Agar sang calon dan timses memiliki gambaran utuh kebutuhan atau harapan masyarakatnya berdasarkan metode ilmiah dan dapat di telusuri kebenarannya oleh semua pihak, maka sebaiknya disisipkan lembar kebutuhan untuk menjaring aspirasi masyarakat. Disamping lembar kuisioner survey elektabilitas yang biasanya menjadi menu wajib seseorang yang mencalonkan diri di pilkada. Bila survey elektabilitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentasi suara yang bisa diraup atau diperoleh, maka penjaringan aspirasi ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kebutuhan-keinginan-bahkan inspirasi dari masyarakatnya, sehingga bisa menjanjikan sesuatu yang seuai dengan kebutuhan dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan jani tersebut.
Selain itu, hendaknya janji program  yang diberikan dibuatkan rincian atau list-nya dengan maksud agar mudah untuk mengetahui janji mana yang sudah ditunaikan atau belum. Dan bagi masyarakat terdidik yang ada di setiap desa/kecamatan dapat meng-akses list tersebut sesuai desa/kecamatannya. Karena bagi seorang muslim, setiap janji yang diberikan akan selalu melahirkan konsekuensi untuk ditunaikan.
Sehingga tidak terjadi apa yang dikhawatirkan oleh seorang ulama yang mengatakan bahwa  sesungguhnya yang sedang sibuk mencalonkan diri mengikuti kontestasi politik itu kalau tidak hati hati sebenarnya sedang membeli 4 kunci neraka. Menurut sang ulama , kunci tersebut adalah janji palsu, ujub, hasab, dan riya.
Janji palsu, sudah pasti para kontestan berharap terpilih sehingga mengharuskannya mengumbar janji-janji yang menarik bagi calon konstituen. Dan diantara janji-janji yang terlontar, sulit untuk memenuhi semua janji tersebut pada saat terpilih kelak.
Ujub, atau berbangga diri atau merasa dirinya memiliki kelebihan. Hampir dipastikan seseorang yang mengikuti kontestasi karena dia merasa memiliki kelebihan dari orang lain, hanya saja bila tidak hati hati maka perasaaan tersebut akan dibarengi dengan perasaan merendahkan orang lain, terutama orang yang menjadi lawan politiknya.
Hasad, iri atau dengki terhadap orang lain yang mendapat nikmat Allah SWT. Perasaan seperti ini terkadang lazim menghinggapi peserta kentestasi manakala lawan politiknya ternyata mendapat nikmat berupa dukungan atau suara` dari masyarakat. Dimana dirinya-pun sedang berjuang untuk memperebutkan suara dari lingkungan yang sama. Untuk memenagkan suara tersebut maka tidak jarang black campaign atau fitnah dilancarkan agar lawan politik tersebut kehilangan simpati dari para calon pemilihnya.
Dan yang terakhir dari 4 kunci tersebut adalah Riya atau melakukan sesuatu perbuatan bukan dilandasi oleh keinginan mendapat ridho dari Allah SWT. Faktor ini sangat jelas menjangkiti para caleg kita, karena apapun yang dilakukan akan dikonversi secara langsung dengan perolehan suara. Apakah sumbangan yang diberikan kepada masyarakat akan menghasilkan suara?, bahkan kalau perlu jika kelak tidak memperoleh suara dari masyarakat yang dibantu maka sumbangan tersebut akan diambil lagi, sebagaimana pengalaman pada beberapa pemilu lalu. Naudzubillahimindzalik
 Semoga kita semua terhindar dari hal buruk tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H