bagi pembangunan ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Terlebih lagi pada suasana menjelang Pilpres bulan depan. Hendaknya para capres dapat menjadikan Pancasila sebagai landasan dari penyusunan visi dan program yang akan dilakukannya. Karena sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan pada era pemilihan langsung saat ini, maka visi yang diusung capres akan diadopsi menjadi Garis Besar Arah Pemerintahan Baru dan dirumuskan menjadi Rencana Kerja Pemerintah bila sang calon tersebut terpilih menjadi Presiden.

Negara tanpa Bangsa

Diharapkan, bila Pancasila dijadikan sebagai landasan filosofinya, maka arah pembangunan dan perjalanan Bangsa ini akan memiliki ciri tersendiri yang sesuai dengan karakteristik ke-Indonesia-an. Karena menurut Sosiolog Talcott Parsons dalam buku berjudul “Social System menyatakan, jika suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari, ada empat paradigma fungsi (function paradigm) yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat bersangkutan. Yaitu : Pertama, pattern maintenance, kemampuan memelihara sistem nilai budaya yang dianut. Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat. Ketiga, adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beragam secara terus-menerus sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang kian menyatukan masyarakat itu. Dan yang keempat, masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari masa ke masa bertransformasi karena terus diperbaiki oleh dinamika masyarakatnya dan oleh para pemimpinnya.

Dengan kata lain, dari empat paradigma fungsi tersebut, seorang pemimpin akan dapat menentukan corak Bangsa Indonesia ini, apakah Negara ini dapat tetap bertahan sebagai sebuah bangsa yang diikat oleh beberapa konsensus para pejuang dan pendirinya seperti konsesus kebangsaan 1908, konsesus persatuan melalui sumpah pemuda 1928, dan konsensus pencapaian tujuan berbangsa bernegara seperti yang tercantum dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Atau hanya akan menjadi sebuah negara tanpa bangsa, sehingga tidak dapat dilihat perbedaan filosofis antara Negara Indonesia dengan negara lainnya di dunia ini, karena tunduk kepada ideologi global yang di ’paksa’kan hanya oleh segelintir negara besar di dunia?? Wallahu’alam..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun