Mohon tunggu...
Boyke Pribadi
Boyke Pribadi Mohon Tunggu... Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten -

menulis berbagai hal dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Narsis

23 Februari 2014   14:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apabila kompasioner disodori sebuah foto yang berisikan gambar kelompok atau sekumpulan orang yang tentunya memuat gambar kompasioner juga, maka dapat dipastikan gambar pertama yang dicari adalah gambar wajah atau tubuh kompasioner sendiri. Ya ! memang begitulah sifat manusiawi yang dimiliki oleh kita. Sifat seperti itu dinamakan narsis atau perasaan cinta pada diri sendiri.

Menurut Andrew Morrison dalam buku The Underside of Narcissism (1997) cinta pada diri sendiri pada kadar yang wajar akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain. Narsis pada tahap yang wajar dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat, namun pada tahap yang berlebihan akan menimbulkan rasa percaya diri yang sangat kuat sehingga pada saat yang bersamaan akan meng-anggap dirinya paling hebat tanpa bisa menghargai orang lain.

Rasa cinta pada diri sendiri  yang berlebihan dapat dilihat pada sebuah mitologi yunani tentang seorang yang bernama Narkissos. Ia diberi anugerah dengan wajah yang tampan, sehingga banyak dikejar oleh para wanita seusianya. Namun Narkissos lebih mencintai ketampanan dirinya sehingga suatu hari dia hendak meminum air di sungai dan melihat pantulan wajahnya pada air sungai tersebut. . Dia tak henti-hentinya mengagumi sosoknya yang terlihat dari pantulan air. Sampai matinya dia terus memandangi bayangan dirinya tersebut. Setelah mati, tubuh Narkissos diubah menjadi bunga narsis.

Dari mitologi tersebut tergambarkan bahwa rasa cinta yang berlebihan pada diri sendiri pada akhirnya akan membawa kerugian dan dampak negatif pada diri sendiri. Dan kalau menyimak fenomena narsis yang terjadi pada jaman modern ini, para ahli membuat sebuat parameter apakan sebuah perilaku termasuk narsis atau tidak.

Dalam situs Republika online Salah seorang psikolog dari Indonesia Dra.. Roslina Verauli, M.Psi mengatakan paling tidak ada delapan ciri seorang itu narsis atau tidak. Ciri tersebut adalah : Orang narsis merasa lebih penting dan besar dibanding orang lain. Punya fantasi untuk mencapai sukses dan kekuasaan yang sangat tinggi Walaupun hal itu mustahil untuk bisa dicapai. Merasa dirinya begitu unik dan beda dengan yang lainnya. Selalu merasa butuh pengakuan yang berlebihan dari orang lain.  Mereka yang narsis selalu berharap yang tak masuk akal untuk diperlakukan oleh orang lain. Narsis juga cenderung manipulatif dan selalu mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan dirinya. Nggak bisa berempati pada orang lain. dan Selalu arogan.

Menariknya, bila melihat delapan ciri tersebut, maka entah mengapa penulis terpikir mengaitkannya dengan maraknya para caleg yang akan bertanding memperebutkan suara rakyat pada bulan april mendatang. Tentunya orang yang mencalonkan diri akan merasa dirinya lebih penting dan dibutuhkan oleh orang lain, mengingat tugas sejati seorang legislatif tidaklah mudah dan seharusnya penuh dengan jiwa pengabdian.

Disamping itu, dengan contoh untuk mengikuti konstestasi di tingkat propinsi banten saja tercatat sekitar  915 caleg yang akan memperebutkan 85 kursi, sehingga tingkat persaingan rata rata adalah 1 berbanding 11 orang. Tentunya dengan melihat tingkat persaingan yang cukup tinggi tersebut, seseorang harus memiliki fantasi yang tinggi untuk mencapai kemenangan. Dan hebatnya dari beberapa caleg yang saya temui, hampir seluruhnya merasa yakin bahwa akan memenangkan pemilihan dengan kalimat “kalau tidak yakin menang, untuk apa ikut mencalonkan diri”. Memang benar juga apa yang dikatakan, meski harus keluar biaya yang cukup besar untuk menggerakkan mesin mesin pengumpul suara.

