Jika menyimak Pidato pertama Jokowi sebagai presiden pada saat pelantikan tanggal 20 Oktober 2014, maka dapat ditangkap kesan yang sangat kuat keinginan untuk menjadikan urusan maritim sebagai salah satu program prioritas yang ingin dilakukannya. Paling tidak ada 25 kata yang terkait dengan urusan kemaritiman dalam isi pidato yang memuat kata sebanyak 623 kata diluar kalimat pembuka pidato. Dan bahkan ada sebuah kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis dari pernyataan pidato Jokowi yang berbunyi “Kita ingin menjadi bangsa yang bisa menyusun peradabannya sendiri. Bangsa besar yang kreatif yang bisa ikut menyumbangkan keluhuran bagi peradaban global. Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana”
Dari pernyataan tersebut, sangat jelas keinginan Presiden untuk menjadikan pembangunan bidang maritim sebagai salah satu pendorong utama bagi Indonesia agar dapat berperan menjadi pemain penting dalam percaturan antar bangsa, sehingga dapat menyumbangkan keunggulan komparatif Indonesia, yaitu laut yang dimilikinya untuk kepentingan peradaban global.
Minat pasangan Jokowi-JK untuk memprioritaskan pembangunan maritim dapat juga dilihat dari visi-misi yang diusungnya ketika menjadi calon presiden. Dari 7 misi yang ditawarkan, ternyata ada 3 misi yang secara eksplisit menyebutkan kata maritim. Misi pada butir pertama, mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. Misi pada butir ketiga, mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. Dan misi pada butir ke-enam,mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
Dari proporsi misi dalam pernyataan visi tersebut, terlihat nyata keberpihakan Jokowi-JK untuk menjadikan maritim sebagai pendorong utama meraih kejayaan Indonesia sebagaimana nusantara pada era dahulu. Sehingga menurut penulis, strategi dengan memprioritaskan pembangunan maritim sangatlah tepat, mengingat dua per tiga dari luas Indonesia adalah laut. Itulah sebabnya ketika penulis masih usia belia, sangat hafal dengan lagu ”nenek moyangku seorang pelaut’ sebagai sebuah penggambaran bahwa bangsa Indonesia adalah berasal dari kehidupan maritim.
Lalu apa hal yang bisa dimanfaatkan secara positif dari keinginan Presiden RI untuk membangun dunia maritim, khususnya untuk propinsi Banten??. Bila melihat kondisi geografis propinsi banten, maka dapat disimpulkan Banten sebagai sebuah propinsi maritim. Dengan tiga dari perbatasannya berhadapan dengan laut, sehingga memiliki garis pantai kira kira 517 Km. Hanya pada sisi barat Propinsi Banten berbatasan dengan propinsi DKI dan Jawa Barat yang berupa daratan, sedangan pada bagian utara berhadapan dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan selat sunda, dan sebelah selatan terhampar samudera Hindia. Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang menghubungan negara di utara dengan selatan Indonesia. Dan di sekitar garis pantai propinsi banten, paling tidak terdapat 32 pelabuhan, sejak dari pelabuhan umum hingga pelabuhan khusus atau jeti yang digunakan untuk kepentingan perdagangan maupun dunia industri.
Bahkan dalam beberapa literatur tentang Banten, dengan mudah ditemukan keterangan tentang sejarah banten sebagai berikut ”Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, berinteraksi dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada abad ke-7 Banten sudah menjadi pelabuhan internasional. Menurut Cornelis de Houtman asal Belanda pada tahun 1596 Banten disebut Kota Pelabuhan dan Perdagangan yang sama besar dengan Kota di Amsterdam saat itu, sama pula yang diungkapkan oleh Vincent Leblanc asal Perancis waktu tiba di Banten pada abad 16. Untuk itu Banten merupakan pelabuhan yang penting bila dilihat dari sudut geografi dan ekonomi karena letaknya yang strategis dalam penguasaan Selat Sunda. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 menyebabkan para pedagang muslim enggan untuk melalui Selat Malaka. Para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda, sehingga mereka pun singgah di Karangantu. Sejak itu, perlahan tapi pasti, Karangantu menjadi pusat perdagangan Internasional yang banyak disinggahi oleh para pedagang dari Benua Asia, Afrika dan Eropa. Dapat dibayangkan betapa besar dan ramainya Bandar Karangantu saat itu. Karangantu sendiri terletak tidak jauh dari objek-objek wisata di Banten lainnya seperti Masjid Agung Banten, Keraton Kaibon, dan lain-lain di Kecamatan Kasemen, Serang – Banten. Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonomian masyarakat. Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Jawa, sejajar dengan Malaka. Kota Banten terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. ” (wikipedia dan beberapa sumber lain).
Dari sedikit fakta diatas, maka sudah selayaknya peluang pembangunan bidang kemaritiman ditangkap oleh para stakeholders di Banten. Mengingat banyak sekali faktor faktor yang mendukung Banten sebagai salah satu daerah maritim disamping daerah maritim lainnya di Indonesia. Sudah saatnya fokus perhatian kita tidak sepenuhnya membangun kawasan darat, karena potensi sumberdaya di laut masih banyak yang belum digali. Sebagai contoh mengutip artikel dari Daryani El-tersanel yang berbunyi ”Menurut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rohmin Dahuri, potensi hasil laut Indonesia itu 57,7 juta ton per tahun. Namun, baru tergarap 9 juta ton/tahun, di mana 5,7 juta tonnya berupa rumput laut. Sisanya, 3,3 juta ton/tahun berupa ikan dan lainnya. Selain itu, ada 1 juta ton/tahun ikan yang dicuri asing. Ini semua belum termasuk potensi kekayaan tambang di laut, seperti minyak, gas, dan lainnya, yang jumlahnya lebih besar ketimbang yang ada di daratan”. Artinya potensi berbagai sumberdaya di laut masing sangat menggiurkan untuk digarap oleh segenap anak bangsa Indonesia. Dan konon kabarnya di wilayah perairan banten banyak sekali ’spot spot’ ikan dengan jenis tertentu yang hanya hidup di perairan Banten tersebut.
Dan bila ’mencuri’ dengar dari salah seorang angggota tim perumus program pembangunan prioritas Jokowi-JK, maka akan dibangun sekitar 100 pusat aktifitas sebagai pendukung rencana poros maritim di seluruh Indonesia, dan Propinsi Banten termasuk salah satu diantaranya. Semoga rencana tersebut benar adanya, dan dibutuhkan langkah langkah proaktif dari jajaran pemerintahan propinsi banten, termasuk dukungan dari masyarakat terutama stake holder pembangunan kelautan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H