Ciri lain dari gejala narsis yang menempel pada sang caleg adalah, cenderung manipulatif dalam memberikan pengakuan terutama pengakuan tentang track record dan kemauan untuk melayani para konstituennya kelak. Mereka tidak sungkan untuk memberikan janji yang muluk muluk demi meng-eksploitasi orang lain agar memberikan suara kepada dirinya. Sehingga kadang cara berpikirnya tidak masuk akal, karena satu orang msyarakat pemilih  sebenarnya hanya memiliki satu suara untuk tiap tiap jenjang perwakilan yaitu untuk DPR RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Namun para caleg-pun harus percaya kepada seseorang yang akan menjanjikan suara untuk dirinya, sementara orang itupun menjanjikan juga suara kepada caleg lain yang datang dengan membawa iming-iming materi.

Dan ciri yang pasti mudah terlihat adalah dengan bertebarannya foto diri dalam pose yang telah di re-touch oleh tukang cetak sehingga menghasilkan tampilan yang kadang terkesan jauh dari penampilan aslinya. Belum lagi dengan gaya tubuh dan gaya busana yang berbeda dengan kesehariannya sehingga terkesan manipulatif bagi para konstituen.

Hal tersebut masih bisa dianggap dalam batas kewajaran, karena memang faktanya mereka sedang menghadapi kompetisi untuk meraih suara terbanyak. Jadi narsispun tidak mengapa sepanjang mereka bisa memenuhi janji yang telah diberikan kepada masyarakat pemilih.

Namun ada yang lebih membahayakan kehidupan demokrasi di negeri ini. Dengan munculnya mafia atau calo calo suara yang berkeliaran di tengah tengah masyarakat, tanpa masyarakat tahu secara pasti siapa sosok yang ditawarkan. Sakalipun sang caleg mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari tim sukses, namun jelas berbeda cara kerjanya antara tim sukses dengan calo/mafia suara tersebut.

Bila tim sukses bekerja membantu bagaimana sang caleg mengatur dan mengendalikan kegiatan kampanye/sosialisasi, dimana sang caleg-pun akan turun kelapangan pada saat sosialisasi tersebut dan timses bertugas menjaga agar pilihan masyarakat tidak berubah untuk memilih caleg lain yang datang belakangan. Seperti perumpamaan seorang pemburu yang tidak membawa pengawal, dia sibuk menembaki burung hingga terjatuh, namun tidak sempat diambilnya satu persatu karena dia bekerja sendiri. Lalu di belakang dia datang pemburu lain yang membawa banyak pengawal sehingga pemburu lain tersebut hanya tinggal mengambil burung-burung yang terjatuh tersebut untuk dibawa pulang.

Berbeda dengan cara kerja timses diatas, maka cara kerja mafia/calo suara ini tidak mengharuskan sang caleg repot repot melakukan sosialisasi langsung bertatap muka dengan calon konstituen. Sang caleg cukup menyepakati nominal nilai per-suara yang diinginkan, lalu pekerjaan lainnya diserahkan kepada para mafia ini. Artinya para mafia ini betul betul meng-anggap masyarakat sebagai komoditas yang akan menjual suara-nya dengan harga tertentu. Padahal sebetulnya disamping mereka mempengaruhi agar masyarakat memilih calon yang telah mengontraknya, para mafia ini juga biasanya memanfaatkan kartu suara kosong yang tidak terpakai akibat masyarakat yang apatis sehingga memilih menjadi golput alias menyia-nyiakan hak demokrasinya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan singkat ini adalah ; se-narsis-narsisnya para caleg dalam mengahadapi pemilu di bulan april tahun ini, masih harus tetap dihargai sebagai upaya mereka meraih simpati dan suara dari para konstituen. Ketimbang sang caleg yang hanya ongkang ongkang kaki dan duduk manis dengan bermodalkan materi untuk membeli suara rakyat melalui perantaraan mafia atau calo suara.

Dan seperti kata psikolog, narsis dalam taraf wajar masih merupakan hal yang bersifat manusiawi, sebagaimana narsisnya penulis artikel ini yang merasa bahwa artikel ini penting dibaca untuk kehidupan demokrasi yang lebih baik. Semoga….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